Adam menggandeng Ashley keluar dari ruangan diskusi. Ashley mengajaknya ke taman yang tak jauh dari sana menunggu senja.
Adam duduk di hamparan hijaunya rumput taman itu. Gadis yang tadi bersamanya sedang membelikan sesuatu untuk mereka makan.
Tadinya Adam yang ingin membelikan. Tapi gadis itu berkeras diri agar ia yang membayar kali ini. Adam sudah membayar makan siang mereka tadi.
Ia terlelap di sana sambil kakinya memanjang karena merasa lelah sekali.
Suara yang memanggil namanya beberapa kali itu membangunkannya. Perlahan matanya terbuka. Adam melihat gadis itu di hadapannya sedang memanggil namanya. Bukan gadis Melbourne yang datang ke taman itu dengannya. Tapi gadis yang mengaku sedang hamil anaknya.
Karena linglung, untuk beberapa saat di pandangan Adam masih terlihat wajah serius gadis itu dengan gaun biru polosnya. Ia sempat mengucapkan namanya dengan lirih. Tapi gadis itu menatapnya dengan penuh heran.
"Maaf, aku kira orang lain," ucap Adam setelah pandangannya sudah benar-benar jelas.
"Aku tidak menyangka kau akan tidur di tengah taman saat musim dingin begini."
Mereka berdua tertawa lepas. Tidak banyak orang yang ada di taman itu.
Mereka mulai memakan roti isi yang gadis itu belikan tak jauh dari tempat Adam tertidur. Roti isi dengan saus Meksiko itu dengan cepat habis. Porsinya memang tidak terlalu besar. Tapi cukup untuk mengganjal perut mereka.
Adam membawa Ashley ke sebuah restoran yang agak jauh setelah langit menggelap. Bukan restoran yang menyediakan menu mahal. Tapi cukup berkelas.
"Maaf, aku baru pertama kali. Ada rekomendasi?" tanya Adam pada pramusaji restoran itu.
Pramusaji itu meninggalkan mereka berdua setelah Adam setuju memesan rekomendasinya.
"Aku kira, kau mengajakku ke sini karena sudah sering."
"Tidak. Aku tidak begitu kenal daerah Sydney sebenarnya."
"Oh, ya? Kau bilang kau sering ke Australia. Ke mana?"
"Adelaide."
Mereka membahas banyak hal seputar ibukota negara bagian Australia Selatan itu. Pembicaraan berhenti ketika pramusaji yang sama membawakan pesanan mereka. Ia juga menawakan anggur. Adam memesan sebuah anggur yang sepertinya sudah sering ia pesan, Breton Vale.
Bukan karena tidak sengaja Adam memilih restoran ini. Ia tahu kalau restoran ini menyediakan anggur berlabel itu.
Hampir setiap kali ia meminum anggur dengan seorang wanita, pasti Adam mengakhiri malam di hotel dengan wanita tersebut.
Ashley sendiri tidak keberatan Adam mengajaknya menginap di hotel.
Adam membeli dua kaleng bir dari resepsionis hotel karena Ashley mengatakan masih ingin mengobrol lebih panjang lagi malam ini.
"Jadi, kau akan kembali ke Melbourne setelah ini?" tanya Adam setelah mereka duduk berhadapan di kamar hotel.
"Ya. Untuk urusan kampus." Ashley membuka kaleng birnya dengan mudah. "Setelah tiga minggu, aku akan kembali ke Sydney untuk mencari kerja."
"Kau suka sekali dengan Sydney, ya?" tanya Adam setelah meneguk bir.
Ashley bercerita kalau ia sudah bermimpi untuk tinggal di Sydney sejak kecil. Orang tuanya pernah mengajaknya sekali ke Gedung Opera Sydney saat UNESCO menetapkan gedung itu sebagai situs warisan dunia. Sejak saat itu ia jatuh cinta dengan Sydney.
Sewaktu lulus SMA, ia juga ingin sekali melanjutkan kuliah di Sydney. Tapi setelah mengikuti seleksi di beberapa universitas idamannya, ia gagal berkuliah Sydney. Tujuan hidupnya kali ini adalah untuk mendapat pekerjaan di Sydney.
"Aku punya beberapa anak perusahaan di Sydney yang bisa menerimamu kapan saja," ucap Adam menawarkan bantuan.
"Oh, maaf, Tuan. Aku akan lebih senang jika bisa mendapat pekerjaan dengan usahaku sendiri."
Gadis itu menolak dengan nada bercanda. Meski sepertinya ia sungguh-sungguh dengan kalimatnya.
Adam menatap mata gadis itu dalam.
Ia mendekap tubuh gadis itu lalu mereka berciuman. Ia terus membawanya ke kasur. Tidak begitu lama, Adam sudah melucuti pakaian gadis itu hingga tersisa pakaian dalamnya saja.
Tampak ada wajah keraguan di wajah gadis itu.
Mungkin karena sudah terbawa suasana yang mendukung, nafsu gadis itu juga berhasil mengalahkan keraguannya. Dengan begitu bergairah, ia menciumi leher Adam.
Langkah Adam untuk melakukan hubungan seks dengan gadis itu sudah tinggal sedikit lagi. Mereka berdua sudah panas dan siap menghabiskan malam dengan penuh nafsu.
Tiba-tiba Adam mendengar degup jantung. Bukan degup jantungnya ataupun degup jantung Ashley. Tapi degup jantung yang ia dengar di ruang periksa dr. Andreas. Degup jantung jabang bayi itu benar-benar mengganggunya. Ia langsung kehilangan nafsunya.
Ia menjelaskan semuanya pada Ashley. Tentang gadis itu, jabang bayi, dan semua yang terbayang di benaknya belakangan ini. Termasuk yang membuatnya kehilangan nafsu bercinta saat ini.
Adam menjelaskan itu semata karena ia tak ingin Ashley salah melihatnya. Ia tidak mau Ashley mengiranya sebagai laki-laki lemah syahwat.
Namun Ashley dapat menerimanya. Justru ia malah mengungkapkan hal yang mengejutkan. Yaitu fakta bahwa ia masih perawan.
Jujur saja, Adam akan lebih merasa bersalah jika melakukannya dengan Ashley barusan. Ternyata itu alasannya ragu saat hendak melakukannya dengan Adam.
Ia bisa memaklumi keadaan Ashley. Jadi ia menenangkan gadis yang tampak murung itu. Akhirnya mereka menghabiskan malam tanpa melangkah lebih jauh. Mereka hanya tidur di ranjang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...