Biasa

3.3K 57 0
                                    

Semenjak itu. Kami pun menjadi jarang berbicara. Walaupun kejadian itu sudah 3 hari berlalu. Namun bayang bayangnya masih terasa dalam benakku.

Di rumah kami pun seperti tak mengenal satu sama lain. Walaupun kami masih tidur dalam satu kamar. Namun tak ada perbincangan antara kami. Aku pun makin tersiksa dengan keadaan ini. Ingin sekali aku meminta maaf kepadanya. Namun ku lihat ia yang sepertinya masih menyimpan amarah kepadaku.

Ibu pun banyak memberiku saran agar hubunganku kembali baik. Ibu yang sudah tau kejadianku waktu itu karena mendapati aku pulang sendiri saat itu. Ia pun tau setelah mendapat cerita dariku.

Ibu pun memberitahuku jika semua kejadian ini adalah pahit manisnya berumah tangga. Disuruhnya aku untuk tetap melakukan aktifitas sebagai seorang istri dan harus tetap tidur dengan Ali walaupun sedang bermusuhan.

*
Malam itu. Aku pun terbangun. Segera aku menuju ke kamar mandi karena ingin buang air. Setelah selesai. Aku pun menuju ke dapur yang bersebalahan dengan kamar mandi. Rasa haus yang berada di kerongkongan ku membuatku ingin menuntaskan hasrat ku. Aku pun membuat sebuah susu hangat untuk pelepas dahagaku.

Ku lihat di dapur yang ternyata tak ada air panas. Terpaksa aku pun harus memasak air terlebih dahulu. Ku nyalakan kompor dan mengisi air kedalam panci. Sembari menunggu aku pun menyiapkan bahan bahan untuk membuat susu hangat.

Tiba tiba aku dikejutkan dengan Ali yang terbangun. Ia pun menatapku yang sedang  berada di dapur. Ia pun melanjutkan tujuannya ke kamar mandi dan tak menghiraukan aku. Terbesit rasa takut terhadapnya. Entah kenapa setelah kejadian itu aku menjadi takut kepadanya.

Aku pun berusaha tak memikirkannya. Ku lihat air yang sudah matang. Aku pun bersiap mengangkat panci itu. Tiba tiba ku lihat kecoa yang berjalan menuju ku. Aku pun terkejut dan melemparkan panci itu secara reflek.

Tanpa sengaja. Air panas itu pun tumpah dan cipratannya mengenai kakiku. Aku pun meringis kesakitan. Ku lihat kecoa tadi yang menghilang bersembunyi.

Ali pun keluar dari kamar mandi mendengar jeritan ku. Dilihatnya aku yang tengah kesakitan akibat air panas. Aku pun merasakan takut melihat ia yang mendekatiku. Kenapa hal ini harus terjadi di saat seperti ini.

"Kenapa?" Ucapnya mendongakkan tubuhnya kepadaku. Aku pun tak berani menatapnya dan hanya meringis kesakitan.

"Gpp kok. Tadi cuma ga fokus aja." Ucapku dengan sedikit gemetar. Ku lihat ia yang tengah mengamati suasana dapur.

"Mau buat apa jam segini?" Tanyanya lagi kepadaku.

"Susu hangat. Aku lagi pengen." Ucapku singkat. Ku usahakan untuk berdiri dan melanjutkan lagi.

Tiba tiba Ali pun langsung mengambil panci yang ku lemparkan tadi. Aku pun hanya diam melihatnya. Ku lihat ia yang mengisi kembali panci itu dan memasaknya lagi. Ia pun juga menyiapkan sebuah gelas yang ia isi dengan susu bubuk dan gula.

"Tunggu ya!" Ucapnya singkat. Aku pun hanya mengangguk. Ku lihat ia yang cekatan membuat susu. Aku pun masih bingung dengan tingkahnya. Namun aku tak berani berkata banyak.

Setelah jadi. Ia pun menarikku untuk masuk ke dalam kamar. Aku pun bingung. Apa mungkin ia membuatkan susu untukku. Bukannya ia masih marah kepadaku.

"Cobain! Enak ga buatan aku?" Ucapnya sambil mengarahkan gelas itu kepadaku. Aku pun tercengang melihatnya. Segera ku minum susu itu agar Ali tak membuat marah dia. Ku seruput secara perlahan. Membuat dahagaku dan keinginan ku minum susu terpenuhi.

"Enak kok." Ucapku sambil meletakkan gelas di sudut meja. Entah kenapa aku pun menjadi salah tingkah di hadapannya. Ketakutan ku membuatku risih jika harus melakukan apa apa di depannya.

"Lain kali kalau mau apa apa itu bilang! Jangan kaya tadi." Ucapnya dengan ekspresi datar. Aku pun hanya mengangguk. Tak berani sedikit pun kutatap wajahnya.

"Ehm. Mas ga marah lagi sama aku?" Ucapku memberanikan diri. Ali pun terperanjat setelah menyiapkan diri untuk tidur kembali. Sekejap ia pun terdiam menatapku. Membuatku hanya bisa menundukkan kepala.

"Ga kok. Mas ga marah." Ucapnya sambil tersenyum tipis. Ia pun segera menarik tubuhku untuk tidur. di baringkannya tubuhku di sampingnya.

"Takut ya kalau mas marah?" Ucapnya sambil mengelus rambutku. Aku pun sedikit merasa lega. Ku alihkan kepalaku agar bersandar di dada bidangnya. Sambil sesekali memainkan jariku yang menari nari di tubuhnya.

"Ya siapa juga yang ga takut? Orang kemarin aja udah kaya mau psikopat gitu." Ucapku berterus terang. Ali pun tertawa mendengar ucapan ku.

"Maafin mas ya. Kemarin mas ga bisa ngontrol emosi mas. Jadi keceplosan deh." Ucapnya dengan lemah lembut. Aku pun masih tak menghiraukan. Rasa takut di hatiku sepertinya tak mau menghilang.

"Ehm. Mas nyesel ga nikah sama aku?" Tanyaku sembari menatapnya. Ia pun kebingungan mendengar ucapan ku.

"Kalau mas nyesel udah mas tinggalin kamu dari dulu." Ucapnya dengan ekspresi gurau. Aku pun segera memeluknya. Bagaimana pun aku tak mau jika Ali meninggalkanku.

"Ga boleh! Mas milik aku pokoknya!" Ucapku sambil memeluknya dengan erat. Aku pun juga menutup mulutnya yang akan berbicara.

"Mas tega apa mau ninggalin aku?" Ucapku dengan merengek kepada Ali. Ia pun hanya tertawa melihatku merengek.

"Itu kan kalau mas nyesel sayang." Ucapnya sambil merangkul ku dengan erat. Aku pun senang dapat merasakan kehangatan lagi.

"Besok besok jangan kaya gitu lagi ya! Mas tau kamu ga suka. Tapi semua itu mas lakuin biar kamu sama bayi kamu itu sehat nantinya." Ucapnya dengan lemah lembut kepadaku. Aku pun mendengarkannya sembari meresapi kehangatan tubuhnya yang tengah memelukku.

"Mas beneran sayang sama aku?" Ucapku dengan raut wajah polos. Ku lihat ia yang tersenyum kepadaku.

"Sini mas kasih tau sesayang apa mas sama kamu!" Ucap Ali sambil mengadahkan wajahku. Di kulumnya bibirku. Aku pun tak bisa melawan karena takut. Jika Ali akan marah lagi kepadaku.

Ku nikmati Ali yang tengah memuaskan aku. Ali pun semakin tak kekontrol. Dan mengajakku untuk bersetubuh. Aku pun hanya bisa pasrah. Lebih baik aku disetubuhi Ali ketimbang mendapatkan marah dari Ali lagi.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang