Bagian 36

212 11 0
                                    

"Serius kamu mau mengajak anak-anak panti asuhan jalan-jalan?" tanya Rini setengah berteriak antusias. Ini pertama kalinya Adam melihat raut wajah seceria ini dari wanita itu.

Beberapa detik yang lalu Adam menyampaikan keinginannya untuk mengajak anak-anak di panti asuhan Rini untuk berlibur di villa keluarga Adam. Adam menjelaskan liburan ini sebagai pengganti acara perpisahan yang dulu Rini rencanakan.

Dengan itu, Rini tidak lagi protes selama Adam mencuci piring. Seakan permintaannya semalam agar ia dilibatkan dalam pekerjaan rumah tangga tak pernah keluar dari mulutnya. Ia hanya terus menatap Adam yang sedang mencuci piring sambil tersenyum. Beberapa kali ia mengatakan, "Pasti anak-anak panti akan senang mendengarnya."

"Kalau gitu, lebih baik cepatlah mandi. Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu. Agenda kita banyak hari ini." Bukannya Adam tidak ingin berlama-lama melihat keceriaan wanita itu, tapi hal itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi penuh.

Selain mengunjungi panti asuhan Rini untuk mengambil barang-barang dan pakaian Rini, rencananya Adam akan membawa Rini periksa kandungan hari ini. Sebenarnya Dr. Andreas tidak punya jadwal parktik hari ini, tapi atas permintaan Adam ia bersedia. Setelah itu, Adam juga menjanjikan untuk pergi ke pusat perbelanjaan. Tidak salah Adam mengatakan kalau agenda mereka banyak.

"Aku tidak menyangka kau bisa seceria ini." Adam mengamati keceriaan wanita itu saat mereka sudah memasuki mobil Toyota Crown Athlete. "Aku jadi berpikir, apa kamu memang seperti ini sebelum bertemu denganku."

"Adam, kau baru mengenalku sebentar. Jadi, belum banyak bagian dari diriku yang belum kau lihat."

"Kau benar juga," katanya.

Pandangannya tertuju pada pakaian Rini. Blus sepanjang lutut itu untungnya cocok untuk Rini. Ia membelinya lewat tengah malam tadi secara asal pada kenalannya yang berjualan pakaian. Ia merasa berterima kasih pada kenalannya yang baik itu karena masih mau mengantar barangnya selarut itu.

Tidak hanya blus itu saja, tapi pakaian dalam Rini juga ia beli dari kenalannya itu. Untungnya Rini melepaskan pakaian dalamnya sebelum tidur. Dari situ Adam melihat ukurannya. Kalau saja Rini terbangun saat itu, pasti wanita itu akan langsung menamparnya karena tindakan mesum.

Anak-anak di panti asuhan menyambut Rini dengan ramai sekali. Terlihat seperti seorang tentara yang selesai bertugas di negara yang jauh dan pulang ke kampung halamannya.

"Aku baru pergi kemarin," ucap Rini pada anak-anak itu.

Sejauh ini Adam hanya melihat gerombolan anak laki-laki di panti asuhan itu. Ketimbang menjadi kakak mereka, Rini terlihat seperti ibu bagi mereka semua. Meski jarak usia mereka tidak terlalu jauh. Mungkin anak terkecil sudah masuk SMP.

Adam kembali ke ruang tamu panti asuhan setelah beberapa hari. Kipas angin yang bunyinya berisik ketika menengok itu masih sama seperti kala itu. Sayang sekali kalau tempat ini akan dihancurkan. Pasti anak-anak yang tinggal di sini, termasuk Rini, punya banyak kenangan berkaitan dengan tempat ini.

Seorang wanita gemuk yang sudah Adam ketahui sebagai pengelola panti muncul dari dalam ruangan dalam. Ia tersenyum ramah seperti hari itu kala menyapa Adam.

"Mau bicara di ruangan Ibu saja, Rin?" tanya wanita gemuk itu pada Rini.

"Boleh, Bu." Rini lantas mengajak Adam ke ruang kerja wanita itu.

Ruang kerja yang tak begitu luas. Tapi rasanya enak juga bekerja di balik meja itu mengelola panti asuhan.

"Jadi, Adam mau bicara?" kata Rini pada Adam setelah menunggu cukup lama.

"Ah, ya." Adam berdeham satu kali sebelum mulai berbicara. "Aku ingin mengajak anak-anak panti berlibur di villa keluargaku. Aku akan periksa jadwalku dulu, nanti aku kabari lebih lanjut kapan acaranya."

"Yang benar?" tanya wanita gemuk itu dengan mata yang membulat.

Adam mengangguk sambil mengembangkan senyumnya.

"Keren, kan?" ujar Rini pada wanita gemuk itu.

"Sepertinya kamu yang lebih bersemangat, Rin." Wanita gemuk itu tertawa sembari sebelah tangannya menutupi mulut. Setelah tawanya reda, ia menambahkan, "Lalu, bagaimana pernikahan kalian?"

Adam yang tadinya tertawa ringan mengikuti tawa wanita itu langsung terdiam. Ia menatap ke arah Rini yang ternyata sudah menatapnya lebih dulu.

"Soal pernikahan, aku masih mau berpikir dulu," kata Rini menjelaskan.

"Berpikir apa lagi?"

"Setidaknya aku mau tinggal bersamanya selama sebulan dulu sebelum memutuskan menikah," jawab Rini lugas. "Aku hanya ingin tahu kesehariannya."

"Begitu, ya." Wanita gemuk itu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Kalau begitu, lebih baik kalian menikah setelah kamu melahirkan saja. Perutmu sudah besar sekali."

"Ya, aku juga berpikir begitu," ucap Rini.

Dalam urusan ini, Adam tidak mendapat kesempatan bicara sama sekali. Tapi, ia dapat kejelasan dari Rini. Adam tidak pernah sempat menanyakannya secara langsung. Karena itu, ia merasa lega setelah mengetahui apa mau Rini.

Tidak banyak pembicaraan yang ketiganya lakukan setelah itu. Mereka lalu ke ruang berkumpul panti asuhan itu untuk memberi tahu pada anak-anak soal liburan ke villa. Di sana tampaknya sudah ada empat anak perempuan yang tadi belum dilihat Adam.

"Mungkin beberapa dari kalian sudah ada yang tahu Kakak ini," kata Rini saat mulai memperkenalkan Adam. "Apalagi yang cewek-cewek." Rini membasahi bibirnya sebelum melanjutkan kata-katanya. "Kakak ini adalah ayah dari anak dalam kandungan Kak Rini. Nah, ada yang ingin Kakak ini sampaikan untuk kalian semua."

Rini mendorong Adam agar berdiri selangkah di depannya dan mulai memperkenalkan dirinya pada anak-anak panti.

"Ya, aku Adam. Terserah, kalian boleh memanggilku dengan 'Kak' atau tidak." Rupanya, semua pengalamannya berbicara di depan umum masih belum bisa mengatasi kegugupan untuk berbicara di depan anak-anak panti ini. Masih dengan gugup, Adam melanjutkan, "Rencananya, aku akan mengajak kalian semua berlibur ke villa. Bagaimana?"

"Villa?" tanya seorang anak laki-laki. Badannya agak tinggi. Mungkin, ia sudah masuk SMA. Tampak matanya berbinar-binar.

"Ya, Kak Adam memang punya villa pribadi di luar kota. Keren, kan?" Rini menyautinya dengan penuh semangat.

"Kapan, kak?" tanya anak yang lain. Sama seperti anak sebelumnya, matanya juga penuh suka menyambut rencana itu.

"Aku belum bisa memastikan. Nanti, aku akan beri tahu Bu Hilda kalau sudah kupastikan tanggal tepatnya."

Anak-anak panti langsung melompat kegirangan. Mereka semua berteriak seakan-akan baru saja meluncurkan roket ke luar angkasa.

Dalam rangka mengenal anak-anak lebih jauh, Adam mengikuti permintaan salah satu anak laki-laki untuk bermain basket di taman. Sayangnya, Adam bukan pemain basket yang handal meski badannya sangat tinggi. Tapi ia merasa senang bisa menghabiskan waktunya seraya menunggu Rini menyiapkan barang-barangnya untuk dibawa ke rumah.

Begitu Rini mengatakan barang-barangnya sudah siap diangkut, permainan basket itu berakhir. Adam memindahkan barang-barang itu ke mobilnya dibantu anak-anak panti.

"Lain kali main basket lagi, ya, Kak," ucap seorang anak laki-laki sambil melambaikan tangannya.

Adam membalas lambaian tangan anak itu dari dalam mobil. Ia lalu memastikan Rini sudah memakai sabuk pengamannya dengan benar.

Saat Adam baru akan menginjak gas mobilnya, Rini berkata, "Adam, tunggu dulu."

"Apa? Ada yang ketinggalan?" tanya Adam.

"Aku ingin melihat panti lebih lama lagi."

Rini pernah bercerita pada Adam kalau panti asuhan itu akan dirubuhkan pada akhir bulan ini karena akan dialihfungsikan. Mungkin ini menjadi satu momen yang emosional bagi Rini. Tempat di mana dia tumbuh besar dalam beberapa minggu ke depan akan lenyap. Karena itu, Adam menaruh empatinya. Ia tidak segera menjalankan mobilnya. Begitu Rini mengatakan sudah cukup, mereka baru beranjak dari sana.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang