Pulang

3.3K 66 0
                                    

Hari yang dinanti pun tiba. Aku yang sudah mengemasi barang barang ku. Tak lupa aku sudah memesan tiket untuk ke kampung.

Pagi pagi. Kami pun meluncur ke stasiun. Ya sebenarnya aku ingin sendiri bersama Ibu untuk ke stasiun. Namun Ali bersikeras untuk mengantarku sampai di stasiun.

Sampai di stasiun. kami pun langsung dan menunggu kereta yang menjadi tumpangan kami. Terdengar pengeras suara yang berbunyi untuk memberitahukan kepada orang orang yang akan menaiki kereta jika akan ada keterlambatan karena terjadi masalah di salah satu kereta.

Kami pun duduk di sebuah kursi yang disediakan penyedia stasiun untuk orang orang menunggu kereta. Aku yang duduk di tengah dengan sesekali bermanja dengan Ibu. Senang sekali bisa bercanda dengan Ibu. Rasanya seperti aku menjadi diriku sendiri.

"Al. Nanti kalau aku udah pulang kamu dirumah sama siapa?" Ucapku mengajak Ali berbicara.

"Sebelum ada lo juga gue udah tinggal sendiri. Kenapa harus takut?" Ucap Ali sambil berusaha merapatkan duduknya denganku.

"Terus kenapa ga tinggal sama kak novi?" Ucapku berusaha memastikan Ali baik baik saja setelah aku pulang.

"Males. Dia suka ngatur ga jelas. Mendingan gue tinggal sama lo." Ucap Ali dengan santai. Aku pun hanya terdiam karena tak ada hal yang perlu aku bahas lagi. Ku lihat juga Ali yang hanya diam. Seperti sedang tak ingin bicara dengan siapapun.

Tak lama kereta yang kami tunggu pun sampai. Kami pun langsung berdiri menghampiri pintu kereta yang mulai terbuka.

"Bu. Boleh masuk dulu ga? Aku mau ngomong sama Ali bentar." Ucapku menyuruh Ibu untuk meninggalkanku masuk terlebih dahulu.

"Iya. Ibu tau kok. Jangan lama lama ya!" Ucap Ibu. Ia pun juga pamit kepada Ali dan berterima kasih atas apa yang telah Ali lakukan selama ini.

Sekejap kami berdua pun terdiam tanpa ada satu pun yang berani menatap. Aku pun berusaha menguatkan tekad untuk bicara kepadanya.

"Al. Makasih ya buat selama ini. Kalau ga ada kamu. Aku ga tau deh jadi apa aku sekarang." Ucapku dengan sedikit gugup.

"Iya fan. Gue juga mau minta maaf atas semua kesalahan yang udah gue lakuin ke lo. Termasuk buat bikin lo jadi cewek begini." Ucap Ali. Ku lihat wajahnya. Tersirat perasaan hangat yang tak akan ku temui setelah ini.

"Fan. Gue mau ngomong sama lo!" Ucap Ali. Aku pun terkejut setelah melamun memandanginya.

"Apa?" Tanyaku. Mendadak Ali pun tampak gugup saat ingin berbicara. Aku pun bingung dengan tingkahnya.

"Al. Cepetan! Keretanya udah mau berangkat." Ucapku menyuruh Ali untuk segera memberitahu.

"Hem. Ga jadi deh. Ga penting juga. Udah sana masuk! Ntar ketinggalan." Ucap Ali. Aku pun kesal dengan tingkahnya yang membuat waktuku semakin mepet.

Segera aku memeluk Ali. Ku peluk tubuhnya yang lebih tinggi dariku. Perasaan nyaman membuatku tak perduli jika ada orang yang melihatku.

"Sekali kali datang ke rumahku ya Al. Ntar aku bikinin kopi buat kamu." Ucapku sambil memeluknya.

"Kopi doang? Dirumah gue juga banyak Fan." Ucap Ali sambil melepaskan pelukanku. Mungkin ia malu karena berada dalam kerumunan.

"Ya udah. Kalau ga mau. Bye.." Ucapku dengan masuk ke dalam kereta sambil melambaikan tangan kepada Ali. Ali pun tersenyum sambil melambaikan tangan.

Setelah masuk kedalam kereta. Aku pun mencari Ibu yang ternyata berada di kursi yang tak jauh dari pintu. Aku pun segera meletakan koperku. Dan duduk didekat jendela yang sudah disediakan oleh ibu untukku.

Perlahan pintu kereta pun menutup. Disusul dengan kereta yang perlahan meninggalkan stasiun. Aku pun dapat merasa lega. Ku sandarkan tubuhku dengan melihat pemandangan kota Bandung yang menjadi saksi bisu ku.

Aku pun tertidur di sepanjang perjalanan. Sampai ibu membangunkan ku. Ibu pun menyuruhku untuk turun karena telah sampai di kota ku. Kami pun turun dan segera keluar dari stasiun.

Ku keluarkan hp di kantongku dan memesan sebuah driver online untuk mengantarkan kami ke rumah. Kami pun duduk sembari menunggu Driver yang telah aku pesan.

Ku lihat pemandangan kota yang menjadi tempat kelahiran ku dan tempat aku besar. Tak banyak yang berubah dari kotaku. Semuanya terasa sama saat dulu aku pergi untuk mengadu nasib. Ku lihat langit malam yang dihiasi dengan lampu jalan yang menerangi.

Tak lama driver yang aku pesan pun sampai. Kami pun langsung masuk ke dalam mobil. Ku lihat seorang wanita sekitar 40 tahunan yang menjadi driver kami malam ini.

Aku pun menyuruh ibu untuk duduk didepan agar dapat mengobrol dengan driver itu. Sementara aku duduk dibelakang ingin mengamati pemandangan kota yang tak pernah aku lihat selama ini.

Kami pun sampai di rumah setelah 20 menit perjalanan. Ya memang rumahku agak jauh dari kerumunan kota. Karena rumahku yang berada di kabupaten. Sementara stasiun yang berada di kota madya membuatku harus menempuh perjalanan cukup jauh.

Kami pun sampai di depan rumah. Ku lihat rumah yang menjadi tempat tinggal ku selama ini. Ku lihat bangunan yang tak banyak berubah. Hanya beberapa sisi yang berubah dan warna cat. Di tambah dengan depan rumahku yang memang banyak anak kecil bermain membuatku serasa bernostalgia.

Kami pun berjalan masuk. Tak jarang ibu yang disapa oleh para tetangga yang melihat ibu sudah pulang. Ibu pun menyahut dengan murah senyum. Sesekali mereka pun ada yang bertanya kepada ibu tentang aku yang tak pernah mereka lihat selama ini. Aku pun hanya terdiam dengan melempar senyuman. Walau sebenarnya aku mengenal mereka. Namun mereka mungkin sudah tak mengenaliku lagi saat ini.

Kami pun di sambut dengan seorang wanita. Ya dia Sasa adikku. Kami pun segera meletakan barang bawaan kami. Ku lihat sasa yang semakin menjadi jadi dengan gayanya yang ingin terlihat cantik.

Ya ku akui ia memang cantik. Namun sikapnya yang sedikit kasar dan galak. Membuatku sedikit enggan berhubungan dengannya. Ku lihat ia yang sesekali memandangiku dengan heran. Aku pun hanya dia menunggu ibu menjelaskan.

"Dia siapa bu? Kok sama ibu. Terus kak Ilham mana?" Ucap Sasa sambil menunjukku. Aku pun merasa risih kepada sasa yang menunjukku seperti tak ada rasa sopan santun kepada orang yang tak ia kenal. Ingin sekali aku memarahi dia.

"Menurutmu dia siapa?" Ucap ibu dengan memberikan pertanyaan kepadanya. Ia pun mengamati ku dari ujung kaki sambil ujung rambut. Ingin rasanya aku bilang kepadanya jika aku adalah kakaknya. Namun ia pasti terkejut mendengar ucapanku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang