Bagian 20

12K 1K 71
                                    

Syukurlah, masih ada yang nyariin ketika aku belum up juga, meskipun cuma satu dan dua, wkwkwk

Seminggu menghilang, kangen siapa nih? Anin, Yudha atau mungkin Sayara? 😂

atau mungkin aku? 😜

Mau double up hari ini? Bagusnya jam berapa yaa? 🤔

Kalau nggak banyak komen, aku tahan dulu bagian berikutnya yeeee 😁

Sambil mikir, mending resapi perdamaian dibawah ini dulu, hehehe

Selamat baca 🤭

***

"Huaaa Mbak Anin...." Tangan Dinar bergelayut ke leher Anin setelah tanpa ragu menerobos masuk ke dalam kamar. Ketika rasa senang sedang menyelimuti hatinya, tingkah sopan langsung terlupakan begitu saja. "Makasih Mbak."

Anin yang baru saja selesai menyisir rambut panjangnya yang tergerai itu hanya membiarkan tingkah Dinar. Ditatapnya Liara yang kini sudah berdiri di depan pintu. Berharap melalui ekspresi wajahnya, Liara mengerti bahwa Anin sedang bertanya tentang apa yang terjadi sehingga Dinar terlihat sangat senang seperti sekarang. Namun adik iparnya itu hanya mendesah sebelum menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau Mas Yudha tau kamu masuk ke kamarnya gitu aja, habis kamu dimarahi," ucap Liara yang kini sudah berkacak pinggang. "Dia kan nggak suka ada yang terobos privasinya sembarangan. Kayak di dalam kamarnya ada harta karun yang diumpetin aja."

Mata Liara langsung memperhatikan sekeliling kamar yang paling luas dari semua kamar yang ada di rumah ini. Untuk ukuran kamar pengantin baru, semua perabotan terlihat bagus dan masih baru. Meski sayangnya sudah dua bulan ini hanya ditempati oleh Anin seorang diri.

Dinar menarik lepas tangannya sebelum mundur selangkah. "Nggak ada Mas Yudha juga," ucapnya tak perduli. Binar matanya dan senyum yang tak lepas dari bibirnya menandakan kegembiraan gadis itu. "Kalau nggak ada yang kasih tau, Mas Yudha juga nggak akan tau. Lagian sekali ini nggak apa-apa kan, Mbak?"

"Iya," jawab Anin sambil merapikan rambutnya bagian belakang dengan tangan. "Bagaimana liburan kalian?"

"Lebih menyenangkan kalau aja Mbak ikut," jawab Liara jujur. Kedua tangannya sudah turun. Dia menyandarkan bagian kiri tubuhnya ke pintu. "Pemuda disana bikin kesal. Mungkin karena tau yang di rumah nenek cuma hanya aku sama Dinar, malam-malam pintu rumah di ketuk-ketuk."

"Nyebelin banget tau, Mbak. Malam pertama nginap, aku malah ngiranya hantu yang ngetuk-ngetuk. Bikin takut aja," ujar Dinar menimpali. Mengingat kembali saat-saat mereka sempat tidak bisa tidur karena takut akan terjadi sesuatu membuatnya kesal.

"Bukannya ada ibu-ibu yang jaga rumah?" tanya Anin sambil melirik ponselnya yang berbunyi pelan dan singkat, menandakan ada pesan masuk tanpa meraihnya.

"Tetangga sebelah yang cuma bantu bersih-bersih kok, Mbak. Sekalian bantu buka jendela rumah disiang hari. Udah dibilangin ke ibunya. Katanya nggak usah diladeni sama dibukain pintu. Pemuda sana juga nggak akan berani maksa untuk masuk."

"Meski begitu, liburan cukup menyenangkan." Dinar tersenyum lebar. "Tapi yang lebih bikin aku senang, tadi aku dihubungi HRD Adri Media, Mbak. Besok aku diminta kesana untuk interview."

"Selamat." Anin menepuk bahu Dinar pelan. Sepertinya memang hal itu yang membuat seorang Dinar begitu antusias seperti tadi. "Mbak cuma bisa bantu sampai sana. Terima atau nggaknya, tergantung kamu besok."

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang