0.1 | Efek Samping

14.1K 1.6K 1.2K
                                    

Aloooo!

Masih stay 'kan?

Siap buat ramein?

Kamu itu seperti kupu-kupu, terkejar tapi tak tergapai. Haruskah aku jadi bunga agar kau singgah?  - Tanzira

***

"Eh, Tanzil kenapa? Ada lalat masuk ke mulut Tanzil?" tanya Rora khawatir.

Tanzil menepis tangan Rora yang hendak memegang pipinya, ia menatap seolah tak suka. Seketika mental Rora menciut, ia menunduk memilih mengambilkan ponsel cowok itu yang terjatuh.

"Maaf." cicitnya seraya memberikan ponsel itu. "Pulang!" ketus Tanzil bangkit tanpa memedulikan perasaan Rora.

"Tapi itu donatnya Rora belum jadi,"

"Pulang."

"Tan--"

"Gue bilang pulang ya pulang!"

Tubuh Rora tersentak karna nada bicara Tanzil yang naik satu oktaf. Tak lagi membantah, ia berjalan membuntuti Tanzil di belakang cowok itu.

Ineke yang baru saja selesai membuatkan pesanan Rora, diam menganga melihat perempuan itu meninggalkan toko sebelum pesanannya jadi.

"Donat, maaf ya kamu nggak jadi di makan orang cantik. Gapapa, biar aku aja yang makan kamu."

Sejujurnya Tanzil tidak bermaksud membentak Rora tadi, ia sendiri pun bingung namun tetap enggan meminta maaf. Ada perasaan bersalah apalagi saat ia menyadari jika mata perempuan itu berkaca-kaca.

Tangan Tanzil terulur mengambil helm, memasangkannya pada kepala Rora. Setelah itu motornya mulai melaju, mengantar Rora pulang ke rumah.

Sampainya di depan rumah, tanpa disuruh Rora sudah langsung turun. Mencoba melepas helm namun tidak jua bisa.

"Sini." titah Tanzil datar. Rora mendekat, helm itu mulai Tanzil lepaskan dari kepalanya. "Makasih."

Tanpa melihat ke belakang lagi, Rora segera masuk. Tolong air matanya sudah hampir jatuh dan dia tidak mau Tanzil melihat itu.

"Ra."

Rora memejamkan matanya sebentar, lalu berbalik dan tersenyum samar ke arah Tanzil. "Kenapa Tanzil? Maaf ya tadi Rora buat Tanzil bete, tapi Rora nggak maksud begitu kok. Ror---"

"Ma--- syukur kalo lo sadar." baru saja dia ingin meminta maaf, tapi tetap saja kata lain yang keluar dari mulutnya.

"Iya Tanzil, yaudah Rora masuk ya."

Kepala Tanzil mengangguk sebagai jawaban, ia berlalu lebih dulu. Air mata Rora lolos bersamaan dengan motor Tanzil yang mulai melaju.

Tidak, dia tidak boleh menangis disini. Dengan gerakan cepat ia berlari masuk ke dalam rumah.

"Sayang, kok keliatan sedih?"

Langkah Rora terhenti, saat suara Acha menyapanya. Ia menghapus jejak air matanya, kemudian berkata. "Em.. Donat red velvet kesukaan Rora abis, bunda."

TANZIRA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang