3.6 | Penenang

6.7K 827 105
                                    

HAPPY READING!

*****

"Ra..."

"Ra? Kenapa?"

Ghea kebingungan melihat Rora yang masuk ke dalam kelas dalam keadaan menangis, gadis itu tak mengidahkan pertanyaan Ghea sama sekali. Langsung duduk di bangkunya dan menangis.

"Ra? Cerita sama gue.." Ghea berusaha membujuk, mengelus bahu gadis itu. "Ghe... Gue anak Bunda dan Daddy 'kan?" lirih Rora bertanya.

Ghea mengangguk. "Tentu, Ra... Lo anak mereka.  Kenapa lo nanya kayak gitu?"

Rora memeluk Ghea dan menangis semakin deras, gadis itu tidak menjawab hanya isak tangis yang terdengar pilu.

"Temen lo belum bisa terima fakta kalo dia anak angkat."

Seorang siswi datang dan berdiri tepat di depan Rora dan Ghea, ia menyilangkan tangannya di depan dada. Begitu angkuh tengah tersenyum remeh. "Maksud lo apa Tika?!" sentak Ghea.

Tika tertawa memandang Rora dan Ghea seolah jijik. "Satu sekolan juga udah tau dia anak angkat." dampratnya.

Ghea hendak bangkit melawan, namun Rora menahan tubuhnya dengan terus memeluk. Bisa Ghea rasakan jika tubuh Rora bergetar, "Jangan Ghea..." lirih Rora.

"Lo! Lo gak bakalan bisa hidup tenang lagi!" jari telunjuk Ghea tepat menunjuk ke arah Tika, sedangkan perempuan itu hanya memandang remeh tanpa rasa takut.

Tika berbalik dan langsung pergi keluar dari ruangan kelas itu, berbarengan dengan Inggit yang baru saja sampai dan langsung menuju ke arah Rora.

Seisi kelas memerhatikan mereka, tak banyak juga yang berbondong-bondong keluar untuk mengecek mading.

Bisik-bisik siswa dan siswi yang membicarakan Rora pun mulai banyak terdengar di telinga, membuat gadis itu semakin sedih.

"Ra... Jangan dengerin ok?" Inggit berujar.

Rora menggeleng masih enggan melepas pelukannya pada Ghea. "Mau pulang..." cicitnya.

Ghea dan Inggit saling pandang, "Biar gue cari Tanzil." putus Inggit langsung berlalu bangkit.

"Anak angkat ternyata,"

"Pantes nggak pernah liat dia sama keluarganya."

"Pasti numpang hidup."

"Ra, jangan dengerin."

"Kita masih di pihak lo kok, Ra."

Ujaran-ujaran tak baik Rora dengar dengan jelas dari teman-temannya, tak banyak juga yang tetap menyemangati dirinya. Rora melonggarkan pelukannya pada Ghea, beralih menempelkan pipinya di atas meja dengan tangan sebagai batalnya.

Hari ini benar-benar buruk untuknya, dari dulu ia tak pernah mendapatkan perlakuan sangat buruk seperti ini.

"Tanzil... Rora butuh Tanzil..." ucap Rora lirih.

Ghea mengelus surai Rora, menatap tidak tega sahabatnya itu.

"Rora!"

Seorang laki-laki masuk ke dalam kelas itu, berjalan menuju ke arah Ghea dan juga Rora. Wajahnya sangat kentara tengah emosi, mendaratkan tubuhnya duduk bersebelahan dengan perempuan itu saat Ghea bangkit dan memberi ruang untuk mereka.

"Mau pulang?" tanya laki-laki itu.

Rora mendongak sedikit, ia menatap mata lawan bicaranya itu. Kepalanya mengangguk sebagai jawaban, "Mau pulang... Rora mau pulang..."

TANZIRA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang