Sepertinya perasaan gugup menghinggapi Rini hingga ia merasa tidak enak badan pagi ini. Ia sudah berpakaian rapi dengan kemeja putih kekecilan dan rok hitam yang membuatnya terlihat agak seksi.
Bebeberapa kali ia memang mengenakan setelan itu untuk melamar pekerjaan belum lama ini. Tapi hari ini, tujuannya adalah kampusnya. Ia akan menjalani sidang skripsinya hari ini. Memang bukan hari yang tepat untuk datang ke kampus. Karena hari Sabtu ia terbiasa bersantai di rumah.
Jaket almamaternya menyelamatkan ia dari penampilan yang terlalu seksi. Jaket itu menutupi gundukan dadanya dan juga bokongnya yang terlihat begitu menonjol. Ia sendiri bingung mengapa bentuk badannya berubah belakangan ini. Padahal ia juga tak makan begitu banyak.
Di dalam bus, ia merasakan ada yang tidak beres dengan badannya. Ia merasa pusing. Padahal bus itu tidak berjalan ugal-ugalan.
Seorang pria muda memberinya tempat duduk setelah melihat gelagat anehnya itu. Sedangkan seorang wanita kantoran yang duduk di sebelahnya menanyakan keadaannya. Ia hanya menjawab ia gugup karena akan sidang skripsi.
Tapi sepertinya bukan itu yang menjadi masalahnya. Terakhir kali ia berada di kerumunan seperti ini saat pulang dari sebuah perusahaan yang mewawancarainya, ia juga merasakan hal yang sama. Hanya saja kali ini lebih parah.
Saat itu sebuah permen min mampu menghilangkan rasa pusingnya. Tidak dengan kali ini. Ia sudah menghabiskan dua permen min yang ia simpan di tasnya sejak beberapa mingu yang lalu. Tapi tidak membuahkan hasil.
Rini masih tetap merasa pusing disertai rasa tidak nyaman di perutnya. Memang ia belum makan sejak pagi. Tapi ini bukan rasa lapar yang ia rasakan sekarang.
Perjalanan keretanya lebih nyaman karena ia langsung mendapat tempat duduk. Terlebih hampir tak ada penumpang di kereta itu.
Ia sempatkan membaca ringkasan yang ia buat untuk ujian kali ini. Rasa kantuk perlahan datang. Ia tertidur sekejap dan begitu bangun sudah di stasiun yang ia tuju.
Rini menunggu satu jam hingga gilirannya tiba. Rasa gugup kembali menyergap dadanya. Debar jantungnya semakin cepat dan darahnya mengalir lebih deras. Peluh keringat mulai keluar di dahinya yang sebagian tertutup poni indah.
Sebenarnya ia merasa sudah sangat siap untuk ujian akhirnya ini. Asalkan perutnya itu tidak bermasalah. Sejak memasuki area kampus tadi, ia merasa perutnya seakan sedang teraduk-aduk seperti adonan kue.
Dosen penguji yang duduk di tengah mengetuk-ngetukkan tiga buah ujung jarinya ke meja kayu. Membuat perasaan gugup Rini semakin membuncah.
Dalam kondisi yang semakin gugup Rini tak mampu berucap satu kata pun. Semua latihannya di rumah terasa sia-sia.
Keadaan semakin parah ketika ia merasa ada cairan yang ingin ia keluarkan dari perutnya. Bersamaan dengan itu, ia merasakan adukan di perutnya seperti semakin memburuk.
Bukan. Ini bukan hanya rasa gugup yang sedang ia rasakan.
Melihat kondisi mahasiswinya yang mulai membiru itu, dosen yang duduk di tengah tadi menghentikan gerakan jarinya. Ia sejenak membersihkan tenggorokannya dengan berdeham.
Dosen itu bertanya dengan nada selembut mungkin, "Mbak, enggak apa-apa?"
Rini langsung tersadar dengan pertanyaan itu. Cairan yang tadi rasanya naik sepertinya turun lagi. Rasa tidak nyaman di perutnya juga berangsur membaik.
"Tarik napas dalam-dalam," kata dosen yang sama memerintah.
Tangannya mengangkat sejajar dada seraya menarik napas juga.
Rini spontan mengikutinya.
"Keluarkan perlahan."
Dosen itu juga mempraktikkan gerakan membuang napas perlahan dengan tangan yang diturunkan. Rini juga secara spontan mengikutinya.
Terapi itu nyatanya manjur bagi Rini. Ia kini mulai bisa mengeluarkan kata-kata meski terbata-bata. Namun apa yang ia keluarkan semuanya pasti dan sesuai dengan apa yang ia kerjakan selama ini.
Tidak terasa sidang skripsi itu berakhir dengan baik.
Meski begitu, Rini tampak lemas ketika keluar.
Keringat membasahi hampir semua bagian pakaiannya. Rambutnya yang lurus indah dan dikuncir ke belakang itu juga turut lepek. Mukanya pucat sekali, bak orang yang gagal dalam ujian.
Ia keluar dari ruangan sambil tersenyum. Tapi teman-temannya yang menunggu di luar menagkapnya dengan makna yang berbeda. Bagaimana tidak, wajah pucatnya itu menyiratkan seakan-akan ia kalah dalam pertarungan akhirnya sebagai mahasiswa.
Rini bilang pada teman-temannya, "Aku enggak apa-apa. Sidangnya lancar, kok."
Dengan wajah yang penuh khawatir, teman-temannya tidak mempercayai perkataan itu.
Melihat banyak orang yang mengelilinginya, kini perut Rini terasa kembali teraduk-aduk. Cairan yang tadi sempat turun terasa naik lagi. Kali ini ia merasa tak sanggup lagi menahannya.
Ia meminta teman-teman yang mengelilinginya untuk minggir memberinya jalan. Setelah terbuka ia segera menuju kamar mandi terdekat.
Benar saja, ia memuntahkan semua cairan dari dalam perutnya itu ke dalam toilet. Padahal ia belum memakan apapun. Tetapi cairan yang ia muntahkan itu banyak sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...