Teddy bear

5.6K 84 6
                                    

Kami pun mencoba berbagai wahana. Mulai dari rumah hantu, kora kora, kincir angin dll.

"Al ada permainan bagus tuh. Main yuk!" ucapku melirik permainan lempar kaleng susun di salah satu sudut. Kami pun langsung menuju ke tempat permainan itu.

Ali yang antusias langsung membayar ke penyedia mainan untuk dapat mencoba.

"Dapet dua nih. Lo mau nyoba ga? Tapi cuma 5 buah doang." Ucap Ali membawa sedikit bola tenis.

"Kok dikit sih?"

"Gatau katanya habis." Ucap Ali. Aku pun hanya mengambil 2 bola. Sementara Ali yang mempunyai 3 bola.

Aku pun mencoba melempar. Ku lempar bola pertama yang ternyata jauh dari sasaran. Aku pun mencoba kesempatan terakhir dengan fokus memperhatikan kaleng di depanku. Aku pun melempar. Namun hasilnya sama juga. Hanya menyerempet saja.

"Ih susah banget. Tau gini ga jadi main aja." Ucapku yang kesal dengan permainan ini yang menurutku tak akan ada yang bisa memenangkan.

"Kata siapa? Nih top city nya bandung." Ucap Ali menyombongkan diri sendiri. Aku pun hanya mendengus meremehkan ia.

Ali pun melempar bola yang mengenai kaleng tersebut. Namun tak ada satu pun yang jatuh.

"Tuh kan. Aku udah bilang apa?" Ucapku yang hampir senang melihat bola yang mengenai kaleng.

"Baru pemanasan tuh fan. Nih." Ucap Ali dengan fokus.

Satu lemparan pun mengenai kaleng yang membuat bagian atas rubuh dan hanya menyisakan bagian bawah. Aku pun sangat senang. Karena pukulan ketiga yang dapat merubuhkan satu baris kaleng.

Kami pun bersorak bahagia atas kemenangan kami. Penyelenggara pun menyuruh kami untuk memilih hadiah.

"Lo aja Fan yang milih!" Ucap Ali. Aku pun dengan senang hati. Ku pandangi satu persatu hadiah. Mulai dari rokok, bola, boneka dll.

Aku pun memilih boneka Teddy bear kecil.
Segera ku peluk erat boneka itu. Boneka cokelat yang mengingatkanku dengan tokoh komedi yang selalu mengisi waktu kecilku.

"Yah Fan malah milih boneka. Itu ada rokok. Enak tau." Ucap Ali dengan menunjuk rokok yang jadi salah satu hadiah.

"Katanya aku disuruh milih. Yaudah boneka ini aja. Lagian buat apa rokok. Aku kan ga ngerokok." Ucapku dengan ketus.

Ali pun hanya terdiam. Dia pun mengajakku untuk pulang karena hari yang sudah larut. Kami pun pulang melewati jalanan bandung yang masih ramai. Tak jarang ku lihat waria yang mangkal di pinggir jalan.

"Al. Kalau aku jadi kaya orang itu gimana?" Tanyaku dengan menyandarkan kepalaku di bahu Ali.

"Maksudnya?"

"Ya kan aku sama mereka sama sama waria nih ya. Terus kalau aku mangkal kaya mereka gimana?" Ucapku dengan polos.

"Maksudnya lo mau jadi simpanan pria hidung belang gitu? Emang uang yang gue kasih ga cukup?" Ucap Ali dengan nada serius namun masih memfokuskan pandangan ke depan.

"Ga. Cukup kok. Aku kam cuma tanya doang." Ucapku. Seketika aku pun ciut melihat Ali dengan wajah tak suka dengan ucapan ku.

"Maafin ya Al. Aku cuma pengen tanya doang." Ucapku memohon maaf kepada Ali yang hanya diam.

"Hemm. Ingat ya Fan. Mau gimana pun keadaannya. Gue ga bakalan ngizinin lo buat kaya begituan." Ucap Ali dengan menghela nafas panjang.

"Emang kenapa?"

"Adadeh. Mau tau aja." Ucap Ali. Semula aku yang hanya diam mendengar ucapan Ali pun membuatku kesal. Aku pun memukulinya karena kesal.

"Fan. Gue masih bawa motor. Udah nanti aja!" Ucap Ali menyuruhku berhenti. Aku pun menurutinya karena bisa membahayakan.

Ku peluk Ali dengan sangat kencang. Perasaan hangat membuatku nyaman ditengah udara dingin malam. Ali pun tak bergeming dan hanya fokus melajukan sepeda motor.

Kami pun tiba di rumah. Segera ku regangkan kakiku di sofa setelah menahan rasa pegal.

"Ga tidur?" Ucap Ali yang ikut duduk di sampingku.

"Entar aja." Ucapku yang terfokus dengan boneka baruku.

"Namanya siapa?" Ucap Ali. Aku pun bingung dengan ucapanya.

"Hah. Siapa?

"Itu boneka ga mau lo kasih nama?"

"Emang harus ya?" Ucapku dengan wajah bingung.

"Yaudah gue kasih nama aja. Daripada lo ga mau." Ucap Ali. Aku pun langsung menutup mulutnya untuk berbicara.

"Ets. Dulu kamu yang kasih nama aku. Sekarang giliran aku dong." Ucapku yang tak ingin Ali memberi nama bonekaku.
Ali pun hanya pasrah dan menyuruhku segera memberi nama.

"Ehm. Oke sekarang nama dia Ali." Ucapku memberi nama bonekaku.

"Hah. Ali kan nama gue. Mana bisa fan." Ucap Ali yang tak terima namanya digunakan untuk bonekaku.

"Lah ini kan boneka yang ngasih kamu. Ya udah aku namain kamu aja."

"Ya ga gitu juga Fan. Ganti aja jangan Ali!" Ucap Ali dengan wajah kesal. Aku pun hanya tertawa melihat wajahnya yang terlihat lucu saat kesal.

"Yaudah. Ali jr. Udah itu. Titik. Ga boleh diganti." Ucapku dengan mengacungkan jariku di mulutnya.

Ali pun terdiam tak mau menanggapi ku. Aku pun merasa bersalah walaupun. Di satu sisi aku merasa senang karena dapat menang dari Ali.

"Al. Kamu marah?"

"Ga kok. Santai aja." Ucap Ali dengan nada datar. Aku pun menjadi merasa bersalah atas apa yang aku katakan tadi.

"Al. Pliss lah jangan marah. Masalah nama buat boneka doang kok. Lagian aku kasih nama Ali biar aku ingat kalau yang kasih boneka ini kamu." Ucapku menjelaskan semua alasanku.

"Terus lu sayang mana? Boneka itu atau gue?"

"Yah kamu lah. Ini kan cuma boneka doang."

"Beneran?" Ucap Ali menatapku dengan serius.

"Beneran Al. Masak ga percaya sih?" Ucapku meyakinkan Ali.

"Yaudah sini!" Ucap Ali menunjuk pipinya.

Segera aku pun dapat menebak pikiran ia yang membuatku kesal.

"Kamu nih ya. Selalu aja bikin aku kesal." Ucapku dengan ketus dan memalingkan wajah.

"Ga mau juga gpp. Gue juga ga maksa kok." Ucap Ali yang langsung berdiri. Aku pun menarik tangannya agar ia tak pergi.

"Iya deh. Aku mau." Ucapku dengan kesal. Aku pun sebenarnya tak mau bila harus berciuman dengan Ali yang notabene sesama lelaki.

Tiba tiba. Ali pun langsung memegangi pundak ku. Aku pun kaget melihat ia yang memandangiku. Wajah kami yang hanya berjarak beberapa senti dengan tatapan seakan ingin menyetubuhiku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang