Warung

3.1K 58 0
                                    

Sudah seminggu lebih aku pulang. Aku pun merasa bahagia dengan hidupku yang sekarang. Dimulai dari keluargaku yang mulai menerima keadaanku. Walaupun awalnya mereka tak percaya dengan perubahan ku. Namun pada akhirnya hati mereka pun dapat runtuh dan mulai menerimaku.

Ibuku pun sengaja hanya memberitahu identitas asliku kepada keluargaku saja. Mulai dari saudara saudara kandungku. Dan sepupuku yang masih berhubungan darah erat.

Selebihnya. Ibu dan keluargaku sepakat untuk merahasiakan. Karena takut akan terjadi masalah yang tidak di inginkan. Di kelurahan pun. Aku di catat sebagai anak angkat. Ibu membuatku sebagai anak angkat agar tak membuat kecurigaan tetangga akan kehadiranku disini.

Terlebih dengan ibu yang sangat ingin menikahkan ku suatu saat dengan seorang laki laki. Jadi tak mungkin jika kependudukan ku masih seorang pria. Apalagi untuk mengurus pergantian gender yang rumit dan menguras biaya.

Hubungan ku pun semakin akrab. Dulu aku yang bisa di bilang jarang berbicara bareng dengan Ibu dan Sasa. Apalagi dengan kedua kakak ipar ku kak Vita dan kak Rumi. Berbeda dengan sekarang yang sering ngumpul bareng membahas segala hal tentang dunia wanita.

Ibu pun menepati janjinya dulu. Ku lihat ibu yang menyewa sebuah warung untuk kami berdua jualan nasi. Aku pun sangat bersemangat. Daripada di rumah tak ada kegiatan. Tak jarang kak vita dan kak rumi yang datang membantu dan menyuruh ibu untuk bermain bersama cucu cucunya.

Aku pun sangat bersyukur. Dengan warung ku yang ramai dengan pelanggan. Aku pun tak menyangka jika akan seramai ini. Bahkan ukuran warung ku tergolong cukup besar. Namun masih terasa sempit jika pelanggan datang. Apalagi di jam makan siang.

Hari itu. Seperti biasa aku berada di dapur untuk memasak. Jam yang menunjukan 10 lebih membuatku harus bergegas karena akan masuk jam makan siang. Untungnya aku di bantu dengan kak rumi. Ia pun membantuku. Sementara ibu yang bermain bersama leo.

"Fan. Nasinya udah mateng belom?" Ucap kak rumi yang tengah menggoreng tempe.

"Iya ini sebentar lagi kak." Ucap aku. Aku pun akhirnya dapat duduk santai setelah kegiatan yang melelahkan. Ku dudukan tubuhku sambil menunggu pelanggan.

"Fan. Kamu udah punya pacar belum?" Ucap kak rumi yang juga telah selesai. Ia pun duduk di sebelahku.

"Belum. Emang kenapa?" Ucapku sambil mengusap keringat di wajahku.

"Emang kamu ga pengen punya pacar?" Ucap kak rumi dengan gestur menggodaku.

"Ga. Mana ada cowok yang mau sama aku." Ucapku singkat.

"Kata siapa? Kamu cantik loh Fan." Ucap kak rumi menyanggah ucapan ku.

"Aku kan masih punya burung. Mana mau cowok main pedang pedangan sama aku." Ucapku membisiki kak rumi. Kami pun tertawa atas apa yang aku ucapkan tadi.

"Tapi kan ibu sama kakak kakak kamu kan udah sepakat mau ngumpulin uang buat operasi kamu. Masak kamu masih mau suka sama cewek?" Ucap kak rumi. Aku pun terdiam. Sedikit ku teringat dengan ucapan ibu yang ingin mengoperasi ku. Tak kubayangkan betapa besarnya pengorbanan. Mengingat biaya operasi yang sangat mahal.

"Udah ah kak. Aku lagi ga pengen mikirin cowok dulu." Ucapku dengan ketus menyuruh kak Rumi untuk tak membahas hal itu.

Tiba tiba. Kami dikejutkan dengan sesosok pria yang masuk. Aku pun terkejut melihatnya. "Andi" batinku.
Sesosok pria yang sangat aku kenal. Ya Andi. Teman sepermainan ku dulu. Ku lihat ia Tak banyak berubah.

Aku pun segera meladeninya. Dan menanyakan apa yang akan ia pesan.

"Ehm mau pesan apa mas?" Ucapku dengan sedikit gugup. Aku takut jika ia mengenaliku. Mengingat aku dan ia dulu bagaikan saudara. Membuat kami sangat hafal satu sama lain.

"Ah ini mbak. Saya pesan nasi campur . Sama es teh. Makan disini ya mbak." Ucap Andi. Aku pun merasa lega dengannya yang seperti tak mengenaliku. Segera aku pun bergegas untuk menyiapkan namun kak rumi segera menghadang ku. Ia pun menyuruhku untuk membuatkan es teh saja. Urusan nasi biar dia katanya.

Setelah jadi aku pun menyajikannya kepadanya. Ku lihat ia yang terkadang melirikku. Aku pun mencoba menyibukkan diri dengan bermain hp. Sembari menghilangkan rasa bosan.

"Mbaknya yang denger denger jadi anak angkat keluarga Ilham ya?" Ucap Andi yang membuatku terkejut.

"Ah iya mas. Emangnya kenapa ya mas?" Ucapku berpura pura sambil tersenyum tipis.

"Gpp kok mbak. Kebetulan Ilham itu teman saya." Ucapnya sambil melanjutkan makan. Aku pun hanya tersenyum tipis dan kembali menatap layar ponselku.

"Ngomong ngomong. Mbak tau ga Ilham ada dimana?" Ucap Andi. Aku pun berusaha berfikir untuk membuat alasan yang tepat.

"Ehm. Gatau mas. Saya sih sempet kenal sama Ilham. Tapi cuma sebentar." Ucapku mencoba membuat alasan. Andi pun hanya termangun dan meneruskan makanya sampai habis.
Setelah membayar. Ia pun pergi. Aku pun dapat bernafas lega. Setelah kepergian Andi.

"Cie. Yang baru dapat gebetan nih ye." Ucap kak rumi yang menggodaku. Aku pun kesal dengannya yang terus menggodaku.

"Apaan sih kak. Orang aku ga kenal kok." Ucapku dengan kesal.

"Cinta itu bertahap Fan. Siapa tau kalau dia itu jodohmu." Ucap kak rumi. Aku pun hanya mendengus kesal. Segera ku dapur dan menyuruh kak rumi untuk gantian jaga warung.

Seharian aku dan kak rumi menjaga warung. Pembeli pun silih berganti. Mayoritas dari mereka memang laki laki. Mulai dari pegawai negeri. Anak sekolahan. Atau orang orang yang kebetulan lewat.

Tak jarang dari mereka yang menggodaku dan kak rumi. Ya semua itu ku maklumi. Aku pun pernah merasakan posisi mereka menikmati makan dengan pemandangan wanita wanita muda.

Tak jarang. Mereka pun ada yang meminta nomorku. Namun segera ku tepis bahwa nomorku privasi. Aku tak kau warung ku di cap sebagai warung tak baik. Apalagi dengan bapak bapak yang datang ke warung. Membuat ku banyak menjadi gunjingan tetangga.

Aku pun mencoba sabar dan menerima kenyataan hidup ini. Di satu sisi ini adalah berkah bagi keluargaku. Dan di satu sisi juga ini adalah musibah kepada keluargaku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang