Bagian 43

9.3K 837 47
                                    

WOI DEV!!! KEMANA AJA SIH LU?....

KOK UP NYA MAKIN LAMA MAKIN MALAS SIH?....

DITUNGGUIN PADAHAL...

dan silakan berikan komentar kalian dan lampiaskan kekesalan kepada diriku yang makin lama makin malas dan mungkin nyebelin kayak ini. Biar aku nggak makin keterlaluan.

😭😭😭

Tapi sebelum itu, ya baca dulu yang dibawah 😂😂😂

~~~

Meskipun sudah bertekad untuk berpura-pura agar terlihat baik-baik saja didepan keluarganya, nyatanya Anin tetap menghindar. Mental dan nyalinya yang subuh tadi masih besar, bahkan dia sempat tertawa saat berbincang dengan suaminya seketika menciut. Sehingga sampai siang pun Anin belum juga keluar dari kamar. Dia menjadikan sakit dan tubuhnya membutuhkan istirahat sebagai alasan untuk tidak keluar dari kamar.

Beruntung tidak ada yang mencarinya ke kamar, selain Yudha tentu saja. Meskipun suaminya itu lebih sering berada diluar untuk menemani ayahnya dan sesekali tetap ke kamar untuk melihat keadaannya. Keluarganya pasti berpikir kalau dia masih membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan dan tidak mempercayai alasan yang diberikannya.

Ketika Yudha kembali keluar kamar untuk mengambilkan makan siangnya, Syania berdiri didepan pintu kamar yang terbuka. Tatapan Syania terlihat tidak ramah. Namun Anin tidak menemukan senyum sinis dan merendahkan seperti sebelumnya. Mungkin sama seperti ibunya yang menjadi baik karena merasa bersalah, sudah pasti Syania pun begitu.

"Keluar dari kamar ini dan segera temui ibuku. Kau pikir ibuku jauh-jauh datang kesini hanya untuk melihat kau menghindarinya?"

Bagaimana pun sikap Syania selama ini padanya dan mungkin orang lain juga, perempuan itu tetap menyayangi ibunya. Anin tentu paham dengan kekesalan Syania sekarang. Apalagi semalam dia hanya meminta untuk berbicara empat mata dengan ayahnya sehingga belum sempat berbincang dengan Fatma.

"Aku tidak menghindar. Aku tidak keluar kamar karena tubuhku masih terasa lemas," bantah Anin berbohong. Dia pasti akan menemui Fatma saat hatinya jauh lebih tenang dan siap dari ini. Setidaknya ketika jam makan malam nanti. Itu pun jika mereka masih ada di rumah ini.

Mendengar itu Syania berkacak pinggang. "Mereka semua semalaman tidak bisa tidur. Bolak-balik keluar masuk kamarmu hanya untuk memastikan keadaanmu. Dengan kau menghindar seperti ini, kau hanya membuat mereka semakin cemas. Jadi berpura-pura lah kalau seandainya kau memang nggak baik-baik saja. Kau pikir dunia ini hancur setelah kau tau kebenaran itu?"

"Ini terasa asing." Bukannya terpancing ucapan Syania, Anin malah tersenyum miris. Sikap dan perkataan perempuan itu cukup mengejutkannya siang ini. "Mbak yang tiba-tiba baik begini seperti sedang mendorongku untuk segera menerima kenyataan. Dan rasanya sangat menyebalkan."

Dunia memang tidak hancur seperti yang dikatakan Syania. Karena apa yang terjadi tidak ada kaitannya dengan dunia ini melainkan hanya padanya seorang. Tapi di mata Anin dunia tentu saja menjadi berubah seketika, dan itu mengejutkan hingga sulit untuk diterimanya. Seolah-olah dia melihat ayam yang selama ini bertelur tiba-tiba melahirkan. Dan itu jelas membuatnya bertanya-tanya. Mimpikah ini atau apakah dia dalam kondisi tidak waras sekarang?

Perumpamaan itu terdengar berlebihan memang. Tapi untuk perasaannya tentu tidak. Karena Anin yakin bahwa tidak ada seseorang pun di dunia ini yang tiba-tiba berbahagia mendengar hal yang sama seperti dirinya, kecuali jika itu yang memang diharapkan sejak awal. Andai saja keduanya bukan orang tuaku. Tapi Anin tentu tidak pernah berpikir, andai saja papa bukan ayah kandungku. Tidak! Dia tidak pernah memikirkan hal seperti itu sebelumnya.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang