Dinginnya udara di bulan Agustus memang bisa dengan mudahnya menembus dinding tipis rumah singgah itu. Meski begitu, musim dingin ini bukanlah penyebab suasana dingin di sekitar keduanya itu. Memang atmosfer di dalam percakapan antar keduanya yang mengalahkan dinginnya musim dingin.
Adam sempat menelan ludahnya hingga jakunnya terlihat bergerak.
"Aku sudah memeriksakan kondisiku sebelum gadis itu muncul," ucap Adam.
"Hubungan kalian hanya cinta satu malam, bukan?" tanya Debby.
"Ya. Aku tak pernah menjumpainya lagi setelah malam itu hingga siang itu."
Debby bertanya untuk memastikan kalau gadis itu tidak berhubungan dengan lelaki lain setelah dan sebelum Adam. Pria itu menceritakan semua yang telah gadis itu paparkan padanya.
Debby juga menanyakan apakah gadis itu tahu mengenai kondisi kesuburan Adam atau tidak.
"Aku memberitahunya saat itu juga," ucap Adam dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Adam, percaya padaku."
Debby memajukan kursinya lalu membenarkan posisi duduknya.
Ia menatap mata anaknya itu lurus. "Hasil tesmu yang salah."
"Kau berpikir seperti itu, Debby?" tanya Adam dengan keraguan jelas memancar di wajahnya.
"Ya."
"Awalnya aku merasa pasrah kalau memang tak bisa memiliki anak. Tapi dengan kehadirannya, pikiranku sedikit berubah."
"Berubah seperti apa?" tanya Debby masih sambil mengamati mata putranya yang memiliki kelopak indah sepertinya.
"Bagaimana bisa aku membuahi rahim gadis itu dengan spermaku saat dokter menyatakan aku tak cukup subur untuk itu? Tapi nyatanya dia hamil."
Ucapannya lugas tanpa jeda.
"Kau benar."
Debby mengangguk beberapa kali sambil terus menatap wajah putranya.
"Belakangan aku juga merasa ada yang aneh pada diriku."
Adam kali ini membuat jeda.
"Di kepalaku sering terdengar dentuman jantung janin di kandungannya. Itu seperti tidak pernah bisa lepas dari kepalaku."
"Lalu? Mengapa kau masih ragu?" tanya Debby dengan raut wajah serius.
"Entahlah."
Di tengah pergolakan batinnya, Adam memang sadar dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Ia tahu kalau hal itu tidak biasa.
Tapi tetap saja rasa keraguan itu ada. Susah untuk menghilangkannya begitu saja.
Debby menuangkan anggur ke gelasnya sendiri hingga terisi setengah. Setelah meneguknya sedikit, ia sempat menggoyangkan gelasnya di udara. Tidak berapa lama, ia menurunkannya.
"Begini. Apa kau pernah percaya pada keajaiban?" tanya Debby.
Adam mengangkat kedua bahunya.
"Kau tahu? Aku mengandungmu di usiaku yang ke-40. Lalu kau lahir beberapa hari setelah aku berulang tahun ke-41."
Kali ini Adam mengangguk. Ia sudah sering mendengar itu dari Debby sejak masih kecil.
"Aku juga memiliki masalah dengan kesuburan. Aku banyak menghabiskan malam dengan pria yang berbeda sepanjang hidupku. Tapi tidak terjadi apa-apa sebelum kau hadir di dalam rahimku, Adam."
Debby memberi jeda pada kata-katanya.
"Aku tahu itu hubungan terlarang karena ayahmu sudah memiliki istri dan dua orang anak ketika itu."
Kali ini tampak raut menyesal di wajahnya. Bukan menyesal karena telah melahirkan Adam, tetapi karena mengganggu hubungan orang lain.
Dengan sebuah senyum yang mekar di wajahnya yang mulai timbul keriput, Debby menambahkan, "Tapi aku bangga sudah melahirkanmu. Apalagi di usiaku ketika itu."
Sebenarnya Debby adalah cinta pertama Basuki, ayah Adam, ketika mereka sama-sama berkuliah di Inggris dulu. Debby adalah senior bagi ayah Adam. Karena mereka sering bertemu untuk urusan kampus dan beberapa kegiatan luar lainnya, mereka saling jatuh hati.
Hubungan itu berakhir begitu Basuki kembali ke negaranya dan langsung dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang gadis. Gadis itu merupakan anak dari rekan bisnis ayahnya. Hal yang sering terjadi di kalangan pengusaha untuk ekspansi kerajaan bisnis. Dari pernikahannya itu, Basuki mendapat dua anak perempuan.
Basuki kembali bertemu dengan Debby sekitar 29 tahun yang lalu ketika Basuki sedang melakukan perjalanan bisnis ke Australia. Pertemuannya kembali dengan Debby membuatnya bernostalgia dan menjalani hubungan gelap selama dua tahun lamanya. Dari hubungan itu, lahirlah Adam.
Baik Basuki ataupun Debby sama-sama tidak menyangka hal bisa itu terjadi. Debby juga sempat meragukan kondisi tubuhnya sendiri karena tahu kalau ia memang kurang subur.
"Aku dan ayahmu beranggapan bahwa kau adalah sebuah keajaiban yang hadir di dunia ini."
Bagi ayah Adam, lahirnya Adam adalah sebuah cahaya untuk masa depan perusahaannya. Bagi Debby, lahirnya Adam juga membuktikan kalau ia adalah wanita yang bisa memiliki anak meskipun sudah berusia cukup tua ketika itu.
Nada bicara Debby serasi dengan raut wajahnya yang semakin serius.
"Banyak orang mengira lahirnya bayi di dunia ini adalah hal wajar di antara dua orang yang saling mencintai. Tapi tak banyak orang yang percaya kalau itu adalah keajaiban."
Adam mendengarkan dengan seksama.
"Kalian mungkin bertemu secara kebetulan. Tapi ajaibnya, bayi-bayi itu hadir di antara kalian setelah kebetulan itu."
Debby menghentikan ucapannya dan membiarkan putranya itu mengolah semua perkataannya.
Mendengar nasihat ibu kandungnya itu, Adam terlihat lebih tenang. Keraguan di hatinya soal kandungan gadis itu mulai memudar. Ia berpikir untuk menerima gadis itu apa adanya bersama anak-anaknya.
Adam akan menerima anak-anak itu sebagai keajaiban di antaranya dan gadis itu.
Debby menuangkan anggur lagi ke masing-masing gelas, lalu mereka besulang.
"Sekarang aku hanya perlu mencarinya," ucap Adam setelah meneguk anggurnya.
Debby tersenyum bangga.
"Aku senang akan segera memiliki cucu. Meski aku tidak menduga akan menjadi nenek di usia senjaku ini."
"Oh, Debby. Kau mungkin masih akan menyaksikan cucumu lulus kuliah."
Keduanya tertawa melenyapkan semua suasana penuh emosional di antara mereka.
Mereka berdua meminum habis anggur dari botol 750 ml itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...