Satu hari itu berjalan terasa sangat lambat, untukku, manusia yang tak pandai mengatur waktu🌵
"Saya mau bicara!" ucap Pram yang baru saja keluar dari ruang kerjanya.
Ziano yang baru saja akan beranjak menuju kamarnya terpaksa berhenti menuruti kemauan si pemilik asli kediaman ini.
"Kamu mau menjadi pembangkang juga?!" Tanya Pramana, jujur saja ia tak suka melihat sikap anak bungsunya yang selalu menurut, kini tiba-tiba menjadi pembangkang.
Ziano diam, itu adalah pilihan yang selama ini ia jalani, di depan Pramana ia harus bersikap senetral mungkin.
"Kamu mau mengikuti jejak Kakakmu itu?" Tanya Pramana.
Ziano masih diam, melawan Pramana adalah kegiatan yang tetap akan menjadi sia-sia.
"Kamu sudah pernah berjanji pada saya, jalani semuanya dengan turuti perintah saya, dan semakin kesini kamu semakin tak bisa diatur, mulai belajar bolos, tidak pernah pulang tepat waktu lagi dan--"
"Saya juga butuh waktu untuk meredam semua ambisi Anda, tidak semuanya bisa saya turuti, tidak semua hal harus saya lakukan sesuai kehendak anda."
"--Saya memang anak dari seorang Pramana, tapi saya bukanlah penggapai mimpi gila keluarga Brawijaya ini!!" Teriak Ziano menggebu, nafasnya memburu.
Untuk pertama kalinya ia berani bersikap sekasar ini pada seorang Pram.
Rahang Pram mengeras, ia tak suka dibantah.
'Plakk'
Satu tamparan telak mengenai pipi mulus putra bungsunya. Dan untuk pertama kalinya tangan besar itu berhasil menyentuh pipi Ziano karena selama ini sifat dingin Pram terlalu keras untuk menyentuh lembut pipi-pipi putranya.
Sentuhan yang selamanya akan terus Ziano ingat, kekerasan.
"Berhenti Pram!" Itu teriakan Naya.
Ziano menoleh terkejut, ia kira sang Ibu telah tidur. Ia berani berkata sekeras itu karena merasa kalau sang Ibu tidak akan mendengarnya. Ia hanya tak ingin Naya terluka karenanya.
'Plakk...'
Satu tamparan keras itu kembali terdengar di depan ruang kerja Pramana.
"Selama ini saya hanya diam karena saya merasa kamu akan benar-benar berubah, saya kira kamu memang mau memperbaiki semuanya, disini keluarga kita hancur hanya karena kamu, si dominan yang tak pernah ingin kalah, si keras kepala yang selalu ingin terlihat benar, yang selalu mau terlihat sempurna."
"Padahal kamu tahu, tak ada satu orang pun yang bisa dianggap sempurna. Tapi kamu selalu memaksa putra-putra ku untuk terlihat sempurna. Dan kamu adalah si bodoh itu!" ucap Naya.
Pramana terdiam, ucapan Naya memang benar, Naya selama ini diam memang karena percaya padanya. Dan tamparan Naya berhasil membuat hatinya terusik, hanya Naya yang selama ini memahaminya dan selama ini juga ia tak pernah memahami Naya.
Pram masih berusaha untuk bersikap acuh, wajahnya ia buat senormal mungkin, lalu tanpa sepatah kata ia kembali masuk ke ruangan kerja miliknya.
Tanpa Naya dan Ziano sadari ia cukup terluka untuk menelan ucapan dari Naya si pemaham dirinya selama ini.
"You okay son?" Tanya Naya seraya mengusap pipi putranya
"I'm fine," Ziano menolak sentuhan Naya, lalu mengangguk dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DASIA | LENGKAP
Teen Fiction"Dari semua hal yang bisa Lo milikin. Lo milih untuk genggam masa lalu atau memperbaiki diri dengan masa depan? " Tanya Ziano. "Gue rasa pertanyaan itu tepat untuk diri Lo sendiri. Genggam masa lalu atau perbaiki masa depan? " ucap Dasia. Hendak b...