Berbincang

2.8K 53 4
                                    

Kami pun sampai di Alun alun. Kami pun duduk di salah satu bangku yang mengarah langsung ke patung perjuangan yang berada di tengah Alun alun. Suasana ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang dan riuh orang orang yang juga bersantai di Alun alun.

Kami pun duduk ditemani es doger yang kami beli dari salah satu penjual yang berjualan di sekitar Alun alun.

"Gimana tawarannya? Kata ibu lo tinggal nunggu keputusan lo doang." Ucap Ali sambil meminum es doger. Aku pun terdiam memikirkan pertanyaan itu.

"Kamu beneran? Ga bercanda kan?" Ucapku mewanti wanti.

"Gue serius Fan. Harus berapa kali sih gue ngomong ini sama lo?" Ucap Ali memegangi pundak ku.

"Ya kamu juga baru dateng langsung ngomong kaya gitu. Aku kan kaget." Ucapku dengan ekspresi cemberut.

"Yaudah mau apa ga nih?" Ucap Ali dengan menggodaku. Aku pun hanya terdiam sambil meminum es doger ku.

"Lo kenapa sih Fan ga pernah mau gue lamar? Kan lo sendiri ya minta kejelasan dari gue." Ucap Ali kesal kepadaku. Aku pun merasa bersalah atas apa yang ku lakukan kepadanya.

"Aku takut kalau aku terima lamaran kamu. Berarti aku juga harus terima konsekuensi jika aku harus operasi. Terus yang aku takutin kamu bakal ninggalin aku suatu saat nanti." Ucapku dengan perasaan kalut.

"Bukannya kita udah pernah bahas. Kan lo udah denger penjelasan dari gue tentang hal ini. Kenapa masih dipikirin?" Ucap Ali dengan tegas. Perlahan air mataku pun turun tak bisa ku bendung. Ali pun berusaha menenangkan ku.

"Kamu pikir operasi itu hal yang gampang. Terus kalau nanti suatu saat kamu berubah pikiran gimana? Emang kamu bakal tetap pada pendirian kamu?" Ucapku dengan keras. Ali pun mengusap wajahku yang basah dengan air mata.

"Iya gue tau kok. Dan gue mau lo yang sadarin gue disaat gue udah kelewat batas kaya gitu." Ucap Ali berusaha menenangkan ku.

"Emang gampang? Enak aja bilang gitu." Ucapku dengan ketus sambil menepis tangan Ali yang sedang mengusap wajahku. Ali pun hanya tersenyum melihat tingkahku.

"Ga salah emang Fan gue ubah lo dari cowok dekil jadi cewek cantik kaya gini." Ucap Ali dengan cengengesan. Aku pun terperanjat memukulnya.

"Aku benci sama kamu. Gara gara kamu aku jadi kaya gini." Ucapku kesal dengannya. Ali pun tertawa dan berusaha menghentikan ku yang terus memukulnya.

"Udah. Sakit tau Fan. Masak setiap ketemu lo pukul gue terus?" Ucap Ali sambil memegangi tangannya.

"Bodoamat." Ucapku ketus. Aku pun memandangi ke arah jalan. Ku lihat sebuah keramaian yang menyejukkan hati.

"Oh ya. Semenjak disini. Gimana keadaan lo Fan? Enak ga tinggal disini jadi Fanny?" Ucap Ali sambil menyuruhku untuk bersandar di bahunya.

Aku pun menyandarkan tubuhku di bahunya dan mulai bercerita. Ku ceritakan semua yang ku alami mulai dari ceritaku saat digoda pria di warung. Bertengkar dengan Sasa. Sampai dengan Andi. Semua ku ceritakan.

"Jadi Andi temen lo? Bukan siapa siapa kan?" Ucap Ali menatapku tajam.

"Ih apaan sih Al. Ga tau dia temen aku dulu. Cuma gatau kayanya dia ga ngenalin aku sekarang. Taunya aku orang baru disini." Ucapku menjelaskan hubunganku dengan Andi.

"Tapi lo ga suka kan sama dia?" Ucap Ali dengan tatapan tajam. Aku pun mengibaskan tanganku diwajahnya karena risih dengan tatapannya.

"Ga Al. Aku cuma suka kamu kok." Ucapku dengan ketus. Ali pun nampak berbunga bunga dengan ucapan ku yang hanya asal ceplos.

"Ya gue cuma khawatir aja Fan. Masak calon istri gue mau diembat sama orang lain." Ucap Ali dengan tertawa. Aku pun hanya mendengus kesal mendengar ia berbicara.

"Terus masalah Sasa sama lo gimana?" Ucap Ali dengan nada serius. Aku pun terdiam mengingat kejadian kemarin saat bertengkar dengan Sasa.

"Ya gitu. Masak aku dituduh godain pacarnya. Orang aku aja gatau pacarnya yang mana. Lagian aku ga pernah godain siapa siapa kalau di warung." Ucapku dengan kesal.

"Ya makanya. Kalau jadi cewek jangan kecentilan. Kan itu akibatnya." Ucap Ali sambil mentoyor kepalaku dengan tangannya.

"Ih Ali. Kamu bela siapa sih? Aku atau sasa?" Ucapku kesal karena tingkahnya.

"Ya siapa aja. Gue juga ga liat gimana ceritanya langsung kan?" Ucap Ali dengan enteng.

"Oh jadi gitu. Jadi kamu ikhlas kalau calon istrimu di tuduh ngegodain pria lain?" Ucapku berusaha menakutinya.

"Emang lo udah terima lamaran gue?" Ucap Ali dengan spontan.

"Lamaran sih belum. Kan belum bikin acara lamaran." Ucapku dengan enteng.

"Sip. Besok kita lamaran." Ucap Ali sambil menarik tanganku.

"Mau kemana? Sini aku kan mau cerita dulu." Ucapku menyuruhnya untuk duduk lagi.

"Hehe. Gue seneng Fan. Akhirnya kita bisa nikah." Ucap Ali dengan ekspresi mesum. Aku pun merasa jijik melihatnya yang konyol.

"Tapi awas lo kalau lo selingkuh. Gue potong burung lo." Ucapku dengan ekspresi menakutinya. Ali pun hanya terdiam menelan ludah melihatku yang terlihat serius mengucapkannya.

"Iya iya. Gue ga bakalan selingkuh kok." Ucap Ali dengan bergidik ngeri.

Aku pun menyuruh kepada Ali untuk pulang. Mengingat hari yang sudah semakin larut. Kami pun menyusuri jalan kota yang mulai sepi. Tak jarang kami yang bernyanyi bersama di atas motor untuk mengusir keheningan.

Sesampai di rumah Aku pun menyuruh Ali untuk tidur dikamar ku.

"Tuh. Tidur dikamar ku dulu. Kamarnya penuh soalnya ada kakak aku." Ucapku menyuruh Ali untuk masuk ke kamarku.

"Terus lo tidur dimana?" Ucap Ali sambil merebahkan dirinya di kasur.

"Sama ibu lah." Ucapku sambil bergegas keluar dari kamar.

"Bentar. Gue mau ngomong dulu sama lo." Ucap Ali menggapai tanganku.

"Apa lagi? Kan udah malem. Apa ga bisa besok?" Ucapku dengan kesal karena mengantuk.

"Gue pengen Fan." Ucap Ali membisikiku. Aku pun bingung dengan ucapannya.

"Hah. Pengen apaan?" Ucapku dengan ekspresi bingung. Ku lihat ekspresi Ali yang tersenyum jahat kepadaku.

"Biasa. Kaya yang waktu itu." Ucap Ali sambil mengodeku tentang kejadian waktu aku disetubuhi olehnya.

"Mau aku gampar? Pakai tangan kanan atau kiri?" Ucapku sambil melayangkan tanganku yang sudah ingin menamparnya.

"Eh enggak enggak jadi deh. Ya udah tidur sana!" Ucap Ali ketakutan melihatku.

"Sekali lagi kamu ngomong gitu aku usir kamu dari sini." Ucapku dengan tegas. Ali pun hanya terdiam sambil sesekali menelan ludah melihatku marah.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang