Epilog

24.5K 1.2K 90
                                    

Karena bagian ini udah kelar, aku akan mulai aktif untuk up Billing My Promise. Jangan lupa mampir kesana untuk meramaikan yaa 🤗

Akhir Mas Yudha dan Mbak Anin dibawah ini 👇

Jangan sedih.... Mereka aja bahagia, hehehehe

Happy Reading 😘

~~~

Meski dalam keadaan setengah sadar, aku tahu bukan hanya aku yang berada diatas tempat tidur saat ini. Ada sosok lain yang aku tahu apa tujuannya masuk ke dalam kamarku. Aroma wangi yang tercium sekarang pun bukan hal yang baru lagi sehingga menarik kesadaranku sepenuhnya.

Satu yang aku pikirkan sekarang. Aku tidak boleh mengabaikannya karena aku tahu dia merindukanku. Semalam aku tidak sempat menemaninya dan membacakan cerita sebelum tidur karena terlambat pulang.

Dia menusuk-nusuk pipiku dengan ujung jarinya, bermaksud untuk membangunkan. Sebelum tangan mungil itu beralih menusuk lubang hidungku seperti biasanya, kedua sudut bibirku tertarik. Suara kikikan terdengar menyambut senyumanku sebelum aku membuka mata.

"Kamu membangunkan Ayah, Tuan Putri," ucapku sebelum mencium tangan mungil itu yang membuat suara tawanya mengudara.

Alesha Nindya Gunawan namanya. Putri kecilku dan Anindia itu melompat, menduduki dadaku. Tanpa terlihat merasa bersalah karena sudah membuat ayahnya meringis, dia tersenyum lebar. Cantik sekali, seperti ibunya.

"Eca udah mandi tadi. Ayah belum," ucapnya bernada bangga. Tapi untung dia tidak menambahkan kalau aku bau, karena sebelum subuh tadi nyatanya aku sudah lebih dulu mandi.

"Pantas saja putrinya Ayah sudah wangi sekali." Aku mengusap punggungnya. "Mandi sama siapa, Tuan Putri?"

"Sama Bunda."

"Sudah makan?"

"Udah." Badannya semakin menekan dadaku karena bergoyang saat kepalanya mengangguk dengan antusias. "Makan Eca habis."

Mendengar itu aku terkekeh. Tentu saja Eca menghabiskan makanannya karena putri kecilku itu tidak akan melewatkannya begitu saja. Makan dan mengemil adalah kesukaan Eca. Sehingga tak heran tubuhnya gemuk dan tampak lebih besar dari anak seusianya.

"Putri Ayah pintar. Kamu mau makan apa, tinggal bilang saja ke Ayah atau Bunda."

Tawaran seperti itu sering membuatku mendapat peringatan dari para tetua perempuan dalam keluarga kami. Mereka khawatir Eca akan berakhir obesitas karena menurut mereka badan Eca bertambah gemuk setiap harinya. Apapun makanan yang diinginkannya, asalkan sesuai dengan usia dan pencernaannya, aku dan Anindia selalu memberikannya.

Karena Eca dalam masa pertumbuhan dan menurut dokter kondisinya saat ini baik-baik saja, aku tak mengindahkan peringatan mereka. Anindia pun sudah sangat berhati-hati ketika memperhatikan apa saja yang masuk ke dalam perut putri kami ini.

"Eca mau adik. Kata Bunda, cuma Ayah yang bisa beliin Eca adik."

Ucapannya membuatku terperangah. Aku menoleh, mendapati Anindia yang tengah berdiri diambang pintu kamar kami. Istriku yang cantik itu kemudian melenggang pergi setelah menyaksikan sendiri keberhasilannya mengajari putri kami.

"Eca yang mau adik atau Bunda?" Tanganku memegangi punggung Eca hingga tubuhnya merosot turun dari dada ke perutku hingga berakhir dipahaku ketika aku beranjak duduk.

Sejujurnya aku masih tak terlalu senang memanggilnya Eca. Nama Alesha Nindya adalah pemberianku setelah memikirkan selama beberapa hari sejak dia dilahirkan. Tapi entah kenapa sejak pandai berbicara, nama panggilannya berubah menjadi Eca.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang