Bagian 19

364 14 0
                                    

Kukis dengan taburan butiran cokelat tertata dengan rapi di atas piring di hadapannya. Adam langsung membelalakkan matanya padahal ia baru saja terbangun di atas sofa ruang tamu yang sama sekali tidak empuk dan busanya keluar di beberapa titik. Ia melihat kue kesukaannya berada di depan matanya.

Tak jauh dari tempatnya, Debby berdiri di dapur sedang mempersiapkan sesuatu. Harum masakannya tercium pekat di hidung Adam yang mancung.

Setelah mengambil dua buah kukis, Adam berdiri dan menghampiri Debby di dapur. Ia semakin tak sanggup menahan derasnya liur di yang keluar dari lidahnya begitu melihat masakan Debby. Semua yang wanita itu buat adalah kesukaannya.

Adam turut membantu ibunya itu memasak. Ia memang mulai suka memasak sejak kecil karena sering membantu Debby ketika ia bersamanya. Meski sibuk, Adam juga terkadang membuat makan malamnya sendiri.

"Senang bisa memasak makan malam bersamamu lagi, Adam," ujar Debby dengan wajah sumringah.

Wanita itu tidak pernah menikah sepanjang hidupnya. Jadi hanya Adam yang selalu bersedia memakan makan malamnya.

Tentu saja Adam merasa amat bersalah karena kesibukan semakin menjauhkannya dari ibu kandunganya itu. Tapi Debby selalu memiliki cara untuk berkilah untuk itu. Ia selalu berkata kalau ia menikmati kesendiriannya.

Dengan cepat, Adam sudah menata meja makan menjadi rapi. Semua makanan yang Debby buat bersamanya sudah tersaji.

Debby mengeluarkan sebotol anggur merah dengan label Breton Vale dari tempat penyimpanan anggurnya.

"Kau ingat terakhir kali menuangkan anggur ke dalam botol dari tong?" tanya Debby pada Adam.

"Mungkin liburan musim panasku yang terakhir di sini?" kata Adam menebak.

"Benar."

Debby menjentikkan jarinya.

Ia melanjutkan kata-katanya, "Saat itu kau berusia 12 tahun, ya? Berarti anggur ini sudah berusia 15 tahun."

"Ini anggur yang aku tuang itu?" tanyanya sambil berapi-api.

Debby mengangguk.

Ia lalu berkata, "Kau sempat kesal karena sempat menumpahkannya meski hanya beberapa tetes."

Keduanya tertawa.

Debby menuangkan anggur dari botol ke gelas Adam terlebih dahulu.

"Anggur pertamamu di hadapanku."

Adam tersenyum manis. Ia mengangkat gelasnya yang sudah terisi anggur.

Dengan sekali teguk ia menghabiskan anggur itu.

"Jadi begini rasa anggur yang sudah disimpan?" tanya Adam menjauhkan gelasnya.

Sebenarnya tidak terlalu berbeda rasanya dengan anggur yang segar. Tapi tetap saja Adam menyampaikan kesannya dengan baik.

Anggur itu sendiri merupakan produksi keluarga Debby. Sebagai satu-satunya pewaris yang tersisa di keluarganya, Debby sendiri yang menjalani usaha itu saat ini. Dengan mempekerjakan masyarakat sekitarnya, Debby mampu bertahan hidup sendiri.

Sebenarnya label anggur keluarga Breton termasuk yang memiliki kualitas terbaik di Australia. Saat kakek Debby menjalankan bisnis itu, anggur dengan label Breton Vale sempat dijual hingga ke luar negeri.

Belakangan produksi mereka memang menurun. Debby sendiri sedang mempertimbangkan untuk menjual semua aset perusahaannya dan segera pensiun. Tapi Adam sedikit kurang setuju dengan gagasan itu.

Adam berdeham satu kali di tengah makan malam. Debby yang semula sedang mengunyah makanannya mengalihkan perhatiannya pada Adam.

"Debby, ada yang aku mau bicarakan padamu."

"Katakan saja," ujar Debby santai.

"Jadi, ada seorang gadis datang padaku." Adam ragu untuk melanjutkannya.

Debby tetap diam memperhatikan. Ia menunggu Adam melanjutkan ucapannya.

"Gadis itu mengaku sedang mengandung anakku."

Debby terlihat sedang mengolah kata-kata Adam di kepalanya.

"Jadi, pacarmu sedang mengandung anakmu?" tanya Debby perlahan.

"Kami bahkan tidak berpacaran."

Adam sempat berhenti berbicara untuk menghela napasnya dalam-dalam.

"Kau tahu? Cinta satu malam."

Mata Debby tampak penuh dengan pertanyaan. Ia tak berkata apa-apa. Mungkin ia hanya ingin mendengarkan putranya melanjutkan ceritanya.

Di lain sisi, Adam ingin sekali bisa mengatakan kalau dirinya adalah pria yang kurang subur untuk bisa memiliki anak. Tapi mengatakan semua itu di depan orang yang melahirkannya, tentu sangatlah berat. Ia memikirkan betul-betul perasaan wanita itu.

Debby tetap termenung menunggu kelanjutan cerita Adam.

Mungkin karena keheningan yang berlangsung lama, Adam jadi merasa terdorong untuk mengatakan masalahnya. Matanya yang penuh keyakinan menatap tajam Debby yang tampak terus menunggunya melanjutkan ceritanya.

"Sebenarnya, aku ini pria mandul."

Cara bicaranya terdengar seperti orang yang sudah terbiasa mengatakan itu.

Tentu saja pernyataan itu membuat Debby terkejut. Ia terbelalak dan sebelah tangannya menutupi mulutnya.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang