Sebenarnya kalau orang bertanya apa fungsi sekertaris bagi Adam, pria itu tak dapat menjawabnya secara tegas. Ia seorang yang terbiasa melakukan segalanya sendiri. Mengatur jadwal hariannya sendiri juga ia mampu.
Karena perusahaan mewajibkan adanya sekertaris untuk setiap kepala bagian, ia harus memilih satu orang ketika ia diangkat menjadi Kepala Bagian Penjualan dua tahun lalu. Saat itu, semua calon yang lolos adalah pria. Kecuali wanita yang berusia 27 tahun ketika itu.
Tentu ia langsung memilihnya.
Setelah berjalan dua tahun memimpin Bagian Penjualan ini, Adam mulai mengerti kehadiran wanita itu.
Begitu juga saat ini. Wanita itu dengan cekatan membantunya melakukan ini dan itu dalam rapat siang ini.
Tidak seperti biasanya, Adam kurang antusias mengikuti rapat kali ini. Pikirannya seperti berada di luar ruang rapat. Padahal rapat ini masih akan berlanjut cukup lama.
"Ini rencana produk perbankan yang baru, Pak," ucap sekertarisnya sambil menyerahkan kumpulan kertas beberapa halaman itu.
Sebelumnya seorang pegawai pria menyerahkan berkas itu padanya langsung. Tapi Adam tidak mengindahkannya.
Begitu melihat rencana itu, Adam langsung saja memberi tanda tangan di lembar persetujuannya. Ia tidak menambahkan perintah untuk merivisinya. Begitu juga dengan memberikan komentar yang setiap rapat selalu panjang lebar ia sampaikan.
Melihat Adam menandatangani proposalnya secepat itu, pegawai pria tadi memasang raut wajah penuh tanda tanya. Meski terlihat juga kegembiraan di wajahnya itu.
Setelah rapat itu berakhir, Adam menuju ke ruangannya dan sekertarisnya mengikuti sambil membawakan beberapa dokumen dari rapat tadi dalam pelukannya.
"Pak, boleh saya bertanya sesuatu?" tanya wanita itu ketika Adam sudah duduk di kursinya.
"Silakan."
"Apa ada yang salah dengan Anda hari ini?"
Benar. Adam juga sedang menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri.
"Maaf kalau saya kurang sopan." Wanita itu menambahkan karena terjadi keheningan.
"Menurutmu, ada yang salah padaku?" tanya Adam penuh pengharapan akan jawaban jujur.
"Anda tidak seperti biasanya saja. Hanya itu."
Adam biasanya banyak bicara di dalam rapat. Rapat apapun itu jika tidak ada atasannya.
Ia akan lebih menjaga sikapnya jika ada atasan. Tapi di luar itu, ia banyak mengungkapkan pendapatnya. Bahkan tidak jarang untuk menetapkan sebuah keputusan, butuh dua sampai tiga kali rapat.
Berbeda sekali dengan rapat barusan.
"Maaf. Hari ini saya lancang sekali," ujar Amanda.
Meski ia lebih tua dari Adam, ia hanya seorang pegawai bagi pria itu. Dalam dua tahun ini juga dia selalu bersikap sopan pada Adam. Mungkin karena ia merasa ada yang tidak biasa dari pria itu hari ini, jadi ia mengungkapkannya.
Adam memang menjadi aneh sejak kemarin. Tiba-tiba saja ia membatalkan rapat di sore hari dan menggantinya menjadi siang ini. Alasannya karena ia keluar dari kantor bersama seorang gadis yang menjadi tamunya tanpa memberitahu tujuannya.
"Tidak apa-apa. Kau tidak perlu sungkan."
Adam cukup tenang mengatakan itu sambil meminum jus jeruknya.
Kini Adam dan sekertarisnya berada di sebuah restoran bernuansa putih. Restoran itu cukup jauh dari kantor, jadi wanita itu berani untuk bertanya banyak soal permasalah pribadi atasannya itu. Ia sendiri yang membawa Adam ke restoran ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...