02|Ziano Alkandra

417 136 19
                                    

Hakikatnya tak ada satu orang pun yang mau dikekang atas ambisi.

🌵

Ziano Alkandra, memiliki paras yang terbilang tampan tak membuatnya gencar untuk menjadi salah satu most wanted di sekolahnya. Menutup diri adalah salah satu caranya untuk tak terlihat dibanyaknya pasang mata.

Tak banyak yang mengenalnya karena itu yang hanya ingin Ziano lakukan di masa SMA-nya, melewati semuanya dengan tenang, tak ingin memancing, mencari, atau mengundang masalahnya.

Tapi satu hal yang membuat ia mulai berhenti untuk berusaha fokus pada semua itu. Seseorang yang membuatnya tahu bahwa kebanyakan orang mampu menyimpan lukanya masing-masing.

Berusaha memastikan bahwa ia tak ingin terlihat lemah, padahal nyatanya ia memang selemah itu.

Dan hari itu, hari dimana ia dengan sukarela mau ikut perduli dengan sekelilingnya. Dasia! Gadis itu yang membuatnya terdiam dengan apa yang baru saja ia ketahui.

Gadis pembuat masalah yang suka seenaknya itu ternyata tidak benar-benar terlihat baik-baik saja. Rumah sakit, Itu tempat yang beberapa hari lalu Ziano kunjungi.

Dimana ia menyaksikan Dasia mengelus sayang punggung tangan seorang wanita paruh bayah, sambil mengatakan.

'Get well son mom. I miss...'

Dan hari itu Ziano baru menyadari, gadis pemberi luka itu adalah luka sesungguhnya. Dari tatapan penuh harap ia salurkan pada ciuman penuh kasih yang ia sematkan di punggung tangan wanita paruh bayah itu.

"Sayang?" Panggilan itu berhasil membuyarkan lamunan Ziano.

Ziano menoleh ke arah pintu kamarnya. Dengan segera ia menutup pintu balkon kamarnya dan beralih menghampiri wanita paruh bayah itu.

"Kenapa Ma?" Tanyanya lembut pada Naya, Ibunya.

"Papa."

Satu kata itu berhasil membuat Ziano terdiam. Papa, kata yang selalu membuatnya bungkam, entah kenapa saat mendengar nama itu raut wajahnya seketika berubah.

"Nanti Aku kesana," ucapnya pada sang Ibu.

"Jadi Ziano yang penurut ya sayang? Mama percaya sama kamu," Tutur Naya sambil mengelus sayang pipi putra bungsunya.

Kata itu, kata yang selalu Naya pesankan padanya. Penurut, karena Ziano tahu itu bukan dirinya.

Ziano bukan anak yang bisa sepenurut itu, dan Ziano tahu dirinya hanya tengah menjadi diri orang lain saat di hadapan Pramana, Ayahnya.

Dan hal itu adalah hal yang paling Ziano benci! Ia tak bisa menjadi dirinya sendiri karena ambisi Pramana, yang sialnya adalah Ayahnya.

°°°

"Masuk!" Perintah itu masuk ke dalam pendengaran Ziano, Ziano memasuki ruang pribadi milik Pramana, tertata indah dengan gaya klasik yang terpancar mewah.

"Kemarin kenapa kamu tidak datang di acara makam malam itu?" Ujar suara bariton dengan nada keras itu.

Tepat sasaran! Ziano sudah menebak kata itu akan keluar dari ucapan Pramana.

"Lupa," jawabnya datar.

Malas meladeni sikap Pramana, dan tetap menatap lurus pada Ayahnya yang masih sibuk dengan berkas-berkas yang selalu membuat Ziano muak.

"Ziano, Itu acara penting! Acara yang hanya akan dihadirkan di waktu-waktu tertentu. Dan kamu tahu? Kamu menyia-nyiakan hal penting itu. Seharusnya kemarin adalah waktu yang tepat untuk kamu mengerti tentang bisnis-bisnis milik Saya!" Tegas Pramana menatap tak suka dengan jawaban putranya.

"Im so sorry? Jika itu yang Anda mau," jawabnya. Meminta maaf adalah hal yang tidak Ziano sukai, memohon seperti orang bodoh.

Tapi memang itu yang selama ini Pramana butuhkan, merasa paling pintar, berkuasa, kaya raya. Melihat orang lain merasa bodoh adalah kesenangannya termasuk untuk anak-anaknya.

Dan selama ini hal itu adalah hal yang selalu Ziano temui dalam sosok Pramana.

"Terakhir kalinya! Saya tidak mau melihat kamu membantah Saya! Bersikap sebutuhnya, tak perlu mencari peluang untuk membuat Saya marah, atas kebodohanmu itu. Jika tak mau nasibmu sama seperti Kakakmu!" Ancam Pramana.

Ziano mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia benci, benci diatur seperti pecundang seperti ini. Jika bukan karena Naya, mungkin ia sudah menyusul nasib yang sama seperti Kakaknya.

Menghirup udara segar, tanpa aturan memuakkan dari Pramana, Ayahnya.

"Mengerti?!"

Ziano mengangguk sekali tanpa minat.

"Keluar!" Perintah Pramana, merasa cukup dengan obrolan yang tak wajar antara Ayah dan anak itu.

Seharusnya tawa candalah yang mempertemukan mereka. Tapi entah, Pramana selalu ingin menjadi sosok yang berbeda.

Ziano bangkit dari duduknya lalu segera keluar. Tak ada yang tahu dibalik semua sikap manusia mereka memiliki lukanya masing-masing, kekurangan dan masalah yang membelit mereka.

Dibalik sikap tenang Ziano ternyata faktanya ia tak setenang kelihatannya. Aturan yang Pramana miliki malah mengancam semua ketenangan Ziano.

Ia benci diatur!

Ia benci jadi penurut!

Ia benci dikekang!

Dan itu semua karena Pramana, Pramana Bramantyo yang sayangnya Ayah kandungnya. Andai Pramana bukan Ayahnya, sudah sejak lama ia membakar berkas-berkas gila itu agar dia bahagia.

...

Senin, 27 September 2021

Revisi: Sabtu, 17 Desember 2022

...

Makasihhh buat yang baca Dasia

Jangan lupa vote sama komennya yaa manteman😍😍

sindiaa_

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang