Sakit

4.3K 58 0
                                    

Berbulan bulan setelah kejadian itu. Usia kehamilanku yang sudah memasuki bulan kesembilan membuatku sedikit takut akan persalinan nanti. Apalagi dengan yang biasa aku dengar jika masa persalinan adalah masa pertaruhan nyawa antara aku dan bayiku.

Untungnya. Ada Ali yang selalu siap menjagaku. Tak jarang ia yang membuatku bak ratu dirumah. Ibu pun turut menyusul ke Bandung. Ia yang sangat ingin sekali melihat persalinanku dan menemaniku jikalau Ali tak bisa menemani.

Aku pun seperti mendapat sebuah semangat dalam hidupku. Walaupun tubuhku yang semakin hari semakin melar dan terlihat tak terurus. Namun ku usahakan agar dapat melahirkan bayi ini secara normal dan dapat lahir secara sehat.

*
Malam itu aku yang terbangun karena rasa lapar yang menyerang perutku. Terbesit rasa ingin makan pecel lele. Aku pun segera membangunkan Ali. Berharap ia dapat membelikannya untukku.

"Mas. Beliin pecel lele dong!" Ucapku dengan memasak ekspresi manja kepadanya. Ia pun bingung menatapku dengan sedikit ngantuk.

"Jam segini mau pecel lele? Mana ada yang jual." Ucap Ali yang kesal karena aku bangunkan.

"Ih mas. Aku lagi pengen tau. Pliss beliin!" Ucapku merengek. Ku goyangkan tangannya agar ia mau membelikannya.

"Besok aja ya! Nanti pagi pagi aku beliin." Ucapnya sambil tertidur lagi. Aku pun merasa kesal dengannya.

"Yaudah kalau gamau. Tapi jangan salahin kalau nanti bayinya ngileran ya!" Ucapku dengan kesal menakut nakutinya. Aku tau setiap kali aku mengeluarkan alasan ini. Pasti Ali akan segera menuruti kemauanku.

Ia pun langsung bangun dan bergegas memakai baju. Ku lihat ekspresinya yang sebenarnya kesal denganku.

"Bilang aja kalau yang mau itu kamu! Gausah bawa bawa anak kita juga." Ucapnya sambil mendekatkan wajahnya kepadaku. Aku pun tertawa melihat ekspresinya yang menahan kantuk.

Segera Ali memacu motornya dan pergi. Aku pun berniat membuat teh hangat untukku sembari menunggu Ali pulang. Sekitar 30 menitan. Ali pun pulang. Ku lihat ia yang menenteng sebuah plastik berisi pesanan ku.

Ali pun menghampiriku yang duduk di kasur. Ia pun menyerahkan pecel lele itu untukku dan melepaskan bajunya. Sepertinya ia ingin cepat cepat tidur.

"Makasih ya mas. Mas baik deh." Ucapku memujinya. Ali pun hanya mendengus kesal dan segera berbaring di kasur.
Aku pun segera memakan pecel lele itu. Rasa pedas dan gurih membuat hasrat ku terpenuhi.

"Ehm mas mau ga?" Ucapku mencoba menawarinya. Ku lihat Ali yang bermain ponselnya.

"Tumben mau bagi? Biasanya makan sendiri." Ucapnya dengan tatapan sinis.

"Yaudah kalau ga mau. Aku makan sendiri juga bisa kok." Ucapku dengan kesal. Tiba tiba Ali pun langsung beranjak dan mau merebut pecel lele ku.

"Sini! Katanya buat mas?" Ucapnya penuh dengan semangat. Segera ku suapi ia. Ali pun memasang wajah senyum bak anak kecil.

Di tengah kehangatan kami. Tiba tiba aku pun merasakan sakit di perutku. Perutku yang tiba tiba merasa tidak enak dan sangat sakit membuatku berteriak kesakitan. Ali pun panik dan segera menuntunku.

Ibu pun terbangun mendengar teriakanku. Dibopongnya aku menuju ke Mobil. Dan segera Ali segera memacu mobil.

"Bu sakit bu..!!" Ucapku merengek karena rasa sakit yang tak kunjung hilang ini. Ibu pun mencoba menenangkan aku. Sementara Ali terus memacu mobilnya dengan hati hati agar selamat sampai tujuan.

Sesampainya di rumah sakit. Aku segera di bantu menuju ke ruang bersalin oleh beberapa perawat yang membantu kami.

Hatiku pun semakin kalut melihat ruangan itu. Terlihat beberapa perawat dan satu dokter yang akan memeriksa tubuhku. Rasa takut akan melahirkan membuatku tak bisa berfikir jernih.

"Mas aku takut." Ucapku dengan ekspresi ketakutan saat Ali membaringkan tubuhku di sebuah kasur.

"Udah mas disini kok. Tenang aja!" Ucapnya sambil berusaha menenangkan ku. Ku genggam erat tangannya. Rasa takut yang berkecamuk dalam hatiku belum juga usai.

Dokter pun memeriksa kandunganku. Rasa sakit yang masih menggerogoti tubuhku pun belum juga usai. Berkali kali ku tarik baju yang dipakai Ali sebagai pelampiasan ku.

"Ibu gapapa kok. Ini wajar untuk ibu hamil. Kandungan Ibu sekarang sudah memasuki pembukaan ketiga. Dan masih akan terus berlanjut seiring berjalannya waktu." Ucap Bu Dokter itu setelah memeriksaku. Aku yang tak tau tentang melahirkan pun bingung dengan penjelasan dokter tadi.

"Apa masih panjang dok? Untuk istri saya melahirkan." Ucap Ali bertanya tentang kondisiku kedepannya.

"Untuk melahirkan. Dibutuhkan sampai 10 pembukaan. Dan itu tak bisa dikira kapan akan terjadi. Bisa cepat. Bisa juga lambat." Ucap Bu dokter itu.

"Dan kami mohon untuk bapak untuk tidak jauh jauh dari istri bapak. Karena istri bapak akan mengalami sakit yang bertambah seiring pembukaan." Ucap Bu dokter itu lagi. Aku pun semakin ketakutan mendengar penjelasan tadi. Baru pembukaan ketiga saja udah begini rasa sakitnya. Apalagi sampai 10.

Bu dokter pun pergi meninggalkan kami. Tak lupa aku pun di beri obat pereda nyeri  agar dapat meminimalisir rasa sakit yang ku alami. Ali pun ijin keluar untuk mengambil perlengkapan yang aku butuhkan di rumah dan mengabari kak Novi dan keluargaku di kampung.

"Yang kuat ya! Ibu yakin pasti kamu kuat." Ucap Ibu mencoba memberiku semangat. Aku pun merasakan tenang dan rasa sakit ku yang memudar saat ibu mengelus perutku.

"Fanny ga kuat bu. Ini aja udah sakit. Masak mau di tambah lagi sih." Ucapku dengan kesal. Ibu hanya tersenyum melihatku.

"Ibu aja kuat ngelahirin kalian berempat. Masak kamu satu aja ga kuat?" Ucap Ibu mengejekku. Aku pun hanya terdiam mendengar ucapan ibu. Terfikir bagaimana rasa sakit yang ibu terima saat melahirkan kami.

"Ini itu ujian buat kamu. Kamu kan tau kalau seorang wanita bersusah payah melahirkan itu ganjarannya besar. Ya sepadan dengan apa yang ia rasakan juga." Ucap Ibu yang membuatku kembali semangat. Ku hapus semua rasa takut di hati. Agar tak menggangguku nanti.

Ibu pun menceritakan semua yang ia alami saat melahirkan aku dan saudaraku. Aku pun mendengarkannya. Aku pun menjadi tenang dan mulai terbiasa dengan rasa sakit ini. Tak jarang ibu yang mengajariku agar dapat melahirkan secara normal.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang