Bagian 41

210 9 0
                                    

Secepatnya Rini mencoba menghapus air matanya begitu mendengar Adam membuka pintu kamar. Meskipun ketika Adam masuk matanya masih terlihat sembap. Rini menguatkan diri untuk tidak menangis di depan pria itu. Ia menarik napas dalam-dalam mengisi paru-parunya sepenuh yang ia bisa dan menghembuskannya perlahan.

Adam mendekatinya dengan raut wajah khawatir. Padahal baru saja ia selesai bertengkar dengan orang tuanya di luar ruangan ini. Saat Rini menangis tadi, ia mendengar pertengkaran hebat antara anak dan orang tua itu. Terdengar beberapa kali Adam membentak ibunya. Satu hal yang amat Rini sesalkan. Rini ingin sekali menghormati orang tuanya, tapi sejak baru lahir pun ia bahkan tak pernah bertemu kedua orang tuanya itu.

"Aku minta maaf soal kedua orang tuaku barusan." Adam berlutut di depan Rini sambil menggenggam sebelah tangan Rini dan dengan lembut membelainya. "Aku tahu itu sangat melukaimu. Jadi, aku minta maaf dari hatiku yang paling dalam."

Rini menggeleng sambil menahan perasaannya yang mungkin akan meledak lagi. "Aku baru tahu alasanmu yang terkesan menyembunyikanmu. Maafkan aku karena salah menilaimu."

Setelah senyuman paling menghangatkan tergambar di wajah tampannya, Adam mulai mendekap Rini. Tangannya membelai punggung Rini dengan penuh kelembutan. Benar-benar Adam mencurahkan kasih sayangnya pada Rini.

"Kau tidak perlu merasa bersalah untuk itu," ujar Adam dengan nada yang tenang. "Dalam masalah ini, lebih banyak aku yang berbuat salah. Aku bahkan membuatmu telanjang di depan mataku."

Setelah mendengarnya dari Adam yang menggunakan nada meledek, rasa malu yang tadi sempat tertunda mulai muncul dalam benak Rini. Namun, ia segera memaklumi mengingat situasinya seperti itu. Lagi pula, Adam juga sudah pernah melihat dirinya telanjang bulat beberapa bulan yang lalu. Memikirkannya malah membuat Rini tersenyum salah tingkah.

"Adam," ucap Rini

"Ya?"

"Bisa mundur sedikit? Perutku terasa penuh sesak jika kau terus memelukku seerat ini."

"Oh, maaf," ujar Adam sambil melepaskan pelukannya. Ia lalu mencium perut buncit Rini itu dua kali di masing-masing sisi. Setelah itu, ia beranjak lalu duduk di sisi Rini.

"Tidak usah memikirkan ucapan-ucapan kasar mereka. Apalagi apa yang diucapkan wanita itu."

"Adam, aku terpikir ini selama kau bertengkar dengan orang tuamu tadi. Bukankah kamu terlalu berlebihan bersikap begitu? Terlebih pada ibumu sendiri."

Adam mengembuskan napasnya perlahan. "Dia bukan ibuku."

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak menyadarinya dari bentuk fisikku? Aku berkulit putih dengan rambut yang terang. Tidak mungkin pasangan seperti mereka bisa memiliki anak seperti aku."

"Aku masih tidak paham. Apa itu artinya kau anak angkat?"

"Tidak juga. Ayah adalah ayah kandungku. Tapi Rose bukanlah ibu kandungku. Ibu kandungku berasal dari Australia. Aku tidak tahu bagaimana denganmu, tapi mungkin saja kita memiliki kesamaan. Kita sama-sama anak di luar pernikahan."

Adam tertawa di akhir kalimatnya. Rini tidak bisa memahami selera humornya. Bercanda soal itu di depan orang yang tidak tahu siapa orang tuanya adalah satu hal yang kelewatan. Tapi Rini tidak mau ambil pusing soal itu lebih lama lagi. Sebaliknya, Rini ingin mendengar asal-usul Adam lebih dari ini. Jadi, ia bertanya, "Apa ayahmu selingkuh dengan orang Australia itu hingga kau lahir?"

"Ya, bisa disimpulkan seperti itu." Adam mengerling genit setelah mengakhiri kalimatnya.

"Boleh aku tahu lebih jauh?" tanya Rini. "Aku ingin tahu banyak hal tentangmu."

"Ibu kandungku bernama Deborah. Aku memanggilnya Debby."

Adam melanjutkan ceritanya dengan cerita yang sering ia dengar dari ibu kandungnya itu. Yaitu bahwa ayah dan ibunya merupakan sepasang kekasih ketika masih muda saat keduanya belajar di Inggris. Ibu Adam merupakan senior dari ayahnya. Kisah cinta mereka cukup serius karena ayahnya ingin melanjutkan hingga ke tahap pernikahan. Bahkan, ayah Adam sudah memperkenalkan gadis itu pada keluarganya.

"Tapi, di sini lah 'aturan keluarga' yang tadi sempat ayahku sebut berperan. Anak laki-laki di keluarga kami, tidak bisa sembarangan menikah dengan perempuan mana saja. Keluarga kami harus mengetahui latar belakang gadis itu dengan baik. Katanya, keluarga kami sudah menerapkan ini di lebih dari sepuluh generasi. Setelah keluarga tahu latar belakang ibuku, mereka menolak menikahkan ayah dengan gadis pilihannya itu. Alasan utamanya karena dia warga negara asing. Cukup aneh di zaman yang sudah hampir tidak ada pembatas ini. Karena itu, ayah terpaksa putus dengan ibu yang harus kembali ke Australia. Beberapa tahun kemudian, ayah menikah dengan Rose dan memiliki dua orang anak perempuan. Rose adalah anak dari seorang pengusaha yang saat itu usahanya hancur dan ditolong oleh ABB Group, hingga akhirnya menjadi salah satu anak usaha kami. Imbalannya, ia memberikan Rose untuk menjadi menantu di keluarga ini."

"Itu berarti, ayahmu bertemu dengan ibumu lagi setelah itu?"

"Ya, tapi jauh setelah itu. Mungkin sekitar lima belas tahun setelah menikah dengan Rose. Saat itu ayah harus bertugas di Adelaide dan karena ibuku juga tinggal di sana, mereka bertemu lagi setelah sekian lama. Mereka menjalin hubungan gelap itu setidaknya selama dua tahun."

"Lalu kamu lahir?" Rini sempat terkikik setelah mengatakannya.

"Ya, begitu lah."

Rini menyandarkan kepalanya di bahu Adam. "Aku senang mendengar cerita tentangmu."

"Aku juga senang bisa menceritakannya pada orang yang aku kasihi. Aku belum pernah cerita ini semua pada siapa pun sebelumnya.

"Bahkan teman-temanmu?"

"Ya, teman-temanku di sini tidak ada yang tahu. Bahkan teman kuliahku di Inggris juga tidak. Hanya teman masa kecilku di Australia saja yang tahu. Itu pun tidak banyak."

Tanpa sadar Rini tersenyum manja pada Adam. Ia memejamkan matanya, lalu menggeliatkan kepalanya di pundak pria itu. Hal itu sepertinya memancing tangan Adam yang mulai membelai kepalanya itu dengan penuh kelembutan. Sepertinya, Rini sudah menemukan sebuah kenyamanan dengan hanya berada di sisi Adam.

"Lalu, mengapa setelah kau lahir ayahmu tak menikahi ibumu? Apa hubungan itu hanya sebatas hubungan gelap saja?"

"Aku tidak tahu banyak soal kelanjutan hubungan mereka. Yang aku tahu, Debby tidak bisa masuk ke dalam keluarga kami jika ayah tidak menceraikan Rose. Tentu saja Rose dan keluarganya tidak bisa menerima perceraian itu. Karena itu, setelah aku lahir, terjadi perdebatan sengit. Karena ayah tak mungkin menceraikan Rose, tapi juga tidak bisa menikahi Debby. Sialnya, keluarga kami tidak memiliki pewaris lagi jika aku tidak masuk ke dalam keluarga ini. Karena itu, terjadi kesepakatan antara keluarga kami dengan Debby. Bahwa Debby memiliki hak untuk bertemu dengan diriku secara berkala sampai aku berusia dua belas tahun, tapi secara tertulis aku adalah anak dari ayahku dan Rose."

"Membingungkan, ya. Tapi, apa ibumu tidak dapat apa-apa dari kesepakatan itu selain bisa bertemu denganmu?"

"Aku tidak tahu karena ibuku tidak berbicara banyak soal itu."

"Seperti misalnya harta?"

"Keluarga ibuku merupakan pengusaha anggur terkenal di daerahnya. Hingga sekarang juga ibuku mengelola bisnis anggur itu. Jadi, kalau hanya diberi uang, kurasa tidak."

"Begitu, ya."

Tidak banyak hal lain lagi yang mereka bicarakan setelahnya. Rini mengatakan kalau ia lapar hingga membuat Adam mengajaknya untuk pergi ke dapur menyiapkan makanan. Tanpa terasa, langit sudah gelap ketika makan malam siap. Karena cuacanya cerah, Adam mengajaknya makan malam di halaman belakang rumah sambil menatap bintang-bintang.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang