Bagian 12

10.2K 1K 45
                                    

Anin sedang bersama ayahnya untuk makan siang. Mungkin momen seperti ini lah yang bisa dia miliki sesekali. Berdua bersama ayahnya tanpa ada gangguan. Dia menyebutnya sebagai kencan sang ayah dan putri bungsu. Dan rasanya sangat menyenangkan. Anin merasa sedang memiliki waktu ayahnya hanya untuk dirinya sendiri.

Suasananya jelas tak sama seperti saat mereka makan malam bersama di rumah. Karena saat itu ayahnya akan lebih banyak berinteraksi dengan Fatma. Istri ayahnya itu memang berisik saat di meja makan. Ada saja hal-hal yang diceritakannya untuk menarik perhatian.

"Berat badan Papa turun berapa kilo?"

Anin bertanya setelah seorang pelayan restoran keluar ruangan. Pesanan mereka sudah tercatat. Dan butuh beberapa menit untuk menunggu makanan mereka dihidangkan.

Sepasang ayah dan putri bungsu itu makan di private room, salah satu restoran mewah. Ayahnya sengaja memilih tempat ini karena ingin makan ditempat yang memiliki suasana berbeda. Terlalu bosan jika mereka harus makan di restoran hotel lagi.

Ridwan Hartono menepuk-nepuk perutnya yang membuncit. Pertanyaan Anin sempat membuatnya kaget. "Kamu mau bilang kalau Papa sekarang terlihat kurus?"

"Terlihat sedikit lebih kurus dari minggu lalu," ujar Anin membenarkan. Karena memang begitu yang dia pikirkan sejak tadi setelah melihat ayahnya. Karena sudah tidak bisa menahan diri untuk berpura-pura tak menyadarinya, Anin langsung berterus terang.

Mendengar kalimat Anin yang terdengar penuh dengan keyakinan itu, ayahnya terkekeh. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Papa tidak tau definisi lebih kurus menurut kamu itu seperti apa. Karena Papa rasa tidak ada perubahan di tubuh tua ini."

"Aku serius, Pa. Wajah Papa bahkan terlihat lebih tirus dari sebelumnya. Papa sehat kan?"

Ridwan Hartono menarik mundur senyum yang tadi masih terlihat di bibirnya. Sebab putri bungsunya ini terlihat serius dengan apa yang sudah dia yakini. "Kalau Papa sakit, kita tidak akan ada disini sekarang."

"Aku yakin Papa pasti kekurangan beberapa kilo berat badan. Bedanya terlihat jelas." Anin masih bersikeras dengan pendapatnya.

Gumaman Anin memberikan efek hangat di dada Ridwan Hartono. Pria tua itu merasa sangat lega. Meski dia yakin sekali bahwa sikap putri bungsunya itu berubah, tapi sepertinya perubahan itu masih tergolong baik.

Menyadari Anin yang masih memperhatikannya, bahkan sedikit lebih posesif dibandingkan sebelumnya membuat Ridwan Hartono merasa tenang. Ternyata Rima benar-benar berhasil membungkam Yudha. Walaupun dia tidak tahu sampai kapan menantunya itu bisa menahan diri untuk tidak menceritakan semua yang dia ketahui pada Anin.

Untuk saat ini mereka cukup menikmati waktu dan suasana seperti ini. Ada waktunya untuk Ridwan Hartono memberitahu semuanya. Apapun yang ingin putri bungsunya itu tanyakan, dia akan menjawab. Tapi nanti, bukan sekarang.

"Biasanya anak muda merasa senang saat tau timbangannya berkurang ke kiri."

Ridwan Hartono meraih gelas, menyesap perlahan air minum itu sambil memperhatikan Anin. Dia sedang menunggu apa lagi yang bisa dikatakan oleh putri bungsunya itu.

"Anak muda memang begitu, terutama anak gadis. Tapi sayangnya Papa tidak termasuk. Seperti yang Papa katakan tadi, Papa adalah pria tua. Dan seingat ku, Papa sering kehilangan berat badan kalau sedang tidak sehat, bukannya diet."

Meski berat badan ayahnya tak berkurang terlalu drastis ketika sedang sakit, tapi tetap saja itu dikatakan berkurang. Dan Anin jelas tidak bisa mengabaikannya, baik sebelumnya apalagi sekarang. Walaupun di matanya kini ayahnya itu memang terlihat sehat.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang