Bagian 52

77 4 1
                                    

Sabtu pagi ini entah bagaimana cuaca cerah. Padahal dua hari ke belakangan hujan deras terus mengguyur ibu kota hampir seharian penuh. Bahkan, ketika Rini dan Amanda, sekertaris Adam, sudah berncana untuk pergi ke suatu tempat, mereka harus membatalakannya karena tidak mungkin untuk melakukan kegiatan luar rumah di tengah hujan. Karena itu, mereka terus berada di rumah ini selama wanita itu berada di rumah ini. Mereka hanya mengobrol, memasak, dan melakukan hal-hal konyol lainnya selama itu.

Rini sudah menjemur pakaiannya ketika ia memutuskan untuk mandi dan bersiap untuk pergi ke luar rumah. Hari ini, Amanda tidak akan datang ke rumah karena ia sudah berjanji pada suaminya untuk pergi ke suatu tempat. Karena itu, Rini memutuskan untuk menemui ibunya untuk curhat tentang masalahnya baru-baru ini. Tadinya, ibunya menolak karena urusan di panti asuhan sedang repot. Rencananya, panti asuhan akan dirubuhkan esok hari. Itu sebabnya, ibunya punya banyak urusan yang harus diselesaikan hari ini. Namun, akhirnya ibunya setuju menemuinya di sebuah restoran tak jauh dari panti asuhan sebelum istirahat siang ini.

Rasanya masih ada yang mengganjal meskipun beberapa hari belakangan ini ia sudah banyak bercerita pada Amanda. Karena Adam memang memintanya untuk menghibur Rini, wanita itu justru lebih banyak bercerita soal hal-hal lain. Tetapi berkat itu semua, pikirannya soal Adam jadi teralihkan.

Seperti misalnya hari Rabu minggu ini, ketika wanita itu malah membicarakan soal masa depan anak-anak yang sedang mereka kandung. Ia berharap, nantinya anak-anak mereka akan menjadi teman bermain bersama. Amanda memang masih belum bisa mengetahui jenis kelamin jabang bayinya. Namun, dia ingin jika anaknya laki-laki, maka akan menjadi teman dari anak laki-laki Rini bermain di tengah lapangan rumput. Atau jika anaknya perempuan, maka akan bermain dengan anteng dengan anak perempuan Rini di kamar.

Lalu, hari selanjutnya Amanda banyak bercerita mengenai pekerjaannya. Seperti misalnya tugas-tugas yang Adam bebankan padanya, hingga peraturan-peraturan yang ada di kantor. Amanda juga memberi saran jika nantinya Rini juga ingin bekerja. Menurutnya, tidak akan sulit jika Rini ingin bekerja karena Rini adalah seorang sarjana. Mungkin ia hanya harus menitipkan anak-anaknya pada ibunya sementara ia bekerja.

Sedangkan kemarin, Amanda bercerita mengenai kehidupannya dengan suaminya. Mulai dari bagaimana mereka bertemu, kehidupan percintaan mereka, hingga permasalahan-permasalahan rumah tangga lainnya. Berkat semua itu, Amanda sama sekali tidak menyebut Adam secara langsung. Kalaupun ia menyebut Adam, mungkin hanya seperti, "Suamiku pernah bertemu sekali dengan Adam dan ia bilang ia cemburu karena ketampanan Adam. Padahal, aku sama sekali tidak pernah menganggap Adam sebagai pria."

"Lalu, Kak Amanda menganggap Adam sebagai apa?" tanya Rini.

"Aku mengaguminya karena dia seorang yang sangat cakap dalam bekerja. Hampir tidak ada pekerjaannya yang buruk. Semua pegawai dan atasannya tahu itu."

"Begitu, ya. Tapi, apa enggak pernah kepikiran untuk suka sama dia, Kak?"

"Sama Adam? Enggak pernah." Amanda melambaikan tangannya cepat. Raut wajahnya benar-benar menjelaskan kesungguhannya pada perkataannya. "Tapi, karena kami sering menghabiskan waktu bersama, jadi banyak orang yang suka salah paham."

"Salah paham, ya," gumam Rini di bak mandi saat mengingat-ingat perkataan Amanda kemarin. Ia membilas badannya tak lama setelah itu.

Rini mengoleskan krim pelembut di sekitar kulitnya. Adam membelikannya dua minggu lalu saat ia mengajaknya ke pusat perbelanjaan. Katanya, krim itu, selain bisa menghaluskan kulit, juga bisa mencegah timbulnya banyak stretch mark setelah melahirkan.

Meski Amanda terus menghiburnya sekalipun, sebenarnya bayangan Adam tak pernah hilang dari pikiran Rini. Beberapa kali ia tak sanggup menahan air matanya menetes di malam hari setelah Amanda pulang. Saat itu, sosok Adam terlihat jelas di dalam benaknya sedang memberinya kelembutan, membelainya, menciuminya, atau hanya sekedar menatap matanya saja sambil tersenyum. Namun, pria itu tampaknya tidak akan kembali padanya. Rasa kekhawatiran pria itu, yang beberapa kali Amanda ucapkan untuk menenangkan Rini, rasanya hanya bualan belaka. Tidak mungkin jika Adam benar-benar merasa khawatir, membiarkan Rini benar-benar kesepian di sini.

Rini memakai baju terbaiknya berupa blus putih polos yang melewati lututnya dan sebuah celana panjang khusus ibu hamil. Pernah sekali ia memakai satu setel pakaian ini di depan Adam. Pria itu memujinya hingga salah tingkah. Saat Rini melihat ke cermin di kamarnya, ia melihat pantulan dirinya sendiri dan memang benar kata Adam, ia terlihat menawan dengan setelan itu. Lagi-lagi, terbayang Adam sedang memujinya.

Setelah memastikan ia meninggalkan rumah dalam keadaan aman, Rini mengambil kunci rumah di gantungan sambil memeriksa tasnya. Ia sudah membawa payung dan beberapa hal penting lainnya. Ia siap untuk keluar rumah. Rencananya ia akan menaiki taksi dari pangkalan taksi yang hanya berjarak sekitar seratus meter dari rumahnya.

Betapa tercengangnya Rini ketika ia hendak berjalan menjauhi pintu rumah, ia melihat mobil sedan putih Adam menuju ke arah rumah. Mobil itu berhenti sempurna di tempat parkirnya seperti biasa. Tidak lama, seorang bertubuh jangkung keluar dari mobil dengan tersenyum lebar.

Pria itu langsung mendekap Rini erat sekali dan berbisik di telinganya, "Aku kangen sekali."

"Adam," kata Rini masih dalam kebingungan.

Adam melepaskan pelukannya perlahan dan menatap mata Rini. "Maaf, ya, meninggalkanmu sendiri beberapa hari ini," ujarnya. Ia lalu mencium hangat kening Rini. "Oh, ya. Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," tambahnya.

Pria itu langsung berpindah ke sisi Rini. Di belakangnya, terlihat seorang wanita tua melambai ke arah mereka berdua. Wanita itu mengenakan pakaian serba biru muda sehingga ia terlihat lebih muda dari usianya.

"Ini ibuku, Debby. Dia sampai kemarin malam dari Australia."

Rini yang gugup mencoba menyapanya dengan bahasa Inggris yang baik, "Salam kenal, Aku Rini. Senang bertemu Ibu."

"Halo, Rini. Kamu bahkan lebih cantik daripada yang Adam ceritakan padaku."

Betapa terkejutnya Rini mendengar Debby bisa berbicara bahasa Indonesia dengan baik.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang