15|Pertandingan

188 99 9
                                    


Hidup bukan digunakan untuk menjadi bahan tontonan tapi sebagai sebuah perjalanan. Perjalanan tentang kisah manusia dengan lembaran takdir yang sudah Tuhan siratkan.

🌵

Dasia bangun menatap sekeliling, ruang apa yang ia tempati. Kepalanya pening, terakhir yang ia ingat hanya bar.

Selebihnya ia tak ingat.

"Aakhh!" Dasia memukul kepalanya, pening masih melanda.

Setelah merasa sudah mulai membaik Dasia berusaha mengingat-ingat lagi jika ini adalah apartemennya.

Lalu siapa orang yang mengantarnya kesini? Hingga sempat menyelimutinya?

Nama Al yang dirasa pernah ia sebutkan semalam, mulai terngiang. Ia segera meraih benda pipih yang terletak di atas nakas itu.

Rentetan chat dari Algar yang tak menandakan jika semalam Algara lah yang mengantarnya kesini. Lalu siapa?

Dasia lantas mengacuhkan pemikiran anehnya, karena yang memang selama ini ia tahu, pria tua bangka itu punya banyak mata-mata yang akan diperintahkan untuk mengatur kehidupan tanpa warna milik Dasia.

...

Dasia menatap kesal pada satu bangku yang tepat berada di sampingnya, penghuni bangku yang sering merecoki hari Dasia, pemaksanya bangun ketika tertidur di kelas.

Pria dengan kepribadian ceria yang berstatus sebagai kekasihnya itu hari ini tidak hadir tanpa keterangan. Bahkan sedari tadi tak ada lagi spam chat-nya setelah malam kemarin.

Aneh memang! Tapi Dasia kesal karena ia tidak bisa memaki pria itu karena kemarin tak membalas pesannya dan berujung Dasia yang datang ke tempat yang paling Dasia incari ketika sedang kesal atau dalam masalah.

Tak ada orang yang akan ia jadikan pelampiasan.

Ia menghela nafas kasar. Sedari tadi ia hanya diam di kelas. Tidak seperti hari biasanya, hal heboh yang sering ia buat tak tampak hari ini.

Bahkan ada yang terang-terangan menatap heran pada gadis pembuat masalah itu karena ternyata bisa diam juga.

"Bagi temen-temen yang tergabung dalam keanggotaan cheers langsung ke lapangan ya!" Perintah salah seorang yang Dasia yakini sebagai senior di Genthala.

Yang tak ada apa-apanya dengan dirinya sebagai primadona.

Ia sempat tersenyum yang dibalas tatapan menjengkelkan dari Dasia. Yang pasti ia malas meladeni gadis itu. Tolong ingatkan jika dirinya yang terkenal dengan sikap kasarnya dan pembuat ulahnya.

Satu hal yang baru saja terlintas dipikiran Dasia!

Hari ini akan ada acara pertandingan gabungan tim basket yang akan dihadiri siswa-siswa dari beberapa sekolah. Dan Algara termasuk dalam keanggotaan tim basket di Genthala.

Lalu siapa yang akan menggantikannya?
Dasia segera meraih handphonenya.

Me
[Heh?!]
[Tim basket Lo gimana?]
[Gak jadi ikut Lo??]
[Payah!]
07.21

Dasia memutar bola matanya jengah, seharusnya hari ini ia sudah puas memaki Algara.

Tapi Algar masih juga tidak aktif. Entah kemana hilangnya pria itu. Dan akhirnya Dasia memutuskan untuk ikut bergabung ke area lapangan basket indoor.

Tak jarang ia mendengar ucapan memuja khas dari semua pria membuat Dasia tersenyum smirk. Dan tatapan sinis dari beberapa siswi membuatnya puas. Walau tak berani terlalu tetang-terangan, tapi ia mendengar ucapan mereka yang terdengar pelan.

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang