0.6 | Tentang Hati

9.3K 1.1K 1.2K
                                    

Kawasan wajib vote dan coment!

Spam 💜💜💜:

***

"Jio, kamu nggak mau mampir dulu? Papah pengen ketemu kamu."

Tanzil melepas helm full face miliknya, ia berpikir sejenak sebelum kemudian mengangguk menyetujui permintaan gadis di depannya.

"Tapi aku cuma bisa sebentar doang, gapapa'kan?"

"Gapapa kok."

Luby tersenyum sumringah saat Tanzil menyetujui ucapannya, ia berlari kecil memasuki rumah miliknya.

"Jangan lari, Astaga!" jantung Tanzil berdegub lebih kencang, melihat Luby berlari seperti itu.

Sedangkan Luby malah balas menjulurkan lidahnya, seolah ia tengah meledek Tanzil dan mencoba membuat cowok itu kesal.

Tanzil terkekeh melihat itu, "Dasar,"

"Eh, Jio?"

Seorang pria paruh baya datang dengan sebuah laptop ditangannya, Tanzil mendekat dan menyalami tangan orang itu.

"Siang om," sapanya sopan. "Akhirnya saya bisa ketemu kamu lagi, ayo duduk." ajak orang itu.

Tanzil hanya mengikutinya dan berakhir duduk di sofa saling berhadapan. Orang itu adalah Bondan, ayah dari Luby.

Jika ditanya mengapa Tanzil terlihat sangat akrab. Itu karna dulu saat ia bersekolah SMP di luar negri, ia sering bertemu menemani Luby menunggu Bondan menjemputnya.

Dan kenapa ia dipanggil Jio itu memang sejak dulu Luby dan Bondan memanggilnya seperti itu.

"Nggak yangka akhirnya saya bisa bertemu kamu lagi,"

"Kebetulan om."

"Saya benar-benar senang, karna dengan adanya kamu maka Luby yang dulu akan kembali."

Tanzil berdehem, ia membenarkan posisi duduknya. "Maksud om?" tanyanya.

"Luby yang ceria,"

"Oh," jawab Tanzil singkat.

Itu tidak membuat Bondan marah, malah pria itu justru tertawa. Tapi sungguh ia sangat senang, kebahagiaan anaknya sudah kembali dan dia tidak akan membuarkan itu pergi lagi. Bagaimana pun caranya, akan Bondan lakukan.

"Di sekolah Luby baik-baik aja 'kan?"

"Baik om."

"Kamu tolong jaga dia ya, dia pasti nurut kalo sama kamu. Oh iya, gimana kalo setiap hari kamu yang antar jemput Luby?"

Bondan bertanya panjang kali lebar, dan jujur Tanzil sendiri bingung harus menjawab bagaimana. "Maaf om, saya nggak bisa." tolaknya halus.

Alis Bondan terangkat sebelah. "Kenapa? Bukannya kalian berpacaran?" tanyanya.

Pacaran? Bahkan Tanzil tidak pernah merasa menyatakan cinta pada Luby. Kenapa Bondan bisa berpikir sampai sejauh itu?

"Nggak om."

"Kenapa?"

Ok, mungkin Tanzil memang harus menjelaskannya. "Ada perempuan yang sudah berhasil mengambil hati saya sepenuhnya." jawabnya.

Kini giliran Bondan yang terdiam, ia meremas sofa disampingnya kuat. Mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja.

"Ekhem, maksud kamu Luby kan?"

"Bukan om,"

"Lalu siapa?"

Senyuman walau hanya sedetik Tanzil berikan. "Belum saatnya om tau,"

TANZIRA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang