Menerima

4K 74 0
                                    

Ibu pun bertanya kepada Ali letak kamar mandi. Ku pandangi ibu yang hanya memandangku tanpa sedikitpun berbicara kepadaku. Segera Ali pun mengantarkan ibu menuju ke kamar mandi. Aku hanya terdiam sembari mengemasi pesanan. Tanpa bisa berbuat apa apa.

Kulihat Ibu yang masuk lagi ke kamar. Aku pun muak dengan semua masalah ini. Tanpa berfikir panjang. Aku pun segera masuk ke dalam kamarku untuk berbicara kepada ibuku.

"Fan. mau kemana?" Ucap Ali. Aku pun tak menanggapinya. Segera Ali mencegah ku.

"Lo gila apa? Mau masuk aja. Gue kan udah bilang kasih dia waktu." Ucapnya memarahiku.

"Al. Ini urusanku sama ibu sebagai anak dan orang tua. Dan kamu ga ada sangkut pautnya. Jadi jangan ikut campur!" Ucapku dengan tegas. Ali pun hanya terdiam. Kulihat ekspresinya yang tak bisa berbuat banyak.

Aku pun segera masuk. Kulihat ibu yang sedang sendiri menatap ke jendela. Aku pun segera duduk di sampingnya. Terlihat ekspresinya yang diam dan seperti tak suka dengan kedatanganku.

"Ibu. Maafin aku. Aku tau aku salah. Tapi semua ini terjadi begitu saja bu." Ucapku dengan keluh. Ibu pun hanya terdiam tak menanggapi. Ku pegang tangannya. Sentuhan hangat yang sangat aku rindukan. Membuat air mataku ingin menetes lagi.

"Mungkin ibu sama Alm bapakmu sudah gagal dalam mendidik mu. Sampai kamu jadi seperti ini." Ucap ibu. Mata yang sembab dan tatapan yang dingin membuatku sadar jika semalaman ibu menangis melihat diriku yang sekarang.

"Ibu sama bapak ga salah kok. Ini murni kesalahanku. Gara gara kelalaian ku. Aku menjadi perempuan seperti ini." Ucapku dengan berusaha meyakinkan Ibu.

Ibu pun hanya diam tak bergeming. Walau sudah berbagai cara ku coba untuk membuatnya percaya kepadaku. Namun tetap saja. Ini seperti pukulan telak kepadaku. Sampai sampai Ibu tak mau memaafkan kesalahanku ini.

Tiba tiba. Sebuah tangan membelai rambutku. Aku pun terkejut melihat Ibu membelaiku dengan lemah lembut.

"Ham. Mau bagaimanapun kamu. Kamu tetap anak Ibu. Ibu ga bakalan bisa ubah itu." Ucap ibu dengan senyum yang terpancar di bibirnya. Aku pun terkejut dengan ucapan ibu barusan.

"Maksud Ibu?" Ucapku yang masih bingung.

"Nama kamu siapa sekarang?" Ucap ibu menanyakan namaku.

"Ehm. Fanny bu. Fanny Maulida." Ucapku sembari menikmati belaian tangan Ibu dirambut ku. Semua itu membuatku merasa tenang.

"Kamu nyaman ga jadi perempuan?" Tanya Ibu. Aku pun terdiam memikirkan pertanyaan itu.

"Nyaman sih bu. Jadi banyak yang perhatian sama aku. Tapi kalau ibu nyuruh aku buat jadi laki laki lagi. Aku mau kok." Ucapku dengan senang melihat ibu yang mulai senang dengan keberadaan ku.

"Ga usah. Ibu suka kamu jadi perempuan. Ibu lihat kamu lebih cocok jadi perempuan dari pada laki laki." Ucap Ibu dengan mencolek hidungku.

"Ibu dukung aku jadi perempuan?" Ucapku sambil berbaring di paha Ibu.

"Ibu udah lihat semuanya disini tentang kamu. Ibu juga minta Ali buat ceritain kamu selama disini. Dan yang ibu lihat kamu udah cocok buat jadi perempuan." Ucap Ibu. Ku pikirkan dalam dalam ucapan ibu. Semua itu membuatku bingung antara harus menjadi pria kembali atau tetap menjadi wanita seperti sekarang ini.

"Ibu kayanya dukung banget aku jadi perempuan. Apa ini gara gara Ali." Ucapku menuduh Ibu yang menyinggung tetang Ali. Ibu pun hanya tertawa melihatku melihat ekspresi ku.

"Ibu seneng ham kamu jadi perempuan. Itung itung Ibu ada anak perempuan yang bisa ibu ajak curhat bareng."

"Kan masih ada Sasa. Lagian kak Vita sama Kak Rumi juga ada." Ucapku sambil bermanja-manja kepada ibu setelah sekian lama tak bertemu.

"Kakak kakakmu itu jarang ke rumah. Lagian mereka kan menantu ibu. Bukan anak ibu. Jadi ibu kadang canggung kalau sama mereka. Kalau Sasa. Kan kamu tau sendiri dia itu seperti apa. Ibu kadang juga jengkel sama dia yang ga pernah bantuin ibu. Apalagi buat jadi temen curhat." Ucap ibu. Aku pun merasa iba kepadanya. Bagaimana hari harinya di lalui tanpa ada seseorang yang bisa ia ajak berbicara.

"Jadi ibu mau aku jadi perempuan nih?"

"Iya. Ibu mau kamu jadi perempuan. Masalah kakak kamu atau adik kamu. Nanti ibu bisa bantu jelasin." Ucap ibu. Kulihat wajahnya yang terpancar aura kebahagiaan.

"Tapi satu. Kamu harus jadi perempuan yang baik. Kamu harus pulang setelah ini. Ibu ga mau jauh dari kamu lagi." Ucap Ibu. Aku pun terkejut. Aku bingung jika aku pulang. Bagaimana reaksi keluargaku. Terutama tetangga yang akan mencibirku.

"Tapi Bu. Aku kan lagi kerja disini. Lagian gimana nanti reaksi mereka lihat aku yang udah seperti ini?" Ucapku. Ibu pun menyuruhku untuk bangun dan duduk disebelahnya.

"Kamu sekarang anak perempuan. Jangan pergi jauh jauh. Ibu ga suka. Masalah pekerjaan kamu. Nanti kamu bantuin ibu jualan di warung." Ucap Ibu yang membuatku kesal. Ternyata seperti ini jadi anak cewek. Ga bisa bebas seperti dulu lagi.

Aku pun bingung. Di satu sisi aku tak ingin menyakiti hatinya karena aku menolak ajakannya. Apalagi setelah aku tau jika dikampung Ibu yang merasa sendirian. Namun aku pun belum siap dengan reaksi orang orang. Apalagi dengan desaku yang masih menganggap negatif tentang waria.

"Iya deh bu. Aku mau temenin ibu. Tapi jangan bilang siapa siapa ya kalau aku ini waria. Aku malu." Ucapku menyuruh ibu merahasiakan.

Ibu pun setuju. Ia akan merahasiakan identitas ku dan hanya akan memberitahu keluarga dan beberapa saudaraku. Ia pun juga memintaku untuk mengurus catatan penduduk agar kesannya aku seperti di adopsi oleh ibu. Jadi yang orang tahu aku anak angkat ibu.

Semua itu dilakukan agar aku tak mendapat cemoohan orang orang. Tentang stereotip negatif tentang jalan hidup yang aku lalui. Tak lupa agar aku dapat sah secara hukum jika aku menikah dengan laki laki nanti. Walaupun sebetulnya aku belum siap jika harus menikah dengan laki laki. Apalagi jika teringat dengan malam bersama Ali waktu itu.

"Tapi bu. Kalau aku pulang ntar Ali gimana?" Ucapku yang mengkhawatirkan Ali.

"Kamu suka ya sama Ali?" Ucap ibu menggodaku. Aku pun salah tingkah mendengar ucapan ibu. Pipiku yang memerah bak buah tomat membuat ibu semakin menggodaku.

"Ih ga bu. Ali disini kan sendiri. Terus dia juga ga bisa ngurus rumah. Masak aja ga bisa. Nanti gimana kalau aku tinggal?" Ucapku dengan kesal. Menyuruh ibu untuk berhenti menggodaku.

"Ibu tau. Tapi ibu khawatir jika kamu tinggal sama Ali. Masak anak perempuan tinggal satu rumah sama laki laki yang bukan muhrim." Ucap ibu. Aku pun sedikit kesal dengan ibu yang mengkhawatirkan ku sebegitu jauh. Padahal aku juga bukan wanita betulan.

"Baru juga jadi anak cewek. Masak udah di larang larang. Tau gini mau jadi cowok aja." Ucapku dengan ekspresi kesal. Ibu pun tertawa melihat tingkahku.

Ibu pun menenangkan ku. Ia meyakinkanku jika semua akan berjalan lancar. Ia pun menyuruhku agar tak mengkhawatirkan Ali. Menurutnya Ali bisa hidup mandiri dan bisa mengurus semua walau tanpa aku.

Perjalanan panjangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang