Persidangan

3.1K 53 0
                                    

Hampir seminggu aku dirawat untuk masa pemulihan ku. Luka luka ku memang tak seberapa dan cepat sembuh setelah mendapat perawatan intensif. Namun rasa rasa trauma masih sering membayangiku. Terkadang aku yang tiba tiba terbangun dan berteriak tak jelas.

Aku pun bersyukur dengan Ali dan keluargaku yang mau menemaniku dan membantuku memulihkan mental. Meskipun tak jarang mereka yang terganggu dengan perilakuku. Apalagi dengan Ali yang selalu sigap menemaniku. Karena tak ingin kejadian seperti kemarin terulang lagi.

Aku pun pulang kembali ke rumah setelah diperbolehkan oleh dokter. Aku pun senang melihat kondisiku yang sudah cukup baik. Walau dokter belum mengizinkan aku untuk mengerjakan aktifitas terlalu berat. Karena kondisi tubuhku yang masih shock.

Dua hari setelah kepulangan ku. Ali pun mengajakku ke pengadilan untuk menjadi saksi dalam persidangan Andi. Aku pun sebenarnya ingin menolak. Mengingat aku masih trauma bila bertemu dengannya kembali. Namun Ali terus meyakinkanku.

Kami pun datang ke pengadilan. Sebagai korban. Aku pun disuruh untuk menjelaskan semua kronologi dan segala hal yang Andi lakukan kepadaku. Aku pun menjelaskan semua kejadiannya. Dibantu dengan Ali yang berusaha membuatku tenang.

"Dengan ini. Terdakwa terjerat undang undang pasal 353 KUHP. Atas penganiayaan berencana terhadap korban. Terancam hukuman maksimal 4 tahun penjara." Ucap hakim memvonis Andi. Aku pun lega mendengarnya. Bagiku itu adalah hukuman yang setimpal untuknya. Agar ia dapat bertobat dan tak mengulang kejadian itu lagi.

Setelah sidang berakhir. Aku pun segera bergegas mengajak Ali untuk pergi dari pengadilan. Rasa takut masih menyelimuti diriku jika aku ada didekat Andi. Membuatku segera ingin cepat cepat keluar dari sana.

Aku pun mengajak Ali berhenti di sebuah rumah makan. Kami pun memesan beberapa makanan karena kelaparan. Setelah mengikuti sidang yang cukup lama itu.

Kami pun bersantai sambil menunggu pesanan kami datang. Ku lihat suasana rumah makan langsung menghadap ke hamparan pepohonan. Membuat suasana damai dan sejuk siapapun melihatnya.

"Al. Katanya mau operasi?" Ucapku dengan lantang. Ia pun sedikit kaget mendengar ucapan ku. Ia pun terbangun setelah berbaring dan hampir ketiduran karena menunggu makanan datang.

"Kan lo baru sembuh Fan. Lagian gue ga mau lo cepat cepat operasi." Ucap Ali dengan sedikit kesal karena terbangun akibat aku ajak bicara.

"Ya aku kan pengen cepat cepat nikah. Lagian kamu sendiri kam yang minta aku buat operasi." Ucapku dengan nada ketus. Ali pun hanya mendengus kesal dan bangkit menatapku.

"Gue tau itu. Tapi gue ga mau egois sama lo. Biar lo nikmatin burung lo dulu sebelum dipotong. Lagian gue tetep mau nusuk lo kok walau ada burungnya." Ucap Ali dengan ekspresi lesu. Aku pun sedikit tersinggung dengan ucapannya. Ku pukul Ali setelah sekian lama tak mendapat pukulan ku. Tiba tiba pesanan kami pun datang. Kami pun segera melahap saking laparnya.

"Waktu lo diculik. Dia macem macem ga sama lo?" Ucap Ali sambil menyalakan sebatang rokok dan bersandar di sampingku.

"Macem macem gimana?" Tanyaku sambil menyeruput minumanku.

"Hmm misal. Kaya dia main sama lo?" Ucap Ali. Aku pun sedikit tersinggung dengan ucapannya.

"Kalau aku main sama dia kamu marah?" Ucapku dengan sedikit kesal dengannya.

"Tergantung. Kalau dipaksa ya gue gpp sih. Tapi kalau lo juga sama sama mau. Itu ga wajar sih." Ucap Ali sambil mendekatkan wajahnya kepadaku. Aku pun sedikit menelan ludah melihatnya berbicara dengan nada serius itu kepadaku.

"Lo beneran main sama dia?" Tanya Ali lagi.

"Ih Ali kenapa harus tanya begituan sih? Risih tau." Ucapku dengan kesal menyuruhnya mengganti topik.

"Gue cuma mau mastiin Fan." Ucap Ali.

"Terus kalau aku bilang gue main sama dia. Kamu bakal jauhi aku iya?" Ucapku dengan lantang. Ia pun terdiam melihatku dengan ekspresi marah.

"Ya ga lah Fan. Gue cuma pengen lo jujur aja. Gue cuma pengen tau. Emang salah." Ucap Ali dengan berusaha membuatku tenang.

"Bohong. Bilang aja kamu mau jauhin aku." Ucapku dengan membelakanginya. Ia pun terdiam dan mulai terbiasa denganku yang seperti ini.

Ali pun membiarkan ku. Dan menungguku agar sedikit lebih tenang. Aku pun berusaha untuk terlihat marah kepadanya. Agar ia mau minta maaf kepadaku terlebih dahulu.

"Masih marah?" Ucap Ali melihatku yang mulai menghadapkan badanku ke hadapannya. Aku pun masih memberikan ekspresi kesal dan tak mau menjawab pertanyaannya.

Tiba tiba. Ali pun menarik tubuhku dan membekap ku. Perlahan aku pun menjadi luluh akibat pelukannya. Sepertinya ia tau bagaimana meluluhkan hatiku.

"Iya gue anterin lo operasi nanti. Tapi jangan ngambek ya!" Ucap Ali. Aku pun masih menikmati hangatnya pelukannya dan tak mengindahkan sekitar. Mengingat jarak antara pengunjung cukup jauh. Sehingga mereka mungkin tak memperhatikanku dengan jelas.

"Kok operasi sih. Bukan itu tau." Ucapku dengan ekspresi marah. Ali pun nampak bingung karena ucapan ku.

"Oh masalah pertanyaan gue tadi ya? Hehehe. Sorry kelupaan fan." Ucap Ali dengan cengengesan. Aku pun berpindah posisi dengan berbaring di pahanya.

"Gimana Fan. Lebih gedean burung gue atau burungnya Andi?" Ucap Ali. Aku pun langsung naik pitam dan memukul burungnya.

"Dasar mesum. Aku itu ga main sama dia tau. Enak aja emang aku cewek apaan." Ucapku yang sudah kesal dengannya. Ia pun hanya meringis kesakitan akibat ku pukul burungnya.

"Ya gue kan nanya Fan. Kok lo jadi marah sih." Ucap Ali meringis kesakitan.

"Ya siapa suruh kasih pertanyaan kaya gitu. Sebel tau setiap Deket sama kamu bawaannya kesel terus." Ucapku menggerutu kepadanya.

Ali pun terdiam dan mengajakku untuk pulang ke tempat menginapnya.
Aku pun langsung tertidur setelah berbaring di kasurnya. Lelah rasanya setelah mengikuti persidangan tadi

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang