Benci

4.3K 79 7
                                    

Aku pun terbangun dalam mimpiku. Aku pun bingung dengan apa maksud mimpiku itu. Apalagi dengan sesosok pria tak tak ku kenali menggandengku.

Ku putuskan untuk membuang jauh jauh mimpi itu dan bersiap siap untuk mandi. Karena hari yang sudah pagi. Aku pun melakukan keseharian ku. Tak lupa aku hari itu aku di ajak ibu paijo untuk membeli kebutuhan dapur di pasar.

Kami pun menuju ke sebuah pasar yang tak jauh dari rumah. Kami pun sangat semangat mencari bahan yang kami butuhkan untuk memasak. Tak jarang aku yang ikut menawar agar mendapat harga yang aku inginkan seperti yang ibu paijo lakukan.

Kami pun menyusuri setiap sudut pasar. Tak jarang banyak penjual yang mengira aku menantunya ibu paijo. Ibu pun hanya tersenyum dan tak menghiraukan ucapan penjual yang sudah sangat akrab dengannya.

Jam 10 siang. Kami pun pulang dengan membawa belanjaan. Tak butuh waktu lama. Kami pun tiba di rumah. Nina. Adik paijo pun menyambut kedatangan kami sepulang dari pasar.

"Kak. Ada tamu tuh. Katanya temen kakak dari kota." Ucap Nina dengan membawa belanjaan yang ada di tanganku.

"Siapa dek?"

"Gatau. Katanya temen deket kakak." Ucap Nina. Aku pun semakin bingung. Siapa orang yang tau keberadaan ku disini.

Aku pun langsung masuk ke ruang tamu. Kulihat sesosok pria yang sangat ku kenal dan menjadi alasan ku berada di sini.
"Ali." Ucapku yang terkejut dengan kedatangannya. Ia pun langsung datang menghampiriku.

Aku pun segera keluar menjauh darinya. Namun Ali langsung menghentikan langkahku.

"Al. Aku mohon pergi. Aku ga ingin ada keributan disini." Ucapku dengan menahan emosi.

"Gue mau ngomong sama lo." Ucap Ali. Aku pun langsung pergi meninggalkannya.

Aku pun berlari menuju ibu yang ada di dapur sedang membuatkan minuman. Aku pun memeluknya dan menangis. Ibu paijo pum hanya bingung melihatku menangis tanpa sebab.

"Kenapa nok? Ada masalah apa?" Tanya ibu dengan mengelus rambutku. Aku pun menceritakan alasanku yang bisa berada kesini. Aku menceritakan kepada ibu bahwa Ali yang membuatku seperti ini.

Ibu pun hanya bisa terdiam dan menenangkan ku. Ku lihat ia yang sangat menyayangiku seperti anak ia sendiri.

"Udah. Temuin aja. Bilang sama dia tentang semua perasaan kamu." Ucap ibu paijo.

"Tapi bu. Aku ga mau ketemu dia lagi." Ucapku sambil menangis.

Ibu pun terus menyuruhku menemui Ali agar semua masalah ini selesai. Aku pun menyetujuinya. Ku temui Ali yang masih duduk di ruang tamu.

"Darimana kamu tau kalau aku disini?" Ucapku dengan ketus. Aku pun berusaha untuk tak menatap wajahnya.

"Gue dapat informasi dari Kak Novi. Sama paijo kemarin. Dia bilang bahwa lo disini." Ucap Ali. Aku pun kaget mendengar hal itu. Tak pernah ku sangka Paijo akan membocorkan rahasia ini.

"Fan. Aku minta maaf atas apa yang telah aku perbuat. Aku tau semua yang aku lakuin salah. Tapi semua itu aku lakuin karena aku cinta sama kamu." Ucap Ali dengan memegang tanganku. Sekejap aku pun melihat wajahnya yang membuatku muak.

"Lo pikir ini enak? Lo pikir enak jadi cewek kaya gini? Gue tersiksa Al. Dan gue ga nyangka kalo lo yang ngelakuin semua ini." Ucapku dengan meneteskan air mata. Ali pun berniat mengusap air mataku namun aku tepis.

"Gue mau kita nikah Fan. Gue udah persiapin itu semua. Bahkan kalau lo mau. Gue udah nabung buat lo operasi kelamin nanti." Ucap Ali. Aku pun semakin tak menyangka dengan semua yang ia pikirkan. Aku pun emosi dan menampar Ali. Rasa kesal dan marah pum bercampur menjadi satu.

"Lo pikir gue boneka hah. Yang lo bisa rubah jadi seperti lo pengenin." Ucapku dengan penuh emosi. Ali pun hanya terdiam tanpa sedikitpun melawan.

"Udah Al. Gue mau lo pergi dari sini! Gue udah muak sama lo." Ucapku menyuruh ia pergi.

"Fan. Plis maafin gue. Beri gue kesempatan sekali lagi." Ucap Ali. Aku pun tak menghiraukannya dan mengusirnya.
Ali pun pergi. Kulihat ia yang kecewa atas sikapku yang tak ramah dengan kedatangannya.

Aku pun memeluk ibu. Terlihat ibu yang menenangkan ku dibantu dengan Nina. Paijo dan ayahnya pun mengetahui tentang perihal kedatangan Ali tadi.

Rasa sakit hati yang merasuk kedalam hatiku membuatku sangat membenci Ali. Bagiku. Gara gara ia aku harus menjalani takdir seperti ini.

Seharian. Aku pun hanya murung dan berdiam diri di kamar. Keluarga paijo pun untungnya dapat mengerti ku yang masih trauma akan kejadian tadi.

"Fan. Lo ga makan? Dari tadi siang lo belum makan tau." Ucap paijo yang masuk ke kamarku. Aku pun hanya diam tak menanggapi dan terus menatap ke arah jendela. Melihat ke langit malam yang tenang.

Paijo pun keluar dan masuk lagi dengan membawa sepiring makanan untukku.
"Makan fan. Gue kasihan sama lo. Nanti kalau lo sakit gimana?"

"Biarin. Toh kalau gue sakit juga ga ada yang peduli sama gue." Ucapku dengan ketus. Terlihat paijo yang mulai kebingungan atas sikapku.

Paijo pun diam. Ia pun menaruh piring nasi itu di atas meja yang berada disebelah  kasurku. Dan menyuruhku untuk makan jika aku sudah ingin makan. Aku pun hanya mengiyakan dan terus menatap langit.

Pikiranku semakin melayang. Tentang bagaimana aku untuk kedepannya. Aku pun semakin meratapi hidupku yang malang ini.

Aku pun kembali menuju kasur dan berniat ingin tidur. Tanpa sengaja. Kulihat sebuah boneka yang tergeletak dilantai. Aku pun mengambil boneka itu. Terlihat sebuah boneka yang tak asing bagiku.

Ya. Boneka Teddy bear yang pernah Ali kasih untukku. Aku pun teringat dengan berbagai kenangan bersama Ali dulu. Saat Ali selalu baik dan perhatian kepadaku. Aku pun teringat masa masa saat aku selalu bercanda dengannya. Dan ia yang selalu membuatku kesal.

Dia juga yang membuatku dapat beradaptasi dalam tubuh wanita ini. Yang kukira ini adalah sebuah keanehan yang tak disengaja. Ia juga yang membuatku merasa nyaman dan pede. Saat menjadi wanita.

Namun ternyata. Gara gara ia juga aku menjadi seperti ini. Tak pernah ku sangka ia yang telah mengubah ku hanya untuk kepuasannya. Bahkan tanpa merasa bersalah ia menggunakan aku seperti wanita pelacur yang selalu bisa ia pakai kapan pun.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang