Kesalahan

3.2K 50 0
                                    

Seminggu aku di kampung. Ibu pun mengajariku untuk menjaga kesehatan janin. Di temani oleh kak vita dan kak rumi yang juga membantuku agar nanti dapat melahirkan secara normal.

Aku pun tak di perbolehkan untuk makan makanan yang kurang gizi. Apalagi semacam makanan cepat saji. Seperti saat aku di Bandung. Aku pun tak di perbolehkan untuk banyak bergerak. Suatu hal yang ku benci saat kehamilanku ini.

Hari itu. Aku pun hanya diam diri dirumah. Ku lihat Kak Arie dan Ali yang tengah membetulkan atap rumah yang telah usang. Sementara Ibu dan Kak Vita yang menyiapkan suguhan untuk mereka berdua. Dan sesekali membantu sebisa mereka.

Perasaan kesal pun tersirat di hatiku. Aku yang hanya terdiam memandangi mereka yang sedang bekerja. Sementara aku hanya bisa berdiam diri tanpa melakukan apa apa.

"Mas. Aku pengen bantu. Boleh ya!" Ucapku memohon kepada Ali. Ku lihat Ali yang sedang beristirahat sambil meminum minuman yang sudah disuguhkan.

"Fan. Kamu ini lagi hamil. Udah gausah! Sana kedalam aja!" Ucap Ali dengan ekspresi tak suka. Aku pun makin kesal. Tak ada satu pun yang dapat mengerti diriku.

"Mas aku bete tau. Sekali ini aja ya! Yang ringan ringan juga gpp." Ucapku sambil memeluknya agar ia luluh kepadaku. Walaupun Ali yang banjir keringat di sekujur tubuhnya. Namun yang terpenting Ali dapat menuruti permintaanku.

"Udah gausah. Kamu ini masih hamil mintanya yang aneh aneh aja." Ucap Ali dengan ketus. Aku pun melepaskan pelukanku dan segera masuk ke kamar. Rasa marah dan kesal berkumpul menjadi satu.

Seharian aku pun tak mau keluar dari kamar dan tak berbicara kepada siapapun. Aku pun semakin kesal saat tak ada satupun orang yang memperdulikan keberadaan ku.

Dikamar aku pun hanya bermain dengan ponselku. Sekedar melihat hiburan agar kekesalanku memudar. Sampai tak terasa hari yang sudah sore.

Tiba tiba. Ali pun masuk kedalam kamar. Ku lihat ia yang baru mandi dengan handuk yang membelit tubuhnya. Aku pun hanya diam dan memasang wajah kesal Seperti tak melihatnya.

"Mau jalan jalan ga?" Ucapnya yang duduk di sampingku. Aku pun terperanjat saat Ali mengucap kata itu. Aku yang tadinya kesal mendadak luluh.

"Ayok. Mau jalan jalan kemana?" Ucapku dengan bersikap manja kepadanya. Sudah lama Ali tak mengajakku jalan jalan.

"Terserah deh. Mas turutin." Ucap Ali. Aku pun segera mengganti pakaian. Segera ku rias wajahku agar tak terlihat pucat. Rasa antusias ku membuatku semangat kembali.

Setelah selesai. Aku pun segera menarik tangan Ali menuju ke depan rumah. Tanpa memperdulikan ia yang belum bersiap siap.

"Mau naik motor? Kita naik mobil aja ya!" Ucapnya melihatku yang sudah stand by di motor.

"Ga mau. Aku mau naik motor aja!" Ucapku sambil memasang wajah memelas. Ali pun hanya bisa menuruti kemauanku.

Segera di ambilnya kunci motor dan memakai helm. Kami pun segera meluncur berkeliling kota. Sampai tiba tiba. Ali memberhentikan motor di depan restoran dekat pusat perbelanjaan.

"Kok berhenti?" Tanyaku karena berhenti tiba tiba.

"Kita makan dulu!" Ucap Ali sambil memarkirkan motornya.

"Aku ga laper mas. Nanti aja ya!" Ucapku memohon.

"Kalau kamu ga laper terserah sih. Tapi bayi kamu butuh asupan." Ucapnya singkat sambil menggandeng tanganku untuk masuk.

"Kalau sampai bayi ini kenapa kenapa. Awas kamu." Ucapnya menatapku tajam. Sekejap aku pun menelan ludah melihat tatapannya.

"Ih mas ini sayang aku atau bayi ini sih?" Ucapku dengan kesal dan berniat memukulnya.

"Habis kamu kalau di kasih tau suka ngeyel. Mending mas sama dede bayi kan." Ucapnya sambil meninggalkanku di salah satu meja. Ku lihat ia yang tengah memesan. Rasa kesal pun kembali merasuki tubuhku. Bagaimana bisa aku harus hidup sama orang yang suka sekali bikin aku kesal.

Ali pun datang membawa makanan yang di pesan. Ia pun menyodorkan ku sebuah menu yang mirip salad. Sementara ia yang kulihat memakan makanan yang aku sukai. Sebuah bakmie dengan isian daging sapi panggang.

"Dikira aku kambing apa disuruh makan makanan beginian?" Ucapku memarahi Ali. Ia pun terperanjat mendengar ucapan ku.

"Fan. Jangan kenceng kenceng! Malu dilihat orang orang nanti." Ucap Ali menyuruhku mengecilkan suara. Namun aku tak perduli karena sudah terlanjur kesal.

"Mas kan tau aku ga suka makanan beginian." Ucapku dengan kesal kepadanya.

"Ini buat janin kamu Fan. Biar dia sehat." Ucapnya membuat Alibi. Aku pun tak perduli dengan alasannya.

"Bayi ini terus aja yang dipikirin. Sampai mas lupa sama aku." Ucapku dengan nada tinggi. Ku lipat kedua tanganku dengan wajah kesal kepada-nya.

"Kalau tau gini. Lebih baik aku ga hamil aja." Ucapku menambahi.

Tiba tiba. Ali pun menghentak meja makan. Aku pun tersentak mendengar hentakan yang keras. Ku lihat ekspresi yang marah kepadaku.

"Kamu ini maunya apa sih? Dari tadi yang aku lakuin salah terus." Ucapnya dengan nada tinggi. Aku pun hanya terdiam ketakutan melihat ekspresinya yang marah besar kepadaku.

"Dari kemarin itu aku udah nahan emosiku gara gara nahan tingkah kamu yang kaya gitu. Tapi kali ini udah keterlaluan." Ucapnya mengimbuhi. Ku lihat beberapa orang yang melihatku karena mendengar Ali marah.

Tanpa di sadari. Aku pun meneteskan air mata. Ku lihat Ali yang tak bergeming dan tetap memasang wajah marah kepadaku. Segera aku pun berlari keluar pintu.

Ku berhentikan sebuah taksi dan segera masuk. ku suruh supir taksi itu untuk segera pergi. Ku lihat dari balik kaca Ali yang mengejar ku.

Di dalam mobil aku pun menangis. Tak ku sangka Ali akan mengatakan seperti itu di hadapanku. Bahkan di depan orang banyak. Aku pun mengarahkan sopir menuju rumahku. Sopir itu pun tak banyak bicara setelah ku suruh untuk tak mencampuri urusanku. Sesekali dia hanya bertanya tentang jalan menuju rumahku.

Teringat ekspresi Ali tadi yang marah kepadaku. Suatu hal yang tak pernah ku dapati semenjak bertemu ia kembali. Bahkan dulu waktu kami bermusuhan pun. Ia tak semarah itu. Sepertinya kesalahan yang ku berbuat sudah parah kepadanya. Sehingga ia bisa semarah itu.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang