26|Tim

156 80 2
                                    


Takdir itu indah, namun salahnya manusia hanya belum bisa menemukannya. Karena itu saat ini mereka kecewa, kecewa karena belum tahu bagaimana alurnya.

🌵

"Dasia?" Dasia menoleh setelah tadi sibuk mengomeli orang-orang sebagai pelampiasannya.

Satu botol yang baru saja hendak ditendangnya, tak jadi tertendang.
Dasia mengernyit tak suka.

"Lo dipanggil Bu Kinan ke ruang musik," seru wanita itu.

"Ngapain?" Dasia bertanya malas.

Mood-nya sedang tak baik, mungkin sebentar lagi pun seantro Genthala akan tahu tentang kepergian Algara.

Dan yang menjadi kemungkinan besar, ia akan menjadi pusat perhatian dengan berbagai asumsi yang memuakkan.

"Ada yang mau dibahas katanya. Kita permisi ya?" Pamitnya buru-buru, sambil menarik orang yang Dasia tebak temannya.

Dasia hanya menatap aneh kedua punggung gadis itu, yang seolah kini tengah saling menyalahkan, mungkin karena bertemu dengannya.

Dasia tahu dia memang gadis kasar, tapi setidaknya orang-orang juga harus tahu. Kasarnya pun beralasan bukan sembarangan.

Dasia mendesah pelan.

Bu Kinan adalah salah satu guru yang cukup care dengannya. Jadi, walau dengan pikiran yang kini tengah bercabang.

Dengan langkah malas ia akan pergi ke arah ruang musik.

"Hai Cia?" Sapaan ramah dengan senyuman khas dari Kinan menyambut kedatangan Dasia.

Dasia balas tersenyum.

"Kenapa Bu?" Tanya Dasia saat sudah berhadapan langsung dengan Kinan.

"Tunggu yang lain dulu ya?" Ucap Kinan. Karena masih ada beberapa orang lagi yang ia tunggu.

"Ini mau ngapain Bu?" Tanya Dasia bingung.

"Sebentar ya?" Ucap Kinan.

Dasia hanya mengangguk acuh, ikut menurut menghargai guru muda yang juga melakukan hal sama padanya.

"Maaf Bu telat huh..," suara tersenggal-senggal itu berasal dari seorang gadis yang baru saja datang.

"Oh iya nggak papa Gin," sahut Kinan.

Gina mendongak menatap Dasia yang tengah bersidekap dada dengan angkuh. Mengamatinya dengan sorot tak biasa. Namun yang lebih Gina perhatikan adalah pusat area mata gadis pembuat masalah itu.

"Udah Bu?" Tanya Dasia.

"Sebentar Ibu ma--" ucapan Kinan terpotong.

"Permisi?" Suara itu berasal dari arah pintu masuk. Seorang gadis dengan tas ranselnya.

Kinan menyambut dengan senyum.

Lagi, Dasia berdecih, dunia benar-benar sempit ternyata. Gadis ambisius itu ternyata juga di sini.

"Sebelumnya Ibu minta maaf sama kalian?" Ucap Kinan.

Kinan menghela nafas panjang.

"Festival musik tahunan di Genthala akan segera diselenggarakan. Dan..., sebagai acara pembukaannya, Ibu mau kalian tampil sebagai pembuka di acara itu. Membawakan lagu dengan aransemen gitar dari Gina," ucap Kinan menjelaskan maksudnya.

Dasia berdecak, ini sungguh menyebalkan!

"Maaf Bu? Saya nggak bisa," tolak Gina halus, bukannya tak mau namun ia masih memikirkan keselamatannya jika berurusan dengan gadis semacam Dasia.

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang