Bagian 13

10.1K 981 78
                                    

Kok sepi ya? 🤔

Spam emot dulu dong sebelum mulai baca 😁
Wkwkwk

***

"Baru satu bulan sejak aku kasih Paman uang, kenapa sekarang sudah minta lagi? Aku sudah bilang sebelumnya nggak akan kasih uang kan? Paman lupa?"

Suara Mita terdengar serak dan juga lemah karena kondisi tubuhnya yang tidak sehat. Sejak kemarin sore suhu tubuhnya meningkat, meski untungnya sekarang sudah mulai turun hampir mendekati normal. Gadis itu juga batuk berdahak dan hidungnya pun tersumbat.

Karena itu Anin ada di rumah Mita sekarang untuk menemani dan merawat sahabatnya itu. Tapi bukannya menghabiskan waktu untuk beristirahat, Mita terpaksa menerima kedatangan pamannya ke rumah.

Pria tua itu datang untuk meminjam uang lagi. Dia dan putranya bahkan tak terlihat iba ataupun khawatir ketika melihat wajah Mita yang sedikit pucat. Hal yang membuat Anin geram melihat keduanya.

Awalnya Anin ingin meminta mereka untuk pulang setelah mendengar gumaman Mita yang berharap kedatangan keduanya bukan karena uang lagi. Bagaimana kalau benar adanya? Anin tidak ingin ambil resiko dengan adanya perdebatan diantara Mita dan dua orang itu padahal kondisi Mita masih tergolong buruk saat ini.

Tapi Mita membiarkan keduanya untuk bisa menemuinya. Gadis itu ingin mempertegas semuanya agar pamannya itu tak lagi datang untuk meminta uang. Meskipun setelah ini hubungan mereka benar-benar terputus, Mita tidak akan perduli lagi. Sama seperti keduanya yang juga tak memperdulikannya.

"Uang sisa penjualan tanah masih ada padamu bukan?" Paman Mita balik bertanya, mengabaikan apa yang keponakannya katakan. "Pinjamkan aku uang itu untuk modal usaha sepupumu."

Dengan harapan agar pamannya ini tidak datang dan membicarakan tentang uang lagi padanya, Mita sudah mengalah sehingga menjual tanah peninggalan ayahnya. Tapi perkiraannya ternyata salah besar. Karena pamannya ini kembali mendatanginya dan menginginkan hal yang serupa.

Tapi Mita tidak akan mengalah untuk kali ini. Dia menggeleng tegas. Saran Anin sebelumnya mungkin bisa dipraktekkan untuk saat ini. "Aku nggak bisa. Uangnya sudah habis terpakai."

"Kau apakan uang sebanyak itu sampai habis dalam sekejap?" tanya pamannya dengan suara keras. Raut kesal di wajahnya bahkan terlihat jelas.

Anin yang mendengarnya menatap pria itu sinis. Bukankah pertanyaan itu salah alamat?

"Harusnya aku yang tanya itu ke Paman. Uang sebelumnya kenapa sudah habis saja? Jangan membohongiku karena aku tau Tante nggak sakit."

"Itu urusanku," bentak paman Mita keras. "Aku yakin kau berbohong. Mana uang sisa penjualan tanah? Berikan padaku sekarang."

"Aku gunakan untuk membayar utangku. Jangan menatapku begitu," sentak Mita tak senang. Keduanya seperti sedang menatap seorang pembohong terburuk di dunia ini, meski nyatanya memang benar adanya. "Bukan hidup kalian saja yang sulit, aku juga."

"Kalau begitu pinjamkan aku uang yang kau tabung. Kau pasti punya."

Kini giliran sepupu Mita yang tidak Anin ketahui namanya itu berbicara. Pria yang tadinya hanya diam dan mendengarkan itu kini terlihat tidak sabaran. Beberapa kali melirik ke arah pintu rumah, seperti sedang memastikan sesuatu. Padahal tidak ada siapapun yang ada disana.

"Nggak ada. Kalau aku punya tabungan, aku nggak akan punya utang."

"Uang gaji bulan ini pun kau tak memiliki?" Paman Mita seperti belum menyerah. Dia persis seperti orang yang akan pergi setelah mendapatkan apa yang diinginkannya.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang