28|Obat

159 85 5
                                    


Sakit? Satu kata yang mewakili semuanya. Entah itu sedih, bahagia, suka ataupun duka. Rasa sakit selalu ada sebagai pelengkap dari semua rasa yang ada.

🌵

'Ting-tong'

Dasia menoleh kesal, ia baru saja selesai mandi, bahkan handuk di kepalanya yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut pun masih di sana.

Dengan langkah malas plus kesal ia mengarah ke arah pintu.

"Ckkk, ngapain sih titisan dakjal kayak Lo pake kesini segala!" Gerutu Dasia kesal.

Hendak kembali menutup pintu namun tangannya ditahan oleh calon tamunya.

"Issh!" Dasia melotot tak terima.
Enak saja tangannya asal genggam!

Ziano lantas merotasikan matanya malas.

"Kalo mau ambil kalo nggak gue buang!" Ucapnya sambil menyodorkan sebungkus keresek.

Awalnya Dasia tak tertarik, tapi bau sambal yang menguar meluncurkan keangkuhannya.

Sungguh, ia benar-benar lapar!

"Y--yaudah deh, seikhlasnya aja entar gue makan. Sayang makanan dibuang," ucap Dasia tetap jaga image yang memuakkan tak lupa menarik keresek itu dari tangan Ziano.

Ziano malah berdecih, munafik sekali gadis ini. Pura-pura tak suka tapi gayanya seperti ingin segera memakannya.

"Mau masuk nggak?" Tawar Dasia berbaik hati, namun dalam hati tak ikhlas sama sekali.

"Nggak, gue udah--" ucapan Ziano terpotong.

"Oh yaudah, gue masuk!" Sebelum Ziano menjawab, pintu apartemen pun sudah tertutup rapat.

Ziano hanya menggeleng dengan tingkah gadis yang tengah patah hati itu. Berusaha menjadi obat penawar untuknya.

Seharusnya gadis itu bisa mengerti bahwa Ziano ingin mendengar ucapan 'terima kasih' dari gadis bernama Dasia itu.

"Seenggaknya nanti Lo sadar, gue obat penawar itu, bukan orang lain atau siapapun itu," Ziano tersenyum penuh arti mengamati pintu apartemen yang sudah tertutup rapat itu.

'Gadis angkuh itu milik--Ziano'

...

'Eh Algar beneran pindah?'

'Katanya sih iya'

'Mereka berantem ya?'

'Padahal cocok, kenapa ya Algar pindah?'

'Pasti ada hubungannya sama Dasia deh'

'Gak tahan kalik ceweknya galak'

Telinga Dasia terasa benar-benar panas sekarang. Ia berusaha untuk meredamnya tapi entah sikap tenang itu bukan ciri khasnya.

"Bisa nggak sih kalian semua diem!!' Teriak Dasia marah.

Ia muak mendengar ocehan manusia yang kerjaannya hanya bisa bicara tanpa tahu posisi Dasia yang jengah dengan ocehan mereka.

"Panas nih kuping gue denger ocehan sampah kalian!!" Teriak Dasia murka.

Semua lantas terdiam, tak ada lagi yang bersuara semua terdiam.

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang