Lamaran

3.5K 58 2
                                    

Hari hari pun berlalu. Kami pun mempersiapkan acara lamaran yang akan di gelar di rumahku. Keluargaku pun ikut membantuku menyiapkan semua yang dibutuhkan saat lamaran. Apalagi dengan kepulangan kedua kakakku yang mendengar bahwa aku akan di lamar.

Kak Edo dan kak Arie pun pulang beberapa hari sebelum acara lamaran. Ku lihat mereka yang juga ikut senang. Walaupun awalnya juga mereka menyayangkan aku yang berubah menjadi perempuan dan dinikahi oleh laki laki. Namun perlahan mereka mau menerimaku. Apalagi dengan kehendak Ibu yang membuat mereka tak bisa berkata apa apa.

Kak Novi pun juga ikut menyusul untuk mengantar Ali saat prosesi. Kak novi pun tidak datang sendirian. Melainkan bersama dengan beberapa teman teman Ali dari Bandung. Mereka pun sepakat untuk menyewa sebuah rumah di salah satu daerah di kotaku. Bersama dengan Ali. Karena tak mungkin Ali akan tinggal di rumahku pada saat acara lamaran.

*
Hari yang di nanti pun tiba. Kami sekeluarga yang sudah bersiap siap. Dibantu dengan para tetangga yang ikut membantu mempersiapkan acara.

Aku pun di dandani oleh kak vita dan kak rumi setelah melewati beberapa prosesi adat yang harus ku lalui. Terlihat kak Vita dan kak Rumi yang begitu cekatan dan telaten dalam mendadani ku.

Aku pun hanya diam menikmati berbagai polesan riasan di wajahku. Setelah selesai. Aku pun disuruh untuk menghadap ke cermin. Ku lihat diriku yang terbalut dengan kebaya model baby doll. Dengan hijab yang selaras dengan warna kebaya. Di tambah dengan riasan di wajahku yang membuat diriku sendiri lupa akan jati diriku yang dulu.

Di tengah lamunanku memandangi wajahku. Aku pun di beritahu bahwa rombongan Ali telah datang. Aku pun segera di tuntun untuk ke ruang tamu yang sudah di persiapkan sebagai tempat lamaran.

Kami pun menyambut rombongan pria. Ku lihat Ali yang menggunakan baju batik yang selaras dengan kebayaku. Ia pun berjalan masuk dengan di dampingi oleh kak Novi dan beberapa teman temannya.

Ali pun duduk di sebelahku. Tak lama Kak Edo sebagai kakak tertua pengganti ayahku pun membuka acara. Acara pun berlangsung mulai dari penyambutan. Penyampaian maksud dari mempelai laki laki. Dan pemberian jawaban dari mempelai perempuan. Sampai acara seserahan.

Aku pun senang dengan acara yang berjalan lancar dan khidmat. Dan saat acara bertukar cincin. Aku pun sedikit gugup saat akan bertukar cincin. Apalagi saat banyak pasang mata yang melihatku.

Acara pun berjalan dengan lancar. Terlihat banyak orang orang yang mulai pulang satu persatu Setelah acara dinyatakan selesai. Aku pun mengajak Ali untuk berfoto dengan para fotografer yang sudah ku pesan.

Kami pun berfoto bersama. Tak jarang Ali yang berfoto dengan pose merangkul ku. Membuatku sedikit kesal karena malu dilihat orang orang. Aku pun tak lupa mengajak keluargaku, kak Novi dan rombongan yang mengantar Ali yang banyak dari mereka. notabene adalah teman temanku dulu saat menjadi Ilham.

Ucapan selamat pun datang dari berbagai penjuru. Walau sebenarnya aku tak mengundang orang banyak. Karena disini aku masih orang baru dan belum banyak di kenal sebagai Fanny. Aku pun sebenarnya ingin sekali mengajak teman temanku untuk datang. Namun mereka pasti akan menganggap ku sebagai orang asing.

"Selamat ya Fan. Kakak seneng banget sama kamu. Inget ya kalau Ali ngapa ngapain sama kamu. Bilang kakak!" Ucap kak Novi memberiku selamat. Aku pun mengiyakan dan terkekeh. Apalagi dengan ekspresi Ali yang mendengus kesal dengan ucapan kak Novi.

Ali pun pamit pulang bersama dengan rombongannya. Mengingat hari yang sudah semakin sore. Dan acara yang sudah selesai. Ia pun pamit kepadaku dan keluargaku. Aku pun akhirnya dapat bersantai setelah melewati tahapan acara yang membuat tubuhku pegal. Apalagi dengan riasan tebal yang tak biasa ini.

"Ciee ada yang udah di lamar nih." Ucap kak rumi menggodaku. Aku pun hanya mendengus kesal. Padahal aku sangat ingin bersantai dengan tenang. Namun ada saja yang membuatku kesal.

"Iya nih. Syukur deh rum. Adik kita satu ini ga jadi perawan tua." Ucap kak Vita menambahi.

"Hush. Sembarangan kalau ngomong." Ucapku dengan kesal. Mereka pun hanya tertawa melihat ekspresi ku.

Aku pun pergi menyapa beberapa tamu yang belum pulang. Sesekali aku mengajak mereka berbicara. Mereka pun tampak senang dengan sikap ramah ku. Ya ini semua aku lakukan agar mereka dapat mengenalku. Walau sebenarnya aku telah mengenal mereka. Namun di tubuhku yang baru ini. Aku harus memulai dari awal.

Ditengah keasyikan ku mengobrol. Ku lihat Andi yang duduk di satu sisi dengan beberapa teman temannya. Perlahan ku hampiri Andi dan mengajak bicaranya.

"Hai di. Kukira kamu ga dateng." Ucapku sambil menepuk bahunya. Andi pun nampak kaget. Padahal ku lihat sebetulnya ia tahu kedatanganku.

"Eh. Iya nih Fan. Kebetulan aku dapat undangan dari Ibu kamu buat dateng. Jadi ga enak kalau ga dateng kan." Ucap Andi. Aku pun hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Andi.

Ku salami semua teman teman Andi. Tak lupa aku berterima kasih banyak atas kedatangan mereka yang telah meramaikan acara.

Cukup lama aku berbincang dengan Andi dan teman temannya. Sampai rasa lapar mengguncang perutku. Aku pun bergegas masuk untuk makan dan segera menghapus riasan tebal yang dari tadi belum ku hapus.

Inget kak. Kakak ini udah di lamar. Jadi jangan gangguin cowok lain lagi." Ucap Sasa dengan pedas. Aku pun terhenyak kaget mendengar ucapannya. Selera makan ku langsung hilang. Dan tak berselera melanjutkan makan.

Ia pun seperti tak mempunyai rasa bersalah sedikitpun kepadaku. Ku lihat ia yang hanya memandangiku dari sudut meja makan.

"Maksud kamu apa sih. Kakak itu ga pernah genit sama orang lain. Lagian kakak itu bantu ibu di warung buat mencukupi kebutuhan kita. Bukan mau jadi wanita penggoda." Ucapku dengan nada menghentak. Sasa pun seperti tak bergeming dengan ucapan ku.

"Alah. Itu alasan kakak aja. Dari dulu kakak itu ga pernah mau ngalah sama aku. Semua yang aku punya pasti kakak ambil. Emang kayaknya keluarga ini itu ga pernah nganggep aku sebagai anaknya mungkin." Ucap Sasa sambil menggebrak meja. Mendadak perasaan marah pun muncul di benakku.

Ingin sekali ku marahi dirinya yang tak pernah melihat apa yang sebenarnya terjadi. Rasa sakit hati mendengar ucapannya. Apalagi jika mengingat sebenarnya ia yang sering mendapatkan kebahagiaan dari orang tuaku.

Aku pun pergi ke belakang rumah. Ku sandarkan tubuhku di sebuah kursi sambil menangis mendengar sasa berbicara seperti itu. Perasaan marah mengingat. Dari dulu ia selalu di nomor satukan oleh orang tuaku karena hanya ia anak perempuan satu satunya sebelum kedatangan kak Vita dan kak rumi sebagai menantu di keluarga ini. Dan aku yang telah berubah menjadi wanita.

Ku teringat dengan saat dulu Saat sasa meminta apapun. Pasti akan dituruti. Sementara aku harus berusaha terlebih dahulu. Namun ku lihat sasa sekarang yang tak tau cara berterima kasih kepadaku orang tuaku. Apalagi mengingat bahwa hanya tinggal Ibu saja yang bisa ia lihat di dunia ini.

Bahkan lebih parahnya ia malah menuduh jika hidupku lebih enak dibanding dia. Aku pun tak habis pikir dengan pikirannya.

Di tengah kegundahan ku. Tiba tiba aku pun dikejutkan dengan seseorang yang menutupi wajahku dengan kain. Aku pun panik dan berusaha melepaskan diri dan meminta pertolongan. Namun usahaku sia sia karena aku kalah tenaga dan kesadaran ku yang berangsur-angsur memudar.

Aku pun pingsan dan tak tau apa yang terjadi setelahnya.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang