05|Cover Book

282 157 18
                                    


Jangan nilai orang dari depan. Karena tampilan depan selalu menipu soal kejujuran.

🌵

Suara lonceng kafe kembali terdengar.
Kali ini sosok yang pagi tadi Dasia temui di ruang UKS.

"Tuh anak sekolah di Genthala juga kan?" Tanya Dasia pada Algar yang tengah ikut melihat kedatangan Ziano.

"Iya, anak basket juga. Kemarin ditawarin jadi kapten nolak dia, kenal?" Tanya Algara.

Pasalnya Dasia paling malas mengingat orang lain.

Bahkan dirinya saja yang mungkin diasumsikan orang-orang sebagai teman Dasia pun sering dilupakan.

Karena Dasia merasa teman tak ada gunanya.

Padahal definisi persahabatan bukan diukur dengan itu. Tapi bisa dimaklumi karena memang Dasia tak pernah ingin menjalin hubungan itu.

"Gue ketemu dia tadi, songong mukanya," celetuk Dasia.

"Berasa lagi ngaca mbak?" ucap Algar.

"Gue gak lagi becanda, dia emang songong," ucap Dasia sambil mengingat bagaimana sikap Ziano tadi pagi padanya, menyebalkan.

Mungkin Dasia bisa anggap, Ziano adalah salah satu orang yang membencinya di Genthala. Ya seperti itulah manusiakan? Kita tak bisa menilai orang hanya dengan sikapnya?

" Gak sadar diri ya mbaknya?"

"LO!"

"Hehe jan ngamok atuh neng."

Dasia lantas tak menggubris.

"Keren dong! Berarti ada orang yang gak mau kalah ama Lo," celetuk Algar sambil tertawa, melihat bagaimana kesalnya wajah gadis disampingnya.

Dasia lantas kembali malas meladeni Algara. Sama saja, bahkan pria di sampingnya lebih menyebalkan.

"Tapi gue denger-denger, dia sengaja bikin watak begitu," ucap Algar.

Dasia lantas mendengus sebal.

"Berasa artis dia?" ucapnya.

"Ya gak gitu juga, kita kan gak tau motifnya apa."

"Yaya terserah," sahut Dasia malas. Algar tersenyum lebar melihat ekspresi Dasia ingin rasanya ia mengacak rambut Dasia sangking gemasnya.

Baru saja hendak kembali menanggapi, obrolan mereka terhenti karena satu pesan masuk dari handphone Algara.

"Nyokap gue minta jemput," ucap Algar tiba-tiba karena mendapatkan satu notifikasi dari Ibunya.

Dasia diam saja.

"Gua pergi bentar ya? Entar gue balik lagi?" Ucap Algar.

"Yaudah pergi aja. Lo kira gue anak kecil yang harus dianterin muluk kalo mau kemana-mana?" ujarnya.

"Bukan gitu Cia, maksud gue tuh kan kesininya Lo ama gue. Terus gue juga yang maksa," jelas Algar.

"Terus lo mau biarin gue nunggu Lo sampe balik lagi kesini? Ya kalik! Udah jam sepuluh lewat begini," ketus Dasia.

"Udah deh serah Lo! Tunggu gue di sini pokoknya!" Ucap Algar terdengar seperti perintah. Tapi memang dia siapa? Dikira Dasia akan menurutinya? Kan tidak!

"Goblok!" Umpat Dasia seraya kembali memainkan handphone-nya.

Pesanannya sampai.

"Mas yang tadi mana mbak?" Tanya waiters tadi seraya celingak-celinguk seperti mencari seseorang.

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang