Setelah melewati jajaran pohon rimbun yang hampir menutupi sinar matahari untuk sampai ke aspal jalanan yang hanya satu jalur itu, terlihat dataran yang cukup luas dengan hanya ada satu rumah tua megah di tengahnya. Pekarangan sekitar rumah itu tidak dipagari di sisi-sisinya. Agak jauh di belakangnya hamparan terasering persawahan dapat terlihat memenuhi kaki perbukitan. Semua pemandangan yang bagaikan lukisan itu membuat Rini terkesima meski ia baru bangun beberapa menit yang lalu.
Rumah bergaya Belanda itu memanjang ke kedua sisinya. Jalan aspal satu jalur berhenti di salah satu sisi yang ditinggikan dengan beton sehingga menjadi tempat parkir. Sudah ada sebuah bus yang terparkir di tempat parkir itu. Adam menghentikan mobil putihnya di sebelah bus tersebut. Ia segera mengajak Rini turun dari mobil.
"Sepertinya mereka sudah sampai," ujar Adam seakan mengambang di udara. Rini masih menikmati pemandangan sekitar vila sejak turun dari mobil. Jadi, tak ada respon sama sekali.
Ia berjalan melewati Adam, menatap ke arah bukit yang kakinya dipenuhi persawahan agak jauh di ujung sana. Matahari sebentar lagi akan bersembunyi di belakang barisan bukit itu, membuat Rini harus meletakkan telapak tangannya di atas pelipis agar tidak silau.
Senyumnya mengembang tanpa diperintah. Untuk pertama kalinya ia berada di tempat semacam ini yang biasanya hanya bisa ia lihat di film. Rini tumbuh besar di panti asuhan di dekat pusat ibu kota. Selama hidupnya ia hampir tidak pernah keluar kota untuk alasan apa pun. Mungkin hanya satu kali ia keluar kota yang cukup jauh saat panti asuhan terakhir kali mengadakan wisata. Namun, itu bukan ke sebuah pedesaan, melainkan ke sebuah kota industri tak jauh dari ibu kota. Itu pun sudah lebih dari tujuh tahun yang lalu.
Mungkin sudah tidak terasa berapa lama Rini berdiri memandangi hamparan persawahan itu. Kakinya bahkan tidak terasa pegal atau semacamnya meski menahan dua bayi yang sudah berusia dua puluh minggu di dalam perutnya. Baru setelah suara seorang gadis yang ia kenal memanggilnya dari dalam rumah. Kepala gadis itu terlihat dari salah satu jendela yang terbuka.
"Kak Rini, sudah sampai?" tanyanya keras-keras. Tidak masalah berteriak di sekitar sini. Tidak ada orang yang akan terganggu dengan teriakan.
"Baru saja," ucap Rini tak kalah kerasnya. Kedua telapak tangannya ia lingkarkan di sekitar mulutnya membentuk sebuah toa.
Rini baru sadar sosok Adam kembali ke mobil untuk mengambil barang bawaan mereka. Sepertinya itu yang terakhir. Itu artinya begitu lamanya Rini melamun memandang ke arah bukit tanpa menghiraukan sekitarnya. "Cepatlah masuk. Sudah mau gelap," ucap Adam dengan lembut sambil menenteng dua koper dengan kedua tangannya.
Rasanya belakangan ini Adam bersikap lebih dingin dibandingkan hari-hari pertama Rini tinggal dengannya. Sudah dua minggu berlalu sejak hari itu, hingga membuat Rini sudah mulai terbiasa dengan beberapa kebiasaan Adam. Bahkan saat Rini mulai menghitung hari sampai datangnya liburan di vila ini, Adam tampak biasa saja. Lima hari yang lalu saat ia bilang sudah menyiapkan vila keluarganya untuk hari ini, caranya bicara juga terbilang lebih cuek. Setidaknya, saat pertama kali mengusulkan liburan ini, ia tampak bersemangat.
"Apakah sikap dinginnya ini adalah sisi Adam yang sebenarnya dan belum pernah ia tunjukkan sebelumnya?" pikir Rini belakangan ini dalam benaknya.
Meski Rini bisa menduga-duga alasan pria itu mulai bersikap dingin belakangan ini, Rini tetap tidak mau mengungkitnya hingga kehilangan momen bahagia yang akan segera ia rasakan di vila ini. Ia bahkan menyiapkan beberapa cara untuk membuat Adam terbuka dan mau mengatakan alasannya dari mulutnya langsung.
Dugaan Rini sebenarnya hanya merujuk pada kuatnya keinginan Rini untuk tetap bekerja, di mana hal itu ditentang Adam. Bahkan sejak malam di dalam tenda, Adam sudah memintanya untuk berhenti bekerja karena kondisi kandungannya. Terjadi perdebatan yang cukup panjang pada malam itu. Bahkan Rini yang kesal, tidur membelakangi Adam malam itu dan bangun lebih siang dari yang ia rencanakan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...