Bagian 5

14.2K 1K 62
                                    

Nyatanya kabar mengenai kondisi Yudha yang beredar diluar sana tidak lah sepenuhnya benar. Anin secara langsung membuktikan. Entah karena kondisi kaki Yudha yang sudah mulai membaik atau memang sejak awal seperti ini lah kondisi terakhirnya.

Tapi hal ini sebenarnya patut untuk disyukuri. Karena sejujurnya setiap kali melihatnya, Anin merasa kasihan dengan kondisi Yudha yang seperti itu. Tidak bebas bergerak ataupun pergi kemana-mana. Dan yudha hanya bisa bergantung kepada kursi roda dan juga Ditya.

"Biar Ditya saja yang melakukannya. Kamu tidak akan kuat menahan tubuhku."

Anin menarik tangannya dan mundur menjauhi pintu mobil beberapa langkah. Membiarkan Ditya mengambil alih apa yang tadi secara spontan hendak dia lakukan. Sejenak Anin berpikir bahwa kalimat Yudha mungkin ada benarnya.

Tanpa putus Anin memperhatikan Yudha yang menarik perlahan dan membawa kedua kakinya menjuntai ke pintu mobil. Dengan bantuan Ditya, Yudha berdiri dan mulai berpindah duduk ke kursi roda. Terlihat begitu mudah tanpa ada kerutan di kening atau desis kesakitan yang keluar dari bibirnya. Entah karena sudah terbiasa atau memang Yudha yang mampu menutupi apa yang dirasakannya dengan baik.

"Bagaimana menurutmu? Masih mau menikah dengan pria cacat sepertiku?" tanya Yudha dengan bibir yang menyeringai samar. Yudha tentu menyadari tatapan Anin yang terus tertuju kepadanya sejak tadi.

Anin menipiskan bibirnya ketika sadar bahwa Yudha seperti sedang mencoba untuk memancing perdebatan lagi dengannya. Entah apa tujuan Yudha menanyakan hal itu padahal dia sama sekali tak menunjukkan reaksi negatif atas apa yang dilihatnya.

Sehingga tanpa menjawab, Anin malah bertanya kepada pria yang sebaya dengannya, yang kini mengatupkan bibirnya diam. "Bagaimana menurutmu, Ditya? Apa aku harus tetap menikah dengannya?"

Belum sempat bibir Ditya terbuka untuk memberikan pendapat, suara Yudha lebih dulu terdengar. "Kenapa kamu bertanya padanya?"

Dan lagi-lagi Yudha berbicara dengan nada dan ekspresi wajah seperti ingin mengajak untuk mengadu kekuatan fisik. Tidak menunjukkan kalimat yang terdengar lembut dan menyentuh hati sang calon istri. Sehingga Ditya hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Miris.

"Karena kalau Ditya bilang lebih baik aku nggak jadi menikah denganmu, maka aku akan segera mempertimbangkannya, Mas. Dengan begitu aku bisa menganggap kalau Ditya bersedia untuk menggantikan posisimu. Ditya sepertinya bisa diandalkan."

Mendengar itu Ditya tercekat. Stok kesabarannya kembali berkurang ketika lagi-lagi dia terlibat dalam peperangan diantara bos dan calon istri bosnya itu. Benar-benar terasa melelahkan. Padahal saat ini dia membutuhkan istirahat setelah menyetir mobil yang menempuh perjalanan cukup jauh.

Selama bekerja dengan Yudha, Ditya sudah menyusun peringkat untuk siapa dan hal apa yang mampu memancing emosi Yudha dengan cepat. Dan setelah Anin masuk ke dalam hidup bosnya itu, maka gadis itu dan kecemburuan lah yang menempati peringkat satu dan dua.

Ditya bahkan tidak mengerti kenapa dirinya yang biasa saja seperti ini begitu ampuh ketika dijadikan Anin sebagai umpan untuk memancing kekesalan Yudha. Dan Anin nyatanya terlihat menikmati saat-saat memanfaatkannya seperti sekarang. Ditya merasa beruntung bahwa Yudha tidak memecatnya.

Tapi seketika Ditya ingat bahwa jika Yudha membahas pemecatannya padahal semua ini adalah perbuatan Anin, maka Ditya akan memberikan ancaman. Karena di tangan dan kepalanya begitu banyak rahasia bosnya itu. Mulai dari tingkah yang menggelikan sampai yang makan hati. Dia mengetahui banyak hal tentang Yudha.

"Menggantikan posisiku?"

Anin mengangguk dengan raut wajah polos. Tanpa memperdulikan kemungkinan yang akan terjadi hanya karena tanggapannya. "Iya. Menggantikan posisimu sebagai calon suamiku."

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang