Yudha tidak tahu dimana letak kesalahannya selain tindakannya di masa lalu sehingga adiknya begitu menyebalkan sejak sore tadi. Itu bermula karena dia enggan beranjak untuk mengunci pintu kamarnya dan Liara memergokinya yang tengah memadu kasih dengan sang istri.
"Aish! Kenapa pintunya nggak dikunci dulu sih?" Liara membanting pintu kamar hingga kembali tertutup. "Lagian itu istrinya juga belum makan siang tapi sudah digituin duluan. Otaknya dimana coba?"
Padahal itu adalah salah adiknya sendiri. Setelah Anin menjawab dari dalam, meski dengan suara yang terbata-bata, gadis itu tetap membuka pintu kamar mereka. Karena itu, selain mendapat omelan kasar dari Liara, Yudha juga menerima beberapa cubitan di pinggangnya. Istrinya itu menyalahkannya karena tadi begitu yakin tidak akan ada yang menyusul mereka keatas sehingga membiarkan Yudha tidak mengunci pintu.
Untungnya Liara tak menyinggung perihal pergulatannya bersama Anin yang sempat dilihat gadis itu saat mereka keluar kamar. Hal itu membuat Yudha bersyukur. Karena Anin yang awalnya merasa malu untuk bertemu Liara bisa kembali bersikap santai didekat gadis itu.
Tapi setelah itu Liara membuat Yudha tidak bisa tenang karena ucapannya yang mengundang kekesalan.
"Kalau bosan ya tinggal keluar. Jalan sama Yara sana. Ganggu orang aja deh. Apa nggak cukup yang tadi itu?"
Padahal Yudha hanya mengajak istrinya yang duduk sambil memperhatikan Liara bermain game itu untuk menonton televisi bersama. Ada atau tidaknya Anin disana memperhatikan, permainan Liara sama sekali tak akan terpengaruh.
"Nyari sarung aja ribet banget. Lain kali pakaian dipisah aja, Mbak. Kalau perlu dua lemari dalam satu kamar itu juga dipisah letaknya. Satu di utara, satu lagi selatan. Jadinya nggak ngerepotin Mbak lagi."
Setelah itu Yudha hanya mampu mengusap dadanya pasrah, tak menanggapi Liara. Kesabarannya masih ada meskipun adiknya semakin menjadi-jadi.
"Kenapa harus Mbak yang ngisi nasi sama lauk ke piring itu segala sih? Itu ada dua tangannya yang sehat, bisa gerak juga. Memangnya dia bocah yang kalau makan masih diambilin ibunya?"
"Memang selalu begini ya, Mbak? Ngikutin Mbak terus, nggak ada capeknya. Istrinya nggak kemana-mana juga. Cuma didalam rumah."
"Mau mandi saja harus Mbak yang pilihkan baju? Biarin aja. Tetap disini, Mbak. Niatnya sekarang pasti ke yang 'itu' lagi. Ganggu pajama party kita aja deh."
Dan karena pajama party yang pasti merupakan ide ketiga gadis itu lah istrinya tertahan di kamar yang ditempati Liara sampai sekarang. Padahal jam sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.
Yudha sudah bertekad akan berbicara dengan Liara. Dia tidak akan membiarkan adiknya itu membencinya lebih lama lagi. Namun dengan sikap Liara yang semakin terasa menjengkelkan, Yudha masih belum mendapatkan kesempatan.
Jangankan bisa mendekat, baru akan mengambil langkah saja gadis itu sudah lebih dulu menjauhinya. Kecuali saat dengan semangatnya gadis itu menamparnya menggunakan rangkaian kalimat yang membuat Anin menatapnya iba.
"Jangan marah, Mas. Ini cara Liara untuk mendapatkan perhatian kamu."
Yudha masih mencoba bersabar menunggu pesta mereka selesai, meskipun dia bisa saja mengetuk pintu itu karena tidak mendengar gelak tawa lagi. Apalagi Nisa sudah keluar dan berpindah ke kamar lain beberapa menit yang lalu yang berarti hanya tinggal tiga orang terdekatnya itu ada didalam.
Beruntung sebelum Yudha merasa lelah menunggu, Dinar keluar kamar dengan tangan yang menutup mulutnya saat menguap. Gadis itu terlihat mengantuk sehingga Yudha yakin pesta mereka benar-benar selesai. Karena itu Yudha berjalan cepat kearah Dinar hingga membuat gadis yang awalnya tak menyadari keberadaannya itu terlonjak kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold You in My Heart
ChickLitAnindia Puspita pasrah ketika ditinggalkan Bastian Yudha Gunawan sejak dia dinikahi dan dibawa untuk tinggal di rumah suaminya itu. Berminggu-minggu lamanya Yudha tidak pulang dengan alasan pekerjaan setelah pesta pernikahan mereka selesai dilaksana...