08| Kebersamaan

319 140 21
                                    


Jika kehadiranmu pun sudah tak dianggap lalu untuk apa bertahan?

🌵

"Ahh sial banget!" ucap Dasia.

Algar yang sedari tadi duduk di hadapan Dasia, hanya menyimak saja karena sedari tadi Dasia terus menggerutu tak jelas.

"Kita ke UKS aja yuk?" Tawar Algar.

"Gak!"

"Lo kenapa sih daritadi perasaan."

"Diem! Berisik Lo!" Sambar Dasia lalu menatap jengah pada Algar yang sedari tadi menatapnya.

"Herman gue Lo abis dari perpus jadi begini, ngapa dah? Kerasukan Lo?" sahut Algar menimpali ucapan Dasia.

"Lo diem!" Sarkas Dasia.

"Bodo!" Jawab Algar.

Lalu terjadilah peperangan antar lawan jenis itu.

"Udah deh damai aja kita, laper gue abis di hukum gegara Lo," keluh Algar.

"Lemah!"

"Iya dehh, si paling kuat."

Lalu pria itu pun beranjak untuk memesan makanan untuk keduanya.

Ribut-ribut kecil tak jelas seperti itu, memang sering mereka lakukan.

Dasia tersenyum tipis seraya menatap punggung Algar yang menjauh. Karena kini ia tengah merebahkan kepalanya ke atas meja kantin seperti biasa.

Jujur saja ia menyukai saat-saat kebersamaannya bersama Algara. Pria itu walau menyebalkan selalu berada di dekatnya.

Suka menghiburnya, memberikan sedikit warna ketika ia merasa sedih seperti saat ini. Keributan yang terjadi, yang membuatnya merasa memiliki seseorang untuk mengobrol.

Walau sebenarnya ia tak suka ini, ia hanya takut merasa bergantung pada Algara.

Algar lalu menatap indah bola mata Dasia. Yang selalu menjadi favoritnya.

"Hei!" Algara lantas menempelkan es jeruk yang tadi ia pesan ke pipi Dasia.

"Al!"

"Hehe sorry, Lo sih ngelamun. Mikirin apasih??"

"Gak ada."

"Ah masaaa? Jangan jangan mikirin gue lagi," goda Algar.

"Ngarep!"

"Cia?"

Dasia menoleh cepat, sebenarnya ia menyukai panggilan itu.

"Hm?"

"Kalo ada masalah jangan suka pendem sendiri ya? Lo bisa cerita sama gue, jangan ngerasa sendiri terus Cia. Gue bakal jadi pendengar yang baik buat Lo. Lo tahu? Gue selalu pengen jadi orang yang berarti dalam hidup Lo, biar Lo bisa inget terus sama gue," ucapan Algar yang nampak tengah serius. Membuat jantung Dasia berdetak tak nyaman.

"Al--"

"Dengerin hal-hal yang kecil dulu aja Cia, Lo bisa cerita keseharian Lo dulu sama gue. Gue tahu Lo butuh sosok itu sebenernya. Tapi Lo ragu?"

Dasia diam, merasa tak nyaman atas pertanyaan itu.

"Lo harus mulai buka lembaran baru dalam hidup. Jangan terlalu larut dalam kesedihan Cia." Algar mengelus pelan rambut Dasia. Ia begitu menyayanginya, sesayang itu hingga tak ingin pisah rasanya.

Dasia sempat tercekat beberapa waktu.

"--dan gue gak bisa."

...

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang