Bagian 48

10.6K 873 34
                                    

Anin pikir tubuhnya tengah berperang antara menahan rasa pegal pada kedua lengannya yang ditekan Yudha di samping kepalanya atau rasa nyeri tapi nikmat karena desakan suaminya itu didalam tubuhnya. Kecepatan gerakan Yudha bertambah, membuat kepala Anin terasa pening karena gairah semakin menguasai tubuhnya.

Dengan gemetar Anin mengangkat kedua kakinya, melingkari pinggang Yudha dan sedikit memberi tekanan disana. Tindakan yang dilakukannya itu nyatanya memudahkan Yudha masuk lebih dalam ke tubuhnya. Anin yang sempat menolak ajakan Yudha pada akhirnya yang paling menikmati percintaan mereka pagi ini. Tubuhnya seakan berada diluar kendalinya.

Anin mencengkram kepala ranjang ketika rasa nikmat dari penyatuan tubuh mereka membuatnya tak berhenti mendesah. Kalau bukan karena kewajibannya untuk sholat subuh dalam keadaan bersih, mungkin mandi subuh tadi bisa dikatakan tidak ada gunanya. Karena keringat kini kembali membasahi tubuhnya, tubuh mereka berdua.

Bagian tubuh Yudha terasa semakin membesar didalamnya, pertanda bahwa suaminya itu siap untuk menghangatkan rahimnya lagi. Tak perlu menunggu lama karena setelahnya perut dan pinggang Anin bergetar, tubuhnya menggigil namun bukan karena kedinginan. Kemudian teriakan kepuasan dari bibirnya dan Yudha terdengar bersamaan ketika pelepasan.

Nafas Yudha yang terdengar memburu keluar dari hidung dan mulutnya terasa menggelitik leher Anin. Suaminya itu masih menenggelamkan wajah ke lehernya, seakan enggan untuk beranjak dari atas tubuhnya. Sementara Anin masih memejamkan matanya, menikmati kepuasan yang baru saja Yudha berikan padanya.

Saat Yudha menarik kepalanya menjauh, Anin membuka matanya. Dia memperhatikan wajah Yudha yang kini menatapnya lekat. Dia menyukai mata Yudha yang selalu tertuju padanya setiap kali mereka bersama. Dia menyukai hitung Yudha yang terkadang menggesek pipinya ketika suaminya itu merasa gemas. Dan Anin juga menyukai bibir Yudha yang selalu berujar manis sehingga membuatnya terkadang bertanya-tanya, apakah suaminya itu mengatakan kejujuran atau hanya gombalan semata? Bukan hanya itu. Seluruh dari diri suaminya ini, Anin menyukainya.

Raut puas dan senyum yang terbit di bibir suaminya itu membuat Anin segera membalasnya. Dia memejamkan mata ketika Yudha mencium keningnya lama, hal yang biasa dilakukan suaminya itu setiap kali mereka selesai bercinta. Seakan tindakan itu menggantikan kata terima kasih yang tak terucap langsung dari mulut Yudha.

Anin meringis pelan ketika penyatuan mereka terlepas saat Yudha menarik diri darinya. Suaminya itu menjatuhkan badannya ke sisi ranjang yang kosong sebelum berbaring miring menghadapnya. Yudha mendorong satu tangannya kebawah leher Anin dan satu lagi bergerak untuk memeluk pinggang istrinya itu, menarik Anin untuk menghadap kearahnya. Kemudian tatapan penuh pemujaan pada sang istri terpancar dari matanya.

"Tanganku belum kamu lepas, Mas," rengek Anin ketika tangan Yudha beralih dari pinggangnya untuk mengelus pipinya lembut. Bisa-bisanya suaminya itu lupa apa yang sudah dilakukannya tadi.

Yudha sedikit tersentak sebelum matanya melirik ke tangan Anin. "Maaf, Sayang. Aku lupa," ucapnya sambil mengangkat sedikit tubuhnya. Tangan Yudha mulai menarik lepas simpul dasi yang mengikat kedua tangan istrinya menjadi satu itu. "Sakit tidak?" tanyanya tanpa merasa bersalah.

"Tanganku agak pegal," keluh Anin dengan kening mengernyit. Matanya menyipit tajam ketika tangan Yudha kini berada di bahunya, memberikan pijatan pelan. "Aku nggak nyangka kamu punya fantasi yang seperti itu, Mas. Kalau mengikat tanganku seperti tadi, aku masih bisa terima ya. Jangan harap bisa lebih jauh dari itu."

Mendengar ucapan istrinya itu Yudha tertawa. "Memangnya fantasi seperti apa yang kamu pikir aku miliki?" tanyanya tak habis pikir. Kalau bukan karena Anin mendorong-dorong kepalanya menjauh, Yudha tidak akan nekat untuk mengikat kedua tangan istrinya itu.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang