Bagian 26

379 14 0
                                    

Mobil Toyota Crown Athlete berwarna putih itu sedang baris mengantre di belakang beberapa mobil untuk lantatur McDonald. Di tengah keheningan, perut Rini tiba-tiba mengeluarkan suara keroncongan. Adam langsung menawarkannya untuk makan di restoran mana saja yang mereka lewati. Tapi Rini memilih McDonald.

Setelah pegawai lantatur memberikan semua pesanannya, Adam menutup jendela mobilnya. Ada beberapa bungkus yang masuk. Hampir semuanya adalah pesanan Rini.

"Kau gila, ya? Sudah malam tapi makan sebanyak ini?" Raut wajah Adam bingung berbalut kesal.

"Kau dengar sendiri, kan, suara keroncongan tadi?"

Adam menyerah. Ia tidak mau membuat gadis di sampingnya itu terlambat makan. Apalagi di dalam kandungannya sedang tumbuh buah hatinya.

Adam menepikan mobilnya di dekat sebuah taman kota tidak jauh dari McDonald. Tadinya Rini ingin makan langsung di restoran cepat saji itu. Tapi karena melihat ramainya restoran, Adam tidak mengizinkannya dan akhirnya memilih lantatur.

Ia benar-benar tidak menyangka kalau Rini bisa menghabiskan makanannya dengan sangat cepat. Sebuah hamburger dua lapis berukuran besar ia lahap tidak lebih dari sepuluh menit. Begitu juga dengan kentang goreng yang sudah menjadi bagian paketnya.

Tanpa memberi jeda, Rini lanjut memakan hamburger keduanya. Kali ini ia masih makan dengan kecepatan seperti tadi. Hanya saja, ia beberapa kali meminum Coca Cola dari gelas kertasnya.

Hamburger ketiga juga habis dengan waktu yang tidak jauh beda dengan sebelumnya. Adam yang terkesiap bahkan belum menghabiskan satu hamburger pun meski ia hanya memesan yang ukurannya sedang.

Satu hal lagi yang membuat Adam terkejut dari gadis itu adalah sendawanya yang cukup keras tanpa rasa malu pada Adam.

Adam menatapnya dengan raut wajah seakan-akan ingin berteriak, "APA?"

"Maaf," ucap gadis itu singkat saja setelah berhasil mengatur napasnya.

"Kalau aku boleh jujur, kau makan seperti singa yang tidak makan selama seminggu."

"Nyatanya ada dua makhluk lain di tubuhku yang menunggu makanan masuk selama beberapa jam ini," ucap Rini sambil membuka bungkusan hamburgernya yang terakhir.

Saking cepatnya ia mengunyah, membuat ia tersedak. Sesegera mungkin ia mengambil gelas kertasnya yang berisi Coca Cola. Setelah beberapa tegukan, ia merasa lebih baik lalu meletakkan gelas itu sembarangan.

Lantas gelas itu oleng hingga minuman yang berada di dalamnya tumpah membasahi pahanya. Rini panik melihat itu. Ia tahu kalau ia baru saja menumpahkan minuman bersoda di dalam mobil mewah.

Adam meletakkan hamburgernya yang baru ia lahap setengah di antara pahanya. Ia membuka laci di depan Rini, mengambil kotak tisu dari dalamnya, lalu tetap membiarkan laci itu terbuka. Dari kotak tisu itu, ia ambil beberapa lembar tisu untuk mengelap tumpahan Coca Cola.

Gadis itu diam saja dan tidak mempermasalahkan tindakan Adam itu. Sebagian besar baju terusan Rini basah dan kursinya juga.

Adam menatap ke gadis yang sembrono itu. Rupanya ia terus menatap laci yang terbuka di depannya itu daritadi.

Adam baru ingat kalau tadi sore ia meletakkan buku "Menjadi Pendamping Persalinan" yang ia beli beberapa hari lalu di laci itu.

Adam dengan gelagapan menutup laci itu. Tapi sepertinya Rini sudah mengetahuinya. Ia memang sedang membacanya. Jadi ia membawa buku itu ke mana saja.

Entah kenapa hal seperti itu membuat Rini tersipu.

"Kau membacanya?" tanya Rini masih dengan pipinya yang merona.

Adam mencari alasan untuk mengelak. Tapi ia memang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi pendamping persalinan anak kembarnya nanti. Jadi ia ragu akan mengatakannya atau tidak.

"Aku memang suka membaca." Alasan itu yang akhirnya keluar.

Jelas saja Rini tidak bisa menerima alasan itu.

"Seorang kutu buku sekalipun tidak tertarik membaca buku seperti itu jika memang sedang tidak butuh, kan?"

"Baiklah, aku kalah," ucap Adam menyerah.

"Terima kasih kau mau membacanya untukku." Gadis itu kembali tersipu. Ia terlihat mengusap perutnya yang membuncit.

Adam meraih ujung kepala Rini dan mengusapnya dengan sangat lembut. Rini mungkin merasakan hangatnya sentuhan pria itu hingga membuatnya salah tingkah.

"Jadi ... Apa jawabanmu?"

"Jawaban apa?"

Adam meraih tangan kecil Rini. Ia membelainya lembut. "Soal tinggal bersamaku."

Rasanya kelembutan saja masih kurang untuk meyakinkannya. Ia masih ingin pembuktian kesungguhan Adam. Tapi ia tidak bisa menyatakan keinginan itu dalam bentuk kata-kata.

"Baiklah. Aku tidak akan memaksamu menjawab secepatnya." Adam mulai menyalakan mesin mobilnya. "Pikirkanlah baik-baik. Aku sendiri butuh waktu untuk berpikir. Jadi, kini kesempatanmu untuk berpikir."

Malam itu berakhir bagi keduanya setelah mobil sedan putih itu sampai di depan panti asuhan Rini dan ia turun. Adam tidak mengatakan sepatah kata pun setelahnya. Begitu juga dengan Rini yang merasa canggung karena tidak langsung menjawabnya.

Kini hati kecil Rini berteriak mengiakan permintaan Adam sekeras-kerasnya. Namun sudah terlambat. Bokong mobil itu bahkan sudah tidak terlihat. Dalam kondisi hamil seperti ini, tidak mungkin baginya untuk berlarian mengejar mobil itu.

Rini memutuskan masuk ke dalam panti asuhan. Di ruang tamu Bu Hilda sudah menunggu.

"Bagaimana?" tanya Bu Hilda langsung menyambar Rini yang baru masuk.

"Apanya?"

"Kencannya seru?"

Rini terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. "Ke-Kencan?"

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang