Bagian 51

10.7K 939 49
                                    

"Nomor yang anda tuju sedang tidak ak—"

Dengan kesal Liara mengakhiri percobaan yang kesekian kalinya sejak beberapa jam lalu, sebelum meletakkan ponselnya keatas meja. Dia mendengus. Wajahnya semakin terlihat masam karena apa yang diinginkannya masih belum dia dapatkan.

Kedua tangannya terlipat didepan dada. Diliriknya Nisa yang kini tengah tersenyum geli, sesekali kekehan pelan keluar dari bibir gadis itu. Entah apa yang dibicarakannya dengan Fadiel sambil berbisik-bisik sehingga temannya itu harus bereaksi seperti itu.

Nisa baru beberapa jam yang lalu sampai setelah menempuh perjalanan dari Malaysia. Kabar kedatangan gadis itu lah yang membuat Fadiel menampakkan wajahnya di rumah Rima sore ini dengan menarik Ditya untuk menemaninya.

Keduanya baru bertemu secara langsung setelah cukup sering saling berkomunikasi melalui pesan dan panggilan video. Tapi keakraban keduanya terlihat seperti teman lama yang baru saja bertemu kembali.

"Kamu sama Mas Fadiel jangan bikin aku tambah kesal bisa nggak? Mood ku lagi jelek tapi kalian malah haha hihi nggak jelas."

Bukan hanya Fadiel dan Nisa, perhatian Dinar dan Ditya pun ikut teralihkan pada Liara. Keduanya yang tadi begitu fokus dengan laptop segera menoleh kepada gadis manis berambut pirang itu. Persis seperti yang dikatakannya sendiri, Liara memang terlihat sangat kesal. Seakan ingin memukul seseorang dengan tangan kecil yang dimilikinya.

"Kamu kenapa tiba-tiba marah nggak jelas coba?"

Dinar bertanya heran. Dia yang tadinya tengah asyik diajari cara menyunting video sesuai permintaannya dari Ditya merasa terganggu dengan suara Liara. Sepupunya itu tiba-tiba meluapkan emosinya tanpa peringatan. Dan korban yang baru saja tersambar hal buruk itu adalah Nisa dan Fadiel. Keduanya bahkan terlihat sama heran sepertinya karena merasa tidak ada yang salah dari apa yang mereka lakukan.

"Dia pasti kesal karena Yudha masih belum bisa dihubungi," tebak Fadiel karena gadis muda itu beberapa kali menempelkan ponselnya ke telinga sejak dia datang tadi.

"Mbak Anin ya, bukan temannya Mas Fadiel," ujar Liara membenarkan.

"Intinya kita yang sial karena terkena dampak kekesalannya," ucap Fadiel pada gadis manis yang duduk disebelahnya. "Padahal kalau dia mencoba menghubungi Yudha, mungkin dia bisa bicara dengan kakak iparnya."

Namun sayangnya Liara merasa tidak sudi untuk melakukan itu. Bahkan sekedar meminjam ponsel Dinar untuk mencoba menghubungi Yudha pun tidak ingin dilakukannya. Bagaimana jika panggilan itu nantinya benar-benar tersambung? Kalau Anin yang mengangkatnya, itu mungkin keberuntungan besar bagi Liara. Tapi bagaimana jika Yudha? Dia sedang tak ingin bicara dengan pria itu.

"Andai aja seseorang berubah pikiran dan mau bantu aku untuk melacak keberadaan kakak iparku, mungkin aku bisa bersikap lebih baik sekarang."

Ditya tersenyum tipis. Dia tentu sadar kalau sindiran itu baru saja ditujukan padanya. Tak perlu berbalik badan karena dia tahu Liara menatapnya sekarang. Jika saja tatapan mata itu memiliki kekuatan super, mungkin punggungnya sudah berlubang karena tatapan Liara.

Apapun yang Liara katakan, sayangnya Ditya lebih memilih untuk melihat kekesalan Liara dengan Fadiel yang terkena imbasnya. Dibandingkan tatapan Yudha selama beberapa hari karena dia menjadi penyebab hancurnya kesempurnaan liburan temannya itu. Bukannya takut. Tapi terkadang Yudha bisa menjadi orang yang menyebalkan.

"Mas Ditya jangan pura-pura nggak denger," pekik Liara tak tertahankan. Ditya yang mencoba menyibukkan diri dengan laptop kembali dan mengabaikan ucapannya membuat Liara ingin melempar ponselnya mengenai kepala pria itu. Padahal permintaannya bukanlah sesuatu yang sulit bagi Ditya. "Kalau sesuatu terjadi sama Mbak Anin gimana?"

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang