Adam melesakkan tubuhnya ke sofa empuk yang berhadapan dengan gadis itu. Pandangannya kacau. Ia tak sanggup menatap gadis itu.
Ia bukan seorang remaja labil lagi di usianya yang hampir 27 tahun.
Keterkejutannya mendengar kabar itu memang wajar. Tiba-tiba ada seorang wanita yang mengaku sedang mengandung anaknya. Apalagi wanita itu adalah seorang yang hanya ia temui sekali. Tak banyak hal tentangnya yang Adam ketahui.
Adam sekali lagi bertanya pada gadis di depannya, "Denganku?"
Kalau saja kondisi kesuburannya tak seperti ini, mungkin ia langsung percaya dengan gadis itu dan bersedia bertanggungjawab bagaimanapun itu. Tapi lain ceritanya.
Tidak mungkin ia bisa menghamili gadis di hadapannya itu.
Kini ia bingung untuk menjelaskan hal itu padanya. Hal yang bahkan ingin ia rahasiakan dari orang tuanya atau bahkan ke semua orang di dunia ini. Tapi kalau ia tak menjelaskannya, gadis di hadapannya akan berpikir ia laki-laki tak bertanggungjawab.
Sepertinya raut keraguan terpampang jelas di wajah Adam hingga gadis itu bisa menyadarinya.
"Aku tahu, alat tes kehamilan itu tidak seratus persen akurat," kata gadis itu.
"Bukan itu masalahnya," kata Adam sambil mencoba meredam amarahnya.
Tentu saja gadis itu langsung terlihat seolah ingin bertanya-tanya.
Adam berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan ke meja kerjanya. Ia mengambil surat yang ia terima dari dr. Andreas beberapa hari sebelumnya di laci meja.
Ia menjelaskan isi surat itu setelah gadis itu menerimanya. Mata gadis itu langsung terbelalak menatap surat itu. Adam sendiri tidak tahu harus melakukan apa. Ia kehabisan kata-katanya.
"Lalu ... Dengan siapa?" tanya gadis itu lirih sekali.
Gadis itu menjelaskan tentang pengalamannya dalam melakukan hubungan intim. Dia memberitahu Adam kalau ia tak pernah lagi melakukan hubungan seks dengan siapapun setelah melakukan itu dengan Adam.
Ia juga menyebutkan sebelum melakukannya dua bulan lalu, sudah sekitar tiga tahun ia tak melakukannya. Karena alasan itu, gadis itu tidak ragu mengatakan bahwa Adam adalah ayah dari anak yang ia kandung.
Adam menarik napasnya dalam-dalam setelah mendengar penjelasan gadis itu.
"Begini. Sekarang, lebih baik kita periksa dulu ke dokter kandungan."
Ia mengambil ponselnya dari saku di dalam jasnya lalu menghubungi dr. Andreas. Ia menjelaskan keadaannya saat ini dan meminta untuk bertemu dengan dokter yang tadi ia temui di kantor ayahnya.
"Tolong rahasiakan dari ayahku," ucapnya sebelum menutup sambungan telepon.
Saat Adam menatap kembali gadis itu, ia melihat gadis itu menangis. Air matanya benar-benar mengalir deras.
Meski tak menatap ke arah Adam, tapi gadis itu tahu kalau Adam sedang memperhatikannya.
"Kau mungkin mengira aku berusaha mencari keuntungan dari situasi ini," kata gadis itu.
Ia menyeka air matanya dan mulai sesenggukkan.
"Tapi saat ini aku hanya berharap, hasil pemeriksaan kesuburanmu itu salah."
Perkataannya cukup tegar. Namun tidak bertahan lama hingga kembali sesenggukkan.
"Aku periksa di ahli fertilitas terkenal di kota ini. Ia sering diundang di acara televisi. Mungkin kau juga tahu. Dr. Andreas Witjaksono."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
General FictionCerita tentang aku dan dia yang menjadi kita. Berusaha membuang semua keraguan di antara kita. Rini, seorang mahasiswi yang baru menyelesaikan kuliahnya dan sedang membangun masa depannya. Tanpa sengaja bertemu seorang pria di bar dan terlelap di se...