Rumah

3.4K 65 5
                                    

Sasa pun terus mengamati ku. Aku pun semakin risih dengannya. Ibu pun hanya tersenyum melihat sasa yang bingung.

"Gatau bu. Dia siapa sih?" Ucap Sasa yang sudah putus asa. Ibu pun langsung menjelaskan kepadanya siapa aku sebenarnya. Ku lihat ekspresi kaget darinya yang tak percaya jika aku adalah kakaknya. Ibu pun juga menjelaskan bagaimana aku bisa sampai seperti kepada Sasa.

"Dia kak Ilham? Masak sih. Kak Ilham kan jelek. Masak ia jadi cantik kaya gini?" Ucap Sasa dengan seenaknya. Aku pun langsung menjitak kepalanya karena kesal dengan ucapannya.

"Enak aja ya bilang aku jelek. Aku ganteng tau." Ucapku yang kesal. Sasa pun hanya meringis kesakitan karena jitakan ku.

"Tapi kalau ini kakak. Hebat banget bisa jadi cantik gini. Aku aja kalah." Ucap Sasa. Sekejap aku pun merasa salting dengan ucapan sasa. Tak ku sangka jika aku akan dibilang cantik oleh orang lain.

"Ya siapa dulu dong. Emang kamu. Skincare aja mahal. tapi ga ada hasilnya." Ucapku meledeknya. Ia pun marah kepadaku dan mencoba memukulku namun berhasil ku tepis.

Ibu pun tertawa melihatku dan sasa yang kembali akrab.

"Udah. Fan. Sana mandi! Sasa. Ayo bantu ibu masak!" Ucap Ibu melerai kami yang tengah asyik bercanda.

"Yah bu sasa ga mau masak. Sasa lagi ada kerjaan nih." Ucap Sasa dengan merengek kesal. Ibu pun hanya menghela nafas karena sudah tau dengan perilaku sasa.

"Bilang aja ga mau. Gausah pakai alasan begituan." Ucap ibu yang tak mau memperpanjang urusan dengannya.

"Aku bantuin boleh ga bu?" Ucapku yang belum mau mandi. Jadi aku bisa buat alasan.

"Mandi. Dari tadi siang kamu belum mandi." Ucap ibu dengan tegas. Aku pun segera ke kamar mandi karena takut dengan ibu.

Segera ku basuh seluruh tubuhku. Ku basuk mulai dari ujung rambut sampai kaki. Setelah selesai aku pun melilitkan handuk untuk menutupi tubuhku. Aku pun langsung menuju ke kamarku yang telah di bersihkan dan segera ganti baju.

Segera ku pakai cd dan bra ku yang telah ku ambil di dalam koper yang aku bawa. Dan aku padukan dengan daster motif bunga berwarna kuning yang menurutku sangat pas untuk di dalam rumah seperti ini. Aku pun merias diriku dengan sedikit make up agar wajahku yang tak terlihat pucat dan nampak segar.

Aku pun keluar setelah ibu memanggil ku untuk ikut makan bersama. Ku lihat sasa dan ibu yang sudah berada di meja makan. Aku pun duduk disalah satu kursi yang kosong. Segera ku ambil piring dan bersiap untuk makan.

"Itu payudara asli kak?" Ucap Sasa yang mengamati ku. Sepertinya ia belum percaya dengan perubahan ku.

"Asli lah. Emang payudara ada yang palsu." Ucapku dengan ketus dan fokus untuk makan.

"Kok kakak bisa punya payudara segede itu sih?" Ucap Sasa dengan nada kesal. Aku pun tersedak dengan ucapan sasa barusan.

"Maksud kamu?" Ucapku yang bingung. Ibu pun hanya terdiam dan juga bingung dengan ucapan sasa.

"Kakak ga lihat diri kakak sendiri. Wajah cantik. Payudara gede. Tubuh kakak juga bagus. Idaman cewek cewek malahan. Apalagi dengan kakak pakai daster kaya gitu. Aku yang sebagai cewek tulen merasa tersaingi tau." Ucap Sasa mengomel tak jelas kepada. Aku pun tertawa dengan ucapan sasa. Bagaimana bisa ia bisa iri kepadaku.

Aku pun hanya tertawa mendengar berbagai ocehan Sasa tentang diriku yang katanya lebih cantik darinya. Menurutku. Ini semua hanya titipan dari tuhan yang telah diberikan kepadaku.

Ibu pun menyuruh kami untuk segera menghabiskan makan malam. Setelah selesai aku pun membantu ibu yang tengah mencuci piring. Ku lihat sasa yang langsung masuk ke kamar. Sedikit rasa kesal ku kepadanya yang tak membantu ibu.

Setelah selesai mencuci piring. Aku pun beranjak ke kamar dan berniat untuk tidur. Ya walaupun sebenarnya aku belum ngantuk. Namun apalah daya tak ada teman yang bisa aku ajak ngobrol. Karena tak mungkin aku mengajak ibu yang ingin tidur. Tak mungkin dengan sasa yang ku lihat masih cemburu kepadaku.

Aku pun hanya berdiam diri di kamar. Ku lihat ponselku yang memberikan notifikasi panggilan tak terjawab. Ku lihat beberapa panggilan dari Ali. Terlintas di pikiranku untuk meneleponnya. Ya itung itung sebagai mengisi kegabutanku.

"Halo. Ada apa fan?" Ucap Ali menjawab panggilanku.

"Bukannya kamu ya nelpon dulu ya? Kok tanya aku sih." Ucapku dengan nada bingung. Aku pun membaringkan tubuhku dengan memeluk bantal di sisiku.

"Iya iya. Btw udah sampai rumah?" Ucap Ali.

"Udah. Ini mau tidur."

                                          "Yaudah kalau mau tidur. Besok aja nelponnya."

"Ih apaan sih Al. Ntar dulu gih. Aku mau cerita." Ucapku dengan nada kesal.

"Iya iya. Cerita apa?" Ucap Ali. Aku pun menceritakan semua yang ku alami Tentang sasa yang kaget melihat diriku. Ali pun mendengarkan dengan seksama. Tak jarang ia yang berkomentar lucu tentang sasa yang ku ceritakan jika ia iri dengan tubuhku.

"Al. Emang tubuhku ini bagus ya? Kok kata sasa tubuhku ini idaman cewek cewek?" Ucapku yang ingin mendengar jawaban dari Ali.

                                         "Hem. Ya emang lo ga lihat diri lo sendiri?"

"Aku mau minta jawaban dari orang lain tau. Kalau dari diri sendiri ya aku udah tau."

                                         "Terus kenapa nanya?"

"Tau ah. Mending gue matiin nih telepon dari pada nelpon lo ga jelas."

                                         "Ets Fan. Jangan tutup dulu. Iya iya gue mau ngomong."

"Yaudah gimana?"

                                            "Ya gitu deh."

"Gitu gimana Al. Kasih penjelasan setengah setengah gitu."

                                             "Gini ya. Lo ingat ga waktu gue nidurin lo. Nah itu lo pasti tau kan."

"Oh gitu ya. Yaudah gue mau tidur. Bye." Ucapku sambil menutup telepon. Aku pun merasa kesal dengannya. Ingin sekali ku jitak kepalanya.

Beberapa pesan pun masuk dari Ali. Namun tak ku balas. Entah kenapa mau itu lagi bareng atau tidak. Ali selalu saja membuatku kesal.

Tiba tiba aku pun kepikiran dengannya.
Ku bayangkan ia yang sendiri di sana. Aku pun tau jika ia meneleponku juga karena ia kesepian setelah aku pergi. Namun aku malah menutupnya tanpa ada basa basi sedikitpun.

Aku pun mencoba untuk tidur. Agar besok bisa bangun pagi untuk mengurus semua data kependudukan ku. Aku pun segera terlelap tanpa membalas chat Ali yang mulai memenuhi layar notifikasi ku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang