Ibu

4K 74 4
                                    

Aku pun terdiam dengan Ibu yang mengamati ku. Ku usahakan agar tak banyak bicara agar tak membuat kesalahan.

"Iya bu. Ini aku. Ilham anak ibu." Ucapku dengan pelan. Ibu pun semakin bingung dengan ucapan ku.

"Ga mungkin. Setau saya Ilham itu ga pernah bertingkah seperti perempuan." Ucap ibu yang masih tak percaya.

Ali pun menceritakan semua kejadian. Dari awal sampai akhir. Ia pun menceritakan dengan seksama. Kulihat ibu yang memperhatikan dan sesekali melirikku.

"Apa bener kamu Ilham?" Ucap ibu. Kulihat matanya yang berkaca kaca.
Aku pun mengangguk dan memeluk ibu. Aku pun menangis di pelukannya. Disusul dengan ia yang juga menangis tak kuasa membendung air matanya.

"Maafin aku bu. Semua ini terjadi begitu saja. Semua ini terjadi begitu saja." Ucapku sambil menangis. Ibu pun melepaskan rangkulan ku.

"Coba kamu buktiin kalau kamu itu ilham?" Ucap ibu ingin melihat bukti dariku. Aku pun menunjukkan tanda lahir luka di siku ku yang dulu pernah aku dapatkan saat kecil.

Ku perlihatkan luka yang tak pernah menghilang. Ibu pun sangat hafal dengan tanda lukaku yang mungkin hanya aku yang memilikinya. Tak lupa aku yang mengatakan kepada ibuku bila aku juga mempunya tanda lahir di pantatku yang sudah mulai memudar seiring bertambahnya usia.

Aku pun menyakinkan ia tentang tanda lahir ku yang juga ibu hafal. Bahkan aku juga mengajak ibu untuk ke kamar mandi bila ingin melihat lebih jelas. Juga melihat kelaminku yang masih kelamin pria.

Ibu pun tampak shock. Ibu pun menangis dan ingin pergi namun langsung dihadang oleh Ali. Aku pun berusaha memeluknya. Namun ia tak mau dekat dekat denganku.

Ali pun menyuruh ibu untuk tidur di kamarku. Ali menyuruh ibuku untuk bermalam dan berjanji akan mengantarkannya besok pagi.

Aku pun hanya menangis sedih. Melihat ibu yang melahirkan dan membesarkan ku tak mau melihatku lagi. Berbagai rasa penyesalan datang kepadaku. Membuatku bingung harus berbuat apa lagi untuk meyakinkan dirinya.
Ali pun langsung datang untuk menenangkan ku.

"Udah Fan. Nanti ibu kamu juga bakal ngerti kok. Dia cuma butuh waktu doang." Ucap Ali dengan membelai rambutku. Aku pun hanya terdiam dengan menangis sesenggukan. Ku sandarkan tubuhku di tubuh Ali. Berbagai macam ketakutan mulai meracuniku. Membuatku semakin histeris jika ibu tak mau melihatku lagi.

Ali pun kembali menenangkan ku. Di bopongnya aku menuju kamarnya. Ia pun menyuruhku untuk tidur agar tak kecapekan.

"Aku takut Al. Nanti kalau ibu ga mau ketemu aku lagi gimana?" Ucapku dengan ekspresi takut. Ku cengkeraman tangan Ali dengan kencang.

"Biar itu jadi urusan gue. Tenang aja. Sekarang lo tidur dulu ya!" Ucap Ali. Perlahan aku pun menjadi tenang dengan Ali yang membantuku. Sampai tak sadar aku pun tertidur.

*
Aku pun bangun jam 5 pagi. Ku lihat Ali yang tidur di sofa depan Tv. Aku pun melihat kamarku yang masih tertutup rapat. Perasaan takut kembali muncul dalam benakku.

Aku pun segera bergegas untuk mandi dan memasak. Ku siapkan semua agar di saat mereka bangun. Semuanya telah selesai.
Ku bangunkan Ali agar segera mandi dan makan. Ali pun langsung menuju kamar mandi. Ku tunggu ia di meja makan untuk makan bersama.

"Al. Ibu belum keluar. Aku takut ia kenapa kenapa." Ucapku yang takut dengan ibu yang belum keluar. Sekejap Ali pun melihat kamarku yang masih tertutup.

"Udah. Makan dulu aja! Nanti biar aku bawain makanan ke kamarnya." Ucap Ali. Aku pun menjadi sedikit lega.

Kami pun sarapan bersama. Sesekali kulihat kamarku yang tak kunjung terbuka. Setelah makan Ali pun langsung mengambil piring dan mengisi dengan lauk pauk. Dan membawanya ke kamarku.
Aku pun hanya bisa pasrah. Ku pasrahkan semua kepada Ali.

"Gimana? Mau ga?" Ucapku melihat Ali yang telah keluar dari kamar.

"Udah tenang aja." Ucap Ali.

"Dari tadi tenang aja. Tenang aja. Disini ga tenang tau." Ucapku dengan kesal sambil menunjuk dadaku. Ali pun hanya tertawa.

Ku sibukkan dengan membantu Ali. Kulihat ibu yang sesekali melihatku dari celah sempit pintu. Aku pun tak berani menatapnya. Apalagi untuk masuk. Aku takut jika ibu akan seperti tadi malam.

"Kenapa Fan? Kaya ada masalah gitu?" Ucap Ali. Aku pun tersadar mendengar ucapan Ali.

"Kamu itu manusia atau bukan sih? Ga peka banget." Ucapku kesal dengan sikapnya yang begitu parah kepadaku.

"Hehe. Ya lo disuruh buat bantuin gue kemasin barang. Malah bengong." Ucap Ali. Aku pun langsung membantunya walau kesal dengan sikapnya yang tak peka.

"Al. Ibu gimana? Tolongin dong! Kan kamu yang bawa kemari." Ucapku merengek kepadanya.

"Ya kan dia Ibu lo. Urusan sama gue apa?" Ucapnya tak menghiraukan ku. Aku pun semakin kesal dan memukulnya dengan kardus.

"Iya. Iya. Gue bantuin kok fan." Ucapnya. Aku pun berhenti memukulnya. Terlihat dari wajahnya yang masih tak kapok kapok.

"Tau gini aku mau tinggal di rumah Paijo aja. Ga enak disini." Ucapku dengan ketus.

"No problem. Tinggal gue susul aja lo. Gampang kan?" Ucapnya dengan enteng.

"Aku usir kamu. Terus aku  mau nikah aja sama Paijo. Lebih enak sama Paijo. Dia lebih bisa ngertiin aku. Ga kaya kamu." Ucapku dengan memalingkan wajahku. Ali pun kaget mendengar ucapan ku.

"Ya gpp sih. Ya penting gue udah dapat perawan lo. Sekalian gue bisa liat tompel di pantat lo kaya yang di omongin ibu lo tadi malam." Ucapnya menyindirku. Aku pun teringat tentang hal itu. Segera ku pukuli Ali melihatnya yang mengejekku terus tentang tanda lahirku yang unik.

"Alii.. udah ah. Ga lucu tau." Ucapku dengan keras menyuruhnya berhenti. Sekejap ia pun berhenti dengan tersenyum jahat kepadaku.

"Habisnya lucu aja Fan. Mau gue unboxing. Eh lah kok ada tompel. Di pantat lagi." Ucap Ali dengan tertawa. Aku yang kesal pum hanya terdiam melihat tingkahnya yang tak akan ada habisnya.

"Awas kamu. Ga ada jatah makan nanti malam." Ucapku menakutinya.

"Masih ada ojol. Santai sih." Ucap Ali menyanggah ku. Ali pun tertawa melihatku tak bisa berkutik darinya.

Tiba tiba ibu pun keluar dari kamar.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang