4.4 | Satu Minggu

6.7K 728 449
                                    

SELAMAT MEMBACA 💜💜💜

koreksi typo ya sayang, tengkyu

💜💜💜💜

*****


"Makan,"

"Rora udah makan, Tanzil. Tadi abis makan malam." ucap Rora namun tangannya tetap menerima semangkok bakso yang diberikan oleh laki-laki itu.

Kini mereka tengah berada di sebuah kedai bakso pinggir jalan yang cukup ramai pengunjung, mungkin karna jaraknya dekat dari rumah Rora.

Mereka jalan kaki berdua dari rumah Rora menuju tempat ini, selama perjalanan pun mereka sama sekali tidak mengobrol satu sama lain.

"Tanzil, Rora nggak akan abis.." jujur Rora, karna memang dia masih sangat kenyang.

Tanzil melirik, "Nanti gue yang abisin." jawabnya singkat.

Rora menghela nafasnya panjang kemudian mulai memakan bakso miliknya itu, baru satu suap ia dibuat tekejut karna rasanya yang enak. Senyum Rora langsung terbit, ia yang semula merasa kenyang seketika lupa.

Satu persatu bakso ia makan, sampai di dalam mangkok itu hanya tersisa kuah saja.

"Enak banget.." Rora sengaja berbicara dengan suara lirih.

Tanzil yang melihat itu hanya tertawa kecil, ia mengulurkan tangannya mengusak puncak kepala Rora gemas. "Lo lucu kalo lagi makan."

Rora mengedipkan matanya berkali-kali terkejut dengan tindakan cowok itu, "Mau lagi?"

"Ha--hah?" responnya bingung.

"Lo mau bakso lagi?"

"Enggak, kenyang. Rora kenyang." tolak Rora segera, tidak lucu sekali makan dua porsi di depan pacar sendiri.

Tanzil hanya mengangguk, cowok itu kemudian mengambil mangkok milik Rora. Mengembalikan nya pada penjual dan membayar makanan yang telah mereka makan.

"Ayo," Tanzil menggandeng tangan Rora, mengajaknya untuk kembali berjalan.

Entahlah, Rora juga bingung akan di ajak kemana. Daritadi cuma jalan-jalan terus mampir makan bakso sebentar. "Kita mau kemana?" akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya.

"Kemana aja, asal cuma ada kita berdua."

Rora diam tidak membalas, apa-apaan cowok ini. Kenapa dia menggombal? Dan itu sungguh berefek untuk tubuh Rora.

"Rora mau minta maaf, Tanzil." masih dengan kepala menunduk, Rora berkata.

"Untuk apa?"

"Rora salah, Rora nyakitin hati Tanzil."

"Nggak perlu. Jadi sekarang lo udah tau semuanya?"

Rora mengangguk.

"Lupain aja, gue nggak marah. Yang penting sekarang lo udah nggak marah lagi sama gue."

Lagi-lagi tangan Tanzil terulur mengusak puncak kepala cewek itu, dengan senyum dia menyandarkan kepalanya sebentar ke kepala Rora.

Rora ikut tersenyum, "Rora sayang Tanzil."

"Gue lebih sayang lo."

Suasana hati Rora benar-benar baik, meski masih ada yang mengganjal. Apakah ia harus bertanya tentang Luby?

"Kita duduk disana," Tanzil menunjuk sebuah kursi panjang, Rora mengangguk.

Mereka duduk bersebelahan di kursi itu, memandang sepi jalanan yang hanya ada beberapa orang berlalu lalang. Memang mereka sudah lumayan menjauh dari kawasan ramai tempat para pedagang kaki lima.

TANZIRA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang