EPILOG

3.3K 242 69
                                    

HAPPY READING

*****

TANZIL tidak menyangka jika ayah dan teman-teman ayahnya itu merencanakan sesuatu. Kini Tanzil, Ciko, Shasa, dan juga Utara dibuat bingung dengan tingkah orang tua mereka.

Bagaimana tidak? tiba-tiba saja mereka diajak ke tempat dimana Altas dan keluarganya tinggal saat ini, dan mereka bilang ingin reunian.

"Ciko mauuuu!"

Si bontot itu berteriak seraya berlari mengejar Utara yang tengah makan sebatang coklat bersama Shasa, anak itu mengambil alih coklat yang tengah Utara genggam.

"Itu punya gue," Utara berusaha merebut lagi, namun akhirnya ditahan oleh Shasa.

"Udah biarin, buat Ciko aja." ucap Shasa.

Ciko menjulurkan lidahnya meledek Utara, "Wleee! Kak Shasa lebih sayang Ciko."

Utara memutar bola matanya jengah, anak kecil itu sangatlah menyebalkan.

Mereka semua kini tengah berkumpul menunggu hendak makan malam bersama, menunggu kedatangan Altas dan juga keluarganya.

Tanzil tidak menghubungi Rora sama sekali, bahkan ketika gadis itu menghilang tidak mengabarinya 2 hari ini sama sekali tidak Tanzil hiraukan.

Bukan karna alasan dia tidak peduli lagi, tapi Tanzil berusaha mengerti barangkali gadis itu tengah sibuk.

"Bang! Lo diem amat!" tegur Utara, karna sejak tadi Tanzil sama sekali tidak berbicara apapun.

"Bang Tanzil lagi puasa ngomong." seru Ciko.

Tos!

Tanzil dan Ciko bertos ria, "Pasti ngomongnya nanti kalo ada Kak Rora, ih Ciko juga kangen deh sama Kak Rora."

"Rora gak kangen sama lo,"

"Bang Utara!"

"Apa? Kenyataan, buktinya dia ngga pernah kasih kabar ke lo 'kan?"

Ciko semakin cemberut, sedikit lagi melayangkan bogem mentah ke arah Utara. "Biarin!"

"Jangankan lo, Cik. Yang pacarnya aja udah ngga dikabarin 2 hari. Cuaks!" ledek Utara melirik Tanzil.

Plak, Shasa menepuk lengan Utara. "Kasihan loh Bang Tanzil!"

Utara mendekatkan telinganya ke arah Shasa, "Apa? apa? kasihan? nggak usah dikasihani sayang, Bang Tanzil aja denial terus" serunya.

Utara memang kesal dengan Tanzil yang selama ini terima-terima saja Rora berbuat seenaknya, menghilang tiba-tiba, tidak mengabari, bahkan dia susah untuk dihubungi.

Bukannya Utara ingin ikut campur, tapi dia justru peduli dengan Tanzil. Laki-laki itu selalu bilangnya tidak apa-apa mungkin ini giliran dia menerima semua akibat dari perbuatannya dulu.

Tapi bagi Utara, ini semua jelas tanda Rora punya pacar lagi disana. Bagaimana bisa perempuan itu tahan tidak berkabar dengan pacarnya sendiri?

"Berisik kalian," ucap Tanzil langsung melenggang ke arah dimana sang ayah dan teman-temannya berkumpul.

"Wih calon dokter kita ini," Patrick menepuk pundak Tanzil bangga, memang dia adalah orang yang paling kegirangan saat anak semata wayang Tama ini memilih kedokteran sebagai jenjang yang akan ia lanjutkan.

"Gratis dong kita kalo periksa nanti!" timbal Vino menaik turunkan alisnya.

"Gak lah, justru buat Uncle 2 kali lipat." jawab Tanzil masih dengan wajah datarnya.

TANZIRA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang