Dengan setelan baju kemeja lengan panjang dr. Andreas menyambut kedatangan Adam dan Rini di lobi utama Rumah Sakit dr. Rusdiyatmo. Saat Adam mengucapkan terima kasih karena telah menyambutnya di sana, dr. Andreas berkilah bahwa ia memang kebetulan sedang ada di sana. Ia memang tidak ada praktik hari ini. Namun, ia memiliki tugas lain sebagai humas rumah sakit tersebut. Dan tentu saja permintaan dari Adam untuk melakukan pemeriksaan pada Rini.
Dr. Andreas membimbing Adam dan Rini ke ruangan periksanya. Ruangan yang sempat panas beberapa bulan lalu saat terakhir kali mereka kunjungi.
"Aku sudah menduga kalau kedatangan kalian selanjutnya bukan untuk tes DNA," ucap dr. Andreas saat berbalik menatap mereka di dalam ruangan perisa. "Bagaimana Rini? Perkataanku saat itu benar, kan?"
Rini memegangi tengkuknya seakan ia malu-malu mengakui sesuatu. "Iya. Terima kasih sudah menenagkanku saat itu," ucapnya. Lalu Rini menambahkan, "Terima kasih juga untuk tumpangannya hari itu."
Adam tidak mengerti apa yang sedang mereka bahas. Tapi ia juga tidak begitu tertarik. Ia hanya ingin pemeriksaan dilakukan secepatnya. Jadi, ia berkata, "Bisa mulai pemeriksaannya?"
"Kau ini tidak sabaran sekali. Memangnya kau yang mengandung?" ujar dokter itu ketus.
Mendengarnya, Rini hanya terkikik. Tanpa diperintah, ia langsung berjalan ke kursi periksa. Begitu Rini duduk, dr. Andreas meminta izin untuk menyingkap pakaiannya dan mulai mengoleskan gel di perut bagian bawah Rini.
"Kalau aku tidak salah hitung, sekarang minggu ke-18, ya?"
"Sepertinya begitu, dok," ucap Rini ragu.
Adam mengernyit. Ia mengoceh di dalam pikirannya mengapa bisa wanita itu tidak peduli dengan anak dalam kandungannya hingga tak periksa sama sekali. Padahal dia yang sedang mengandung, tapi tidak tahu berapa usia kandungannya.
"Ya, kurang lebih 18 minggu kalau dilihat dari ukuran jabang bayinya," ucap dr. Andreas tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Rini juga menatap layar yang sama. Layar yang menampilkan sesuatu yang tidak dimengerti Adam.
"Apa itu kepalanya?" tanya Adam dengan rasa penasaran. Ia menunjuk bagian terbesar yang tersorot di layar itu.
"Ya, itu kepala salah satu bayimu." Kali ini dr. Andreas mengalihkan pandangannya dari layar untuk menatap Adam. "Wah, sepertinya aku sudah bisa tahu jenis kelamin mereka."
"Yang benar, dok?" ujar Rini antusias.
Terlihat matanya begitu berbinar saat Adam memerhatikannya. Meski terlihat biasa saja, tapi Adam juga merasa penasaran ingin tahu jenis kelamin calon buah hatinya itu.
"Ya. Kalian mau tahu?" ucap dr. Andreas sambil mengedarkan pandangannya antara Rini dan Adam.
"Bagaimana?" Semula Adam tidak sadar kalau Rini bertanya padanya. Karena itu, ia terkejut saat Rini menggumamkan namanya pelan.
"Oh? Boleh saja."
Dr. Andreas tertawa seperti biasa yang menyebabkan perutnya bergoyang ke atas ke bawah. "Kau seperti calon ayah pada umumnya. Lebih gugup dari si ibu ketika aku menyebutkan jenis kelamin anaknya."
"Oh, ya?" kata Rini sambil terkikik geli.
Jujur saja, Adam merasa agak kesal karena wanita itu mulai berani meledeknya sekarang. Bukan bersikap arogan atau apa, tapi Adam merasa bahwa wanita itu sepertinya sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya. Justru satu hal yang bagus baginya.
"Ini mungkin perkiraan awalku. Untuk lebih pastinya, aku akan melihatnya lagi di pemeriksaan selanjutnya." Dr. Andreas tampak menghela napas panjang sambil mengedarkan pandangan lagi. "Kalian akan menyambut sepasang bayi kembar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...