Bagian 5

562 26 0
                                    

Pukulan keras tangan seorang pria muda ke meja makan restoran yang berbentuk bundar itu menciptakan suasana hening di sekitarnya. Orang di sekitar meja itu ikut tersentak dan memandangi arah datangnya suara itu untuk seketika. Lebih terkejut lagi sepasang suami istri tua yang turut mengelilingi meja bundar itu. Anak bungsu mereka itu lagi-lagi membuat malu dengan menggemparkan seisi restoran mewah bergaya Italia itu.

Anak lelaki itu berkata dalam bahasa Inggris dengan aksen Inggrisnya yang tegas, "Ayah, tolong. Ayah sudah bicara ini padaku delapan hari yang lalu."

Ayahnya melihat sekeliling sambil menahan malu. Anak bungsunya itu tahun ini genap berusia 27 tahun. Sebagai pewaris perusahaannya kelak, ia mau anaknya itu segera menemukan pasangan.

Anak lelaki semata wayangnya itu belum pernah sama sekali memiliki kekasih. Tentu itu membuatnya curiga. Apa ada yang salah dengannya. Apalagi karena lama tinggal di luar negeri, pria tua itu takut anaknya tidak suka memiliki komitmen dalam sebuah hubungan.

Karena kecemasan itu, ia dan istrinya mengundang anak lelakinya itu makan siang untuk membicarakan soal perjodohan. Tapi baru saja pria tua itu mengatakan niat awalnya, anak itu sudah membentak.

"Ya, tapi sekarang Ayah membawa solusi." Ia membuat suaranya sebisa mungkin terdengar lugas agar tidak kalah dengan bentakan sang anak.

Masih dalam bahasa Inggris yang kental anak itu menanyakan apa solusi yang dibawakannya.

Pria tua itu menjulurkan tabletnya kepada anaknya. Di layar tablet sudah terpampang foto gadis cantik seumuran dengan anaknya itu. Itu adalah anak dari salah satu rekan bisnisnya.

Melihat foto di tablet, anak itu sedikit merubah sikapnya. "Foto siapa ini?" katanya.

Ayahnya itu memasang raut wajah sumringah dengan senyum mengembang di wajahnya. Ia tahu kalau anak lelakinya itu memang pecinta wanita.

"Anak kenalan Ayah," tukas pria tua itu.

Anak itu hanya menggulirkan layar tablet ke bawah tanpa merespon. Ia membaca informasi tentang gadis di foto itu dari tulisan di bawah fotonya. Sepertinya seseorang menulis profilnya di internet. Dengan kata lain, gadis ini orang terkenal.

"Besok malam datang ke restoran di Hotel Pasificiana dengan pakaian rapih."

Perkataan tegas ayahnya sedikit mengejutkan hingga membuatnya bingung.

Lagi-lagi anak itu menyentak, "Apa?"

Pria tua itu tampak agak gentar menghadapi anaknya. Ia berdeham sekali. Tidak biasanya ia seperti ini. Kehilangan wibawanya di depan anaknya.

"Ayah mencoba menjodohkanku lagi?" tanyanya.

Tak ada penjelasan dari pria tua itu. Karena cukup lama menunggu jawabannya, Adam memutuskan keluar dari restoran meninggalkan tempat makan siang itu.

Adam sudah berada di kantornya lagi. Jam istirahat makan siang memang masih belum berakhir. Tapi nafsu makannya sudah sirna karena pertemuannya dengan kedua orang tuanya.

Ia tiba di lantai tempat kerjanya. Sebelum memasuki ruangannya, ia melihat ke meja dengan papan nama Gusti Ayu Amanda Astika yang kosong. Ia bertanya pada pegawai lain ke mana perginya sekertarisnya itu.

"Saya di sini." Terdengar suara sekertarisnya itu datang dari belakang.

"Soal rapat setelah ini." Adam menggaruk pelipisnya. "Sampai jam berapa, ya?"

Amanda berjalan ke mejanya melewati Adam. Setelah melihat komputer tabletnya, ia menjawab pertanyaan bosnya itu kalau rapat hanya akan berlangsung dua jam. Setelah itu tidak ada pekerjaan lagi untuknya hari ini.

"Kalau begitu, tolong hubungi dr. Andreas dan bilang kalau aku ke sana sore ini."

"Wah, tapi saya sudah mengatakan pada dr. Andreas kalau Pak Adam tidak bisa ke sana sore ini. Aku ragu ia tak bersedia."

Adam menepuk kedua pundak wanita itu dan berkata, "Aku yakin dr. Andreas bersedia."

Tidak lama berselang wanita itu mengeluarkan ponsel dari saku di rok sepannya. Ia memang bisa diandalkan. Tidak salah Adam memilihnya sebagai seorang sekertaris. Ia sangat cekatan ketika mendapat perintah.

Matahari sudah terpeleset ke arah barat ketika Adam keluar dari gedung tempatnya bekerja dan kemudian memasuki mobil Toyota Crown Athlete berwarna putih miliknya. Tujuannya adalah Rumah Sakit dr. Rusdiyatmo, tempat dr. Andreas bertugas.

Kemacetan ibukota di jam-jam seperti ini memang sudah jadi keseharian penghuninya. Tidak ada warga ibukota yang tidak tahu soal macet ibukota yang semakin diperparah dengan pembangunan jalur layang khusus bus di atas jalan-jalan utama.

Raut wajah Adam mulai membaik setelah sampai di tempat tujuan dan langsung disambut dr. Andreas di lobi depan rumah sakit. Dengan sopan, dokter yang tingginya hampir menyamai Adam itu mengajaknya ke ruangan kerjanya.

Dr. Andreas adalah salah satu staf humas rumah sakit itu. Sudah sejak lama perusahaan keluarga Adam menjalin hubungan kerja sama dengan rumah sakit itu.

Pertemuannya dengan dr. Andreas kali ini bukan untuk urusan pekerjaan. Ia datang sebagai pasien. Selain staf humas rumah sakit, dr. Andreas adalah dokter kandungan dan ahli fertilitas.

Belakangan Adam berpikir mengenai kesuburannya. Mengingat ia sering sekali berhubungan badan secara bebas, tapi anehnya ia tak mampu membuat satupun gadis hamil.

Sebelumnya, ia sempat menggunakan alat tes kesuburan pria sendiri. Tapi karena masih ragu akan hasilnya, pagi tadi ia mendatangi dr. Andreas untuk melakukan pemeriksaan di rumah sakit.

"Inu hasil pemeriksaanmu pagi tadi."

Dr. Andreas menyerahkan amplop putih dengan cap rumah sakit tersebut di salah satu sisinya. Di bawah cap rumah sakit itu tertulis "Sangat Rahasia" dengan tinta biru tua.

Dengan bahasa Inggris aksen Inggrisnya, Adam berkata, "Terima kasih."

Meski dokumen itu tertulis dalam bahasa Inggris yang Adam pahami betul, tapi ia tak memahami maksud isinya. Apa diagnosa yang ada di sana juga Adam tidak tahu. Karena itu, dr. Andreas memajukan posisi duduknya dan mulai menjelaskan pada pasiennya itu.

Raut wajah Adam berubah seiring penjelasan dr. Andreas padannya. Dari hasil analisis sperma yang ia lakukan, diketahui Adam memang kurang subur.

Sejatinya Adam sudah mempersiapkan hatinya untuk menerima kemungkinan itu. Tapi entah kenapa ia seperti sulit menerimanya. Adam mencoba berpikir jernih agar ia tak larut dalam kesedihan setelah mengetahui kondisinya.

Dr. Andreas menyemangatinya dengan mengusap punggungnya.

"Kau tidak perlu khawatir. Kalau kau menikah nanti, akan aku beri perawatan khusus untukmu agar bisa memiliki anak."

Adam tersenyum setelah mendengar perkataan pria dengan jenggot beruban itu. Ia tidak salah menjadikan dr. Andreas dokternya untuk mengkonsultasikan ini.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang