12|Perduli

203 115 4
                                    


Dibalik sikap kasar seseorang, di sana ia menyimpan beribu kenangan. Kenangan tentang kapan ia merasa tenang setelah sekian lama merasa kesepian.

🌵

"Sayang? Bang Re gimana keadaannya? Sehat-sehat terus kan? Suka nggak sama masakan Mama?" Tanya Naya, suaranya sedikit bergetar ketika menanyakan itu jujur saja ia merindukan Putranya itu.

Ziano yang tengah menikmati hembusan angin malam dari balkon kamarnya, menanggapi dengan senyum.

"Baik kok Ma, lebih baik dari di sini. Dia tetep orang yang sama, masakan Mama tetap jadi favoritnya dia," tutur Ziano.

Naya tersenyum getir.

Sebegitu menderitanya anak sulungnya atas kekangan dari Pramana selama ini.
Apakah putra bungsunya juga merasakan hal yang sama?

"Kamu jangan pergi juga ya sayang? Kamu sayang sama Mama kan? Kamu gak bakal ninggalin Mama juga kan?" Tanya Naya.

Tatapannya penuh harap. Kemungkinan besar Ziano mungkin juga ikut pergi. Ketika nanti jika ia merasa kekangan Pram sudah seperti kekangannya terhadap si sulung dulu.

Ziano mengelus punggung tangan Naya penuh sayang.

"Gak ada alasan Aku buat ikut tinggalin Mama," tutur Ziano.

Naya dekap erat tubuh Ziano yang sekarang sudah besar. Anak lelaki nya yang sudah tumbuh besar semua.

Hal yang membuatnya sedih, mengingat dirinya sebagai seorang Ibu yang belum cukup sempurna untuk anak-anaknya.

"Ehem! Naya? Saya pulang?" Suara bariton itu menghentikan kegiatan kedua Ibu dan anak itu.

Ziano menatap malas ke arah Pram yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya. Dan selalu terlihat menampilkan aura wibawa yang tak ia cerminkan di rumah.

"Mama ke Papa dulu ya?" Pamit Naya.

Ziano mengangguk.

Pramana memberikan kode agar pergi lebih dulu darinya. Ia ingin berbicara sebentar dengan putra bungsunya.

Hatinya cukup berdesir melihat bagaimana Naya memeluk Ziano seolah tak ingin kembali kehilangan.

Pram selalu seperti itu ego nya adalah hal yang paling utama.

"Saya harap untuk kali ini kamu menghadiri acara makan malam itu. Saya tidak menerima alasan apapun lagi! Acara makan malam besok itu sangat penting. Terlebih kita terlibat kerjasama yang menguntungkan dengan keluarga Gunala," tutur Pramana.

Ziano menarik nafasnya kasar lalu mengangguk acuh tak acuh.

"--Dan saya mau, kamu tidak usah menceritakan hal-hal yang aneh pada Naya tentang tingkah pembangkang Kakakmu itu," ucap Pram lalu berlalu pergi tanpa tahu jika Ziano sudah mengepal tangannya begitu erat.

Ia benci Ayahnya!

Benci Pramana!

Ia benci dikekang!

Benci dengan nama 'Brawijaya' yang melekat di kehidupannya!

Maka dari itu, Ziano tak pernah memakai nama itu dalam kesehariannya. Walau nyatanya ia memang terlahir dari keluarga itu.

"Aakkkhhh...." Ziano memekik keras, meninju dinding balkon kamarnya penuh amarah.

Ia butuh seseorang sekarang!

...

'Ting-tong!'

Suara itu membuat Dasia menoleh garang.
Dasia terus menggerutu, mengumpat siapapun itu yang berada di balik pintu apartemennya.

"Selamat so--" ucapan seorang wanita yang ada di depan pintu apartemen Dasia terhenti. Raut wajah syok terpampang jelas.

"Apaan?" Tanya Dasia, rautnya begitu angkuh.

"Ee-- ini ada paket." Walau begitu kaget, wanita itu tetap menyodorkan sebuah paket yang menghantarkannya hingga kesini.

Tak menyangka paket yang ia bawa malah membawanya kepada wanita ini, Dasia Nahera.

Dasia menatap malas paket itu. Paket yang tertera dengan merek yang lumayan mahal. Tapi tidak menurut Dasia, paket macam itu sudah terlalu biasa untuknya.

"Buang! Gue nggak nyimpen sampah!" Ucapnya malas.

"H--hah?" Jelas saja Gina terkejut. Dibuang katanya?

"Lo budeg? Gue bilang buang ya buang!" Ucap Dasia.

Andai Gina tahu jika paket yang ia antarkan milik Dasia, ia bersumpah tidak akan mau mengantarkannya walau dengan tips sebesar apapun.

"Tapi ini paket dari--" ucapan Gina terpotong.

"Kurir aja belagu Lo! Sampah gak guna!" Dasia mencengkram erat paket tadi, ia sedang tak ingin diganggu dan Gina malah memancingnya.

"S-sorry?" Ucap Gina, lalu kembali menarik paket itu dari tangan Dasia. Sebelum benar-benar paket yang ia perkirakan berkisar harga puluhan juta itu hancur di tangan gadis gila ini.

Dasia menatapnya jengah. Lalu mengulurkan beberapa lembar uangnya kehadapaan Gina.

"Ambil! Kalo kurang ngomong? Udah sore! Balik sana Lo, entar dicariin nyokap Lo lagi!" Ucap Dasia lalu menutup kembali pintu apartemennya.

Paket itu ia biarakan saja, memangnya untuk apa juga ia mengambilnya. Jika asal usulnya dari orang yang selalu mengaku Ayahnya itu.

Gina menatap haru uang yang Dasia lempar. Bukan haru atas uangnya, tapi haru dengan sikap gadis angkuh yang selalu ingin terlihat tak perduli itu.

Ia tahu Dasia itu gadis yang baik, walau ucapannya kian kali menyinggung.

Tapi ia tahu, Dasia baik dengan diselimuti ucapannya yang kadang kala terasa menyakitkan.

Perihal masalah ekonomi keluarganya. Dasia cukup berkuasa untuk mengetahui problem yang ia lalui.

"Makasih!" Buru-buru Gina pergi darisana.

Adik-adiknya pasti tengah menunggu kepulangannya.

...

Revisi: Minggu, 08 Januari 2023

...

Gimana ceritanya?
Menarik kah?

Cast mana yg paling kalian suka?

Dasia?

Ziano?

Algara?

Regano?

Gina?

Sakana?

Spam comment di sini ya!

                                                                  sindiaa_

DASIA | LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang