Dua orang yang pernah ada

4.6K 52 2
                                    

Seminggu sebelum pernikahan. Aku pun berniat mengajak Ali untuk berkunjung ke Makam Ayahku. Mengingat aku yang belum pernah mengunjungi makam ayahku pasca aku pulang.

Tersirat perasaan takut jika Ayah melihatku menjadi seperti ini. Apalagi dengan niatku yang membawa Ali sebagai calon suamiku. Semasa hidup. Ayahku adalah orang yang cukup religius di desaku.

Ayahku adalah orang yang tegas. Bahkan sekali ia berucap. Maka satu keluarga tidak ada yang bisa membantah. Itu juga yang membentuk karakterku menjadi orang yang disiplin dan multi talenta.

Apalagi dengan ayahku yang selalu berharap banyak denganku. Mengingat dulu aku adalah anak laki laki terakhir. Dan dari semua kakakku belum ada yang bisa membuat dia bangga atas pencapaian mereka.

Teringat masa dimana aku kehilangannya. Seperti aku telah kehilangan petunjukku selama ini. Apalagi dengan usiaku yang baru menginjak dewasa. Dimana aku akan dihadapkan oleh masalah yang tak pernah aku rasakan selama ini. Membuatku seperti tak tau harus kemana. Itulah mengapa aku hanya mengikuti kata hatiku terus. Meskipun kadang juga menyesatkan.

Sewaktu kecil juga ayahku pernah berkata kepadaku. Jika sewaktu Ibu mengandungku ia ingin sekali mempunyai anak perempuan. Mengingat kedua kakakku yang lahir laki laki. Ayahku pun sangat berharap. Apalagi dengan hasil USG yang menunjukan bayi perempuan.

Namun takdir selalu berkata lain. Ternyata aku terlahir laki laki. Ayahku pun mencoba menerima. Walau aku terlahir tak seperti yang dibayangkan dia. Dia tetap menyayangiku. Apalagi dengan kelahiran Sasa yang terpaut tak jauh dariku. Membuat ayah dapat melupakan kejadian itu.

*
Kami pun datang ke area pemakaman. Ku lihat makam ayah yang terawat dengan baik. Kami pun duduk didepan pusara. Ku suruh Ali untuk memimpin doa.

Kami pun berdoa bersama. Perlahan. Air mataku pun jatuh mengingat begitu banyak pengorbanan ayah untukku. Aku pun malu dengan keadaanku saat ini. Mungkin. Jika ayah masih hidup. Ia pasti akan membenciku.

"Ayah. Ini aku Ilham. Maafin ya yah. Aku yang berubah seperti ini." Ucapku sambil mengusap pusaranya. Ali pun mencoba menenangkan ku yang menangis.

"Ayah. Aku tau aku salah. Tapi aku ga mau ayah ga nerima aku sebagai anak ayah lagi." Ucapku sambil menangis. Perlahan ku kecup pusara ayahku. Aku pun mencoba untuk tenang dan mengontrol emosiku.

"Ayah. Kenalin. Dia Ali. Calon suami aku. Maafin ya. Kalau semua yang aku lakuin ga pernah terpikirkan oleh ayah. Aku juga minta maaf. Udah ngecewain ayah karena ga bisa jadi kebanggan ayah. Aku pulang dulu ya." Ucapku dengan berusaha berhenti menangis. Ku tabur bunga yang aku bawa ke makamnya.

Aku pun segera menarik tangan Ali untuk segera pergi daripada aku menangis terus terusan disana. Aku pun merasa lega dapat mengatakannya kepada Ayah. Walau aku tak tau jawabannya. Namun yang terpenting. Aku telah mengatakannya.

Setelah itu aku pun mengajak Ali untuk langsung berkunjung ke makam Syifa. Terlihat raut wajah bingung Ali saat mendengar ku ingin ke makam Syifa.

"Syifa. Dia siapa? Saudara lo?" Ucap Ali dengan ekspresi bingung. Aku pun tersadar. Selama ini aku tak pernah menceritakan sosok syifa kepada Ali.

"Ada deh. Udah ayok! Aku tunjukkin jalan nanti." Ucapku sambil menyuruh Ali menghidupkan motornya.

Kami pun segera meluncur ke makam syifa. Makam Syifa yang memang terletak diarea pemakaman yang berbeda dengan ayahku.

Kami pun segera sampai ke area pemakamannya. Memang sebenarnya jarak antara area pemakaman ayahku dan syifa memang tak jauh. Hanya butuh waktu sekitar 5 menit untuk sampai.

Kami pun segera masuk. Kebetulan makam Syifa yang berada di dekat pintu masuk membuatku gampang mencarinya. Terlihat makam yang tak jauh berbeda saat ku terakhir kali kesini saat aku akan merantau ke Bandung.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang