Dituduh

2.9K 56 0
                                    

Berhari hari setelahnya. Andi pun semakin sering mendatangiku. Tak lupa ia pun meminta nomorku untuk di simpan di hpnya. Kami pun menjadi sering berkabar. Tak jarang aku meminta Andi menemaniku telponan tengah malam hanya karena aku belum ngantuk.

Hubunganku dengan Andi pun di ketahui oleh kak Vita dan Kak rumi. Membuat mereka semakin menggodaku. Aku pun hanya bisa mendengus kesal. Saat mereka menggodaku.

Bagiku. Hubunganku dengan Andi hanya sebatas teman saja. Aku pun belum mau memikirkan tentang percintaan dulu. Bagiku akan merepotkan bila aku harus suka sama seorang laki laki.

Apalagi jika aku harus menikah. Ku takutkan bila harus seperti kak Vita dan kak Rumi yang selalu di tinggal merantau dalam waktu yang lama dan jarang berkabar oleh kakak kakakku.

Ya wajar saja. Kedua kakakku bekerja sama seperti kebanyakan laki laki di desaku. Mereka bekerja di sebuah kapal yang berlabuh sampai ke luar pulau. Membuat mereka harus menahan rindu karena di tinggal selama berbulan bulan.

Malam hari. Ku sibukkan dengan menonton Tv ditemani dengan beberapa cemilan. Ku rentangkan kakiku yang terasa pegal. Setelah seharian mengurusi pembeli di warung.

Acara Tv yang menampilkan sinetron kesukaanku pun membuatku sedikit lupa akan rasa capek ku tadi. Sementara Ibu langsung tidur setelah makan malam. Mungkin ia terlalu capek dengan rutinitas yang ia jalani. Di umur ia yang sudah semakin tua.

Di tengah asyiknya aku menonton Tv. Tiba-tiba dering Hp mengagetkanku. Ku lihat suatu panggilan masuk yang ternyata dari Ali.

"Halo Al. Gimana kabarnya?" Ucapku dalam telepon.

"Alhamdulillah. Gimana betah ga tinggal di sana?" Ucap Ali.

"Betah lah. Ini kan rumah aku. Masak ga betah." Ucap aku

"Kirain lo ga betah. Terus mau tinggal disini lagi." Ucap Ali.

"Alah kamu aja udah lupa sama aku. Buktinya kamu ga pernah ngabarin sedikitpun ke aku." Ucap aku.

"Gue sibuk Fan. Kemarin gue harus ke luar kota selama berkali kali. Ini aja gue sempet sempetin." Ucap Ali.

"Gitu. Yaudah. Ga penting juga kan kamu kasih tau aku." Ucap Aku.

"Ga gitu juga kali Fan. Masak calon istri ga gue kasih kabar." Ucap Ali.

"Kebiasaan. Udah ah. Kalau mau gombal sana jangan sama aku." Ucap aku.

"Yaudah. Oh ya. Nanti gue mau kesana. Masakin yang enak ya." Ucap Ali.

"Ha. Kapan?" Ucap Aku.

Tiba tiba panggilan pun berakhir. Aku pun merasa kesal dengan Ali yang mematikan telpon seenaknya saja. Padahal ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadanya.

Mengingat akhir akhir ini kami jarang bertanya kabar satu sama lain. Bahkan untuk waktu yang lama. Ya aku sudah tau pasti ia sedang sibuk jika tidak mengabari aku. Maka dari itu aku tak ingin mengganggu ia dalam bekerja.

Aku pun melanjutkan menonton Tv. Suasana sepi membuatku dapat fokus mengamati cerita yang sedang di mainkan.
Tanpa sadar Sasa. Adikku yang telah duduk di sampingku.

"Kak Fanny belum tidur?" Ucap Sasa memandangiku.

"Belum. Masih seru. Kamu sendiri ga tidur?" Ucapku sambil terus fokus ke layar Tv.

"Belum. Nanti aja." Ucap Sasa dengan nada datar.

"Kak. Bisa ga kakak jangan kecentilan kalau di warung?" Ucap sasa dengan ketus. Aku pun terperanjat heran mendengar ucapannya.

"Hah. Siapa? Kakak? Emang kakak centil?" Ucapku dengan ekspresi penuh tanya. Aku pun bingung dengan maksud ucapannya barusan.

"Kakak ga ngerasa apa? Semenjak ada kakak. Laki laki disini jadi pada lari sama kakak semua. Termasuk pacar aku." Ucap sasa dengan nada kasar. Aku pun juga ikut terpancing dengan ucapannya.

"Kok jadi salahin kakak sih? Salah mereka lah kenapa mereka suka sama kakak. Lagian kakak ga pernah centil sama mereka." Ucapku dengan ketus melihat ia memandangiku dengan tatapan tak suka.

"Alah. Bilang aja kakak pengen punya pacar kan? Lagian gitu amat sih caranya. Kaya cewek murahan banget." Ucap Sasa menghinaku. Aku pun menamparnya dengan keras.

"Jaga ya omongan kamu. Emang kamu lihat sendiri kejadiannya kaya gimana? Kamu aja ga pernah bantu di warung. Lagian kakak juga ga tau pacar kamu yang mana." Ucapku dengan nada tinggi. Aku pun langsung pergi menuju ke kamar. Menghindari cekcok yang lebih besar. Sehingga akan membangunkan ibu atau sampai kedengaran tetangga.

Aku pun meratapi di dalam kamar. Ku ratapi semua yang ku lakukan selama ini kepada Sasa seperti masalah saja baginya. Bahkan setelah aku menjadi wanita seperti ini. Ku pikir ia akan menjadi akrab denganku karena sama sama wanita. Ternyata sama juga.

Apalagi dengan sikapnya yang tak pernah mau membantuku bahkan ibu. Mau itu pekerjaan rumah atau di warung. Ia pun tak pernah ikut. Padahal sebagai seorang wanita. Ia juga seharusnya ikut membantu. Namun yang ada ia terus merepoti kami.

Pagi hari ku terbangun dan segera membersihkan tubuh. Ku lihat ibu yang sudah ada di dapur sedang memasak.

"Masak apa bu?" Ucapku menghampirinya.

"Ini ibu goreng ikan." Ucap Ibu sambil membolak-balik ikan. Aku pun hanya mengamati dibelakang ibu karena tak ada yang harus aku kerjakan.

"Kamu tadi malam kenapa sama sasa?" Ucap Ibu menanyaiku.

"Hah. Emang kenapa?" Ucapku berusaha mengelak tentang kejadian semalam.

"Udah gausah ditutup tutupi. Ibu tadi malam itu denger." Ucap ibu. Aku pun menceritakan kejadian semalam kepada Ibu. Ku ceritakan tanpa ada terlewat satu pun.

"Kok bisa sih? Ibu perhatiin kamu di warung biasa biasa saja." Ucap ibu dengan heran. Aku pun merasa lega karena sepertinya ibu mendukungku.

"Ya makanya itu bu. Padahal aku juga ga pernah ngobrol sama mereka. Cuma satu dua orang doang yang emang aku kenal." Ucap aku

"Udah. Itu biarin jadi urusan ibu. Kamu tenang aja." Ucap Ibu menyuruhku.

"Jangan bu! Ibu kan tau sasa gimana galaknya. Fanny ga mau ibu di marahi sama Sasa." Ucapku sambil memegangi tangannya.

"Udah tenang aja. Ibu cuma mau nasehatin sedikit doang sama Sasa." Ucap ibu sambil mengelus rambutku.

Ibu pun menyuruhku untuk sarapan dan segera membantunya membuka warung. Aku pun mulai tenang karena ada ibu yang akan membelaku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang